Tiga jam berlalu, Karel rasa dia perlu mendinginkan kepala dan kerongkongannya setelah bermain basket di jam sepuluh pagi. Bukan tanpa alasan, tiga jam sudah termasuk jam UTS yang selesai lebih cepat, lalu dilanjut dengan permainan individunya di gimnasium. Minimarket Gelora Bangsa sebenernya menyejukan sekali, fasilitasnya juga lumayan lengkap. Karel menghela napas setelah meneguk minuman isotoniknya.
Merasa kurang, cowok itu mengambil sebotol lagi dan menuju kasir untuk membayar. Sembari mengantri di belakang perempuan yang sedang membayar.
"Yahh, jaringannya eror, Mba." Kasir itu memberitahu setelah memindai kode di atas meja.
"Beneran, Mba? Duh, nggak bawa uang cash lagi." Gadis itu mengucap lirih ketika mencoba membayar menggunakan Qris. Kemudian menerima ponselnya sendiri. "Saya coba lagi."
Karel memperhatikan itu, otomatis dia maju dan menyodorkan kartu hitamnya. Kemudian mengacungkan botol minumnya. "Bayar minuman dua botol. Sekalian punya dia juga."
"Oke, Mas."
Perempuan itu menoleh menatap Karel yang tidak memperhatikannya, sibuk mengetik kata sandi pada mesin gesek itu. Lalu dia tersentak dan terdiam. "Karel? Makasih banyak..."
Karel menoleh mendengarnya. Juga ikut terdiam setelah menyadari siapa seseorang yang baru dia bantu. Matanya kemudian turun pada lengan dan kaki yang menarik perhatiannya. Menggunakan tongkat.
"Nanti aku ganti, ya." Suara itu mengalihkan pandangannya lagi. "Aku lagi nggak bawa cash."
Karel masih diam. Entah karena apa... tapi dia begitu syok. Wajahnya bingung, tapi juga penasaran di saat yang sama, membuat Jinan jadi bingung juga ketika Karel memperhatikannya intens. "Mas, ini kartunya."
Karel tersadar, lalu menerima kartunya. Masih diperhatikan Jinan yang memegang sekotak susu dan roti untuk makan siang. Cara berjalan gadis itu agak tertatih, tapi juga lihai menggunakan dua tongkat di kedua tangan. Rasanya Karel benar-benar asing.
"Maaf ya, jadi ngerepotin." Jinan tersenyum malu. "Bakal aku ganti segera, jadi aku ambil uangnya ke kelas dulu." Jinan berbalik badan untuk beranjak dari minimarket dansegera menuju kelas. Di luar dugaan, Karel justru ikut keluar dan menghadang di depan Jinan.
"Boleh kita ngomong sebentar?"
Tentu Jinan kaget. Tidak menyangka justru lagi-lagi Karel yang mengajaknya berbicara duluan. Karel masih menunggu jawaban seraya menatapnya tanpa ekspresi yang bisa dibaca. Kepalanya mengangguk pelan. "Boleh, Rel."
Taman belakang sekolah adalah pilihan Karel. Mereka duduk di bangku panjang putih, persis seperti dulu tempat mereka sering menghabiskan waktu istirahat kedua di sini. Jinan masih mengingat jika taman belakang sekolah ini juga adalah pertama kalinya first kiss Jinan diambil oleh Karel.
Tentu saja semua itu hanya menjadi kenangan lewat.
"Kaki kamu kenapa?" Pertanyaan itu diajukan ketika mereka sudah duduk bersisian di bangku putih. Mata Karel masih melirik pada kaki Jinan yang diperban.
Jinan mengangkat alis. "Oh... ini jatuh."
"Waktu itu aku sempet tanya Alaska, dia bilang kamu masuk RS. Lumayan lama, ya. "
Jinan sebisa mungkin menahan keterkejutanya untuk menghindari kalau-kalau Karel memang bisa membaca kebohongannya. "Iya. Aku ... kecelakaan waktu itu. Tapi udah nggak pa-pa kok kalo sekarang."
Karel tidak merespons selama beberapa detik selain hanya mengamati Jinan dalam diam yang masih kikuk seperti sebelumnya. "Aku sebenernya... mau minta maaf."
Dahi Jinan mengerut samar. "Minta maaf buat?"
Karel menghela napas seraya menunduk, mengusap pergelangan tangannya sendiri. "Omongan aku waktu itu kasar banget. Ngeliat foto kamu sama papa aku bikin aku marah besar karena yang ada di pikiranku cuma mama. Rasanya kayak aku lagi dibohongin sama kamu." Kali ini Karel menoleh, menatapnya tepat di mata. "Tapi aku baru sadar, nggak mungkin kamu menginginkan itu semua. Maaf aku udah nggak gentle waktu itu."

KAMU SEDANG MEMBACA
.niskala
Fiksi RemajaHidup Jinan adalah sebuah perwujudan niskala. Abstrak. Tanpa tujuan. Penuh ketidakjelasan yang berarti. "Kamu adalah sebuah ilusi yang nyata, namun tak terkejar, tak tercapai, tapi benar adanya." Ketika ia dihadapkan dengan banyak hal, termasuk dua...