26

55 4 0
                                    


Neli mengerutkan kening aneh. Belakangan ini ia melihat Jinan selalu dengan wajah berseri-seri. Tidak masam seperti sebelumnya. Bukannya Neli tidak suka, tapi ia tidak biasa melihatnya seperti ini. Seperti sekarang mereka berjalan beriringan menuju gedung IPA untuk menemui Dandi, gebetannya Neli-alasannya karena Neli mau meminjam buku self improvement untuk pengembangan diri padahal hanyalah kedok. Dia hanya ingin terlihat seperti gadis yang suka baca buku di depan Dandi.

Neli turut senang meski tidak tahu penyebab Jinan seperti ini karena apa. Jinan hanya bilang ia tidak apa-apa. Mereka berbelok dekat perpustakaan lalu berhenti di koridor. Otomatis Neli menyenggol lengan Jinan ketika menyadari ada pemuda yang berlawanan arah berjalan dekat mereka.

"Ji, ada si mantan, tuh." Neli berbisik geli.

Di luar dugaan, Neli kira Jinan akan memisuhinya atau pura-pura menunduk seperti biasa. Tapi yang ada pemuda itu tersenyum ramah pada Jinan dan-buset, mata Neli melotot melihat Jinan juga tersenyum malu-malu. Anjir ini ada apa sebenarnya, umpat Neli.

"Anjir!!! Itu ... lo beneran senyum-senyum sama Karel? Beneran Karel?" hebohnya saat Karel telah berlalu.

Jinan mendengus. "Apaan, sih. Nanti didenger yang lain."

Neli melotot dramatis sambil menutup mulut. Tertawa tidak percaya. "Anjir-unbelieveable. Itu orang yang udah lo hindarin berbulan-bulan terus tiba-tiba kalian senyum-senyum kayak baru jadian." Neli kembali mengoceh. "Jadi beneran? Ini rujuk ceritanya?!!"

"Rujuk apa, sih, Nel. Cuma sapa doang masa gak boleh."

"Ya nggak ada yang ngelarang, sih," Neli benar-benar menghadapnya. Memandangnya serius. "Dia yang bikin muka lo cerah belakangan ini? Beneran Karel itu? Kalo iya, gue bakal dukung paling depan kalo kalian balikan. Ayo cepet!"

Jinan mencibir. Sebenarnya belakangan ini Karel dan Jinan kadang bertemu. Mereka akan mengobrol banyak hal di luar sekolah sambil memakan es krim di kedai, sekedar duduk di taman kompleknya seperti beberapa hari yang lalu. Karel akan mengajarinya bermain basket sampai senja, lalu kembali ke rumah masing-masing. Tidak banyak yang mereka obrolkan tapi setidaknya membuat hubungan keduanya membaik.

Mengenai perasaannya sendiri, Jinan sebenarnya memang masih menyimpan harapan lebih. Tapi dia juga tidak ingin menuntut lebih. Dia hanya menikmati momen-momen mereka. Bagaimana perasaan Karel dia juga tidak tahu, dan tidak terlalu berharap juga.

"Pemikiran lo kejauhan. Nggak ada yang balikan, tau."

Neli terdiam sebentar. Seperti teringat sesuatu. "Tapi ... dia sama Serena nggak beneran pacaran, kan?"

Napas Jinan tiba-tiba tertahan. Dia melupakan hal itu.

"Eh, eh, keknya nggak kok." Neli buru-buru menambahkan. "Itu cuma gosip aja palingan."

Entahlah, Jinan juga tidak tahu. Lagi pula, mungkin tidak mustahil juga mereka ada hubungan.

Gadis itu diam-diam menahan napas. Apapun itu, mungkin ia akan menjaga jarak. Dan terlebih, menjaga perasaan.

..

Siang ini ruang desain terlihat sibuk sana-sini. Mereka mempersiapkan segala persyaratan lomba yang akan diadakan beberapa Minggu lagi.

Jinan perlahan menutup pintu itu. Tadinya dia ingin bertemu dengan Alaska, tapi cowok itu nampaknya sedang sangat sibuk. Lihat saja rambut yang mulai sedikit acak-acakan tidak seperti biasanya yang selalu rapi. Raut wajah cowok itu juga seperti kurang istirahat. Alaska pasti terlalu lelah dan energinya dikuras habis-habisan.

"Jinan, website udah di-desain?"

Panggilan Zidan tiba-tiba membuatnya menoleh cepat. Kemudian mengangguk. "Ah, iya udah!"

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang