52

66 1 0
                                    

Jinan melebarkan mata dengan senang ketika mobil Alaska berhenti di dekat pantai. Dia tidak menyangka jika tempat yang Alaska pilih adalah pantai dengan keramaian yang tidak terlalu. Hanya ada beberapa orang di sana, namun tidak banyak karena mungkin sudah malam hari. Dengan pelan kakinya menapak lautan pasir yang dingin sekaligus lembut.Angin mengusap rambutnya dengan pelan. Berisik suara ombak yang belum surut mengisi ketenangan pantai.

Meski sedikit sayang mereka melewatkan senja di pantai, tapi bagi Jinan pantai di malam hari juga tidak buruk.

Alaska berjalan bersisian di samping Jinan, lalu membawa gadis itu duduk di gazebo. Namun Jinan menolak dan berkata bahwa ia ingin duduk di pasir pantai, dan dituruti oleh. Bulan terasa dekat dengan lingkaran sempurna di atas laut. Aroma asin dari gulungan ombak. Rasanya menenangkan sekali. Alaska bangkit berdiri menuju mobil dan kembali dengan dua kaleng minuman.

"Makasih." Jinan tersenyum senang menerima sekaleng kopi dari Alaska. Ia menoleh, menatap pandangan Alaska dari samping. Cowok ini belakangan tidak banyak berbicara seperti dulu awal-awal Jinan mengenal Alaska, tapi cerewetnya masih ada. "Al."

"Hm?" Alaska menoleh.

"Maaf ya nggak bisa ke air karena gue." Jinan menyesal karena dirinya, Alaska tidak bisa banyak bersenang-senang di bibir pantai.

"Biasa aja." Alaska menjawab santai seraya meneguk minumannya pelan. Kemudian dia berdiri lagi menuju mobil. Jinan mengerutkan dahi ketika Alaska kembali dan membawa sebuah kamera. Beberapa saat menyetel kamera itu ke arah beberapa objek di pantai ; pasir, bulan, lautan, gulungan ombak. "Nih."

Jinan menerima dengan senang hati. Dia mencoba dengan cara yang pernah Alaska ajarkan, lalu mengabadikan dalam satu jepretan. "Woww, bagus banget!" pujinya saat melihat hambar di kamera.

Alaska tersenyum tipis melihat itu, membiarkan Jinan sibuk sendiri dengan kameranya. "Al, liat sini coba." Jinan membidik pada Alaska.

"Ck, nggak usah foto gue."

"Ih, bagus tau. Masa orang ganteng nggak difoto."

"Apaan, sih, Jinan."

Jinan tertawa-tawa, tidak peduli dengan omelan Alaska. Dia terus menjepret Alaska banyak-banyak. "Lucu banget, " tunjuk Jinan pada gambar Alaska yang sedang menoleh dengan wajah menahan kesal, cemberut.

"Ji."

Jinan tertawa-tawa. "Ini lucu. Masa tukang foto nggak mau difoto, namanya nggak adil. Senyum dong, dikit aja." Telunjuk Jinan menyentuh ujung bibir Alaska dengan satu tangan. "Ayooo, senyum."

Satu jepretan lagi dengan Alaska yang tersenyum paksa karena tarikan di ujung bibirnya. "Gini aja masih ganteng."

Alaska mendengus, tapi membiarkan saja Jinan melakukan sesukanya. Cewek itu kembali fokus mengotak-atik, kadang bertanya pada Alaska sampai dia mengerti sendiri bermain dengan kamera. "Coba kita berdua." Jinan merapatkan diri pada Alaska, lalu mengarahkan depan kamera pada mereka.

Kali ini Alaska menurut saja apa yang diinginkan gadis itu. Jinan tersenyum lebar dan Alaska memasang wajah datar. "Ah, senyum dong, Al. Gini." Jinan menyontohkan dengan gigi rapatnya.

"Hm," Kali ini Alaska menurut dengan senyuman tipis dan Jinan yang tersenyum gigi. "Udah,"

Jinan menyengir melihat hasil foto mereka. Ekspresinya begitu kontras, tapi lucu. Dipangkunya kamera itu di atas pahanya. Dia merasa senang malam ini meski mereka tidak melakukan banyak hal karena keterbatasan Jinan saat ini.

Dia berharap momen ini akan terus lahir di antara mereka. Dan Jinan berharap, hanya Alaska yang akan bersamanya seperti ini.

Jinan melirik pada pria di sebelahnya, kemudian turun pada leher Alaska. Senyumnya beruban menjadj senyum bingung ketika menangkap hal lain yang belum pernah ia temui di bawah leher Alaska. Jinan mendekat. "Coba noleh, Al."

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang