76

75 1 0
                                    

Ujian sudah dimulai selama tiga hari ini. Jinan mendesah lelah setelah selesai mengerjakan soal selama empat puluh menit dan kini berada di kantin seraya meminum sekaleng soda bersama Neli. Gadis itu memindai seisi kantin, banyak dari para siswa-siswi bercengkerama tentang perkuliahan mereka nanti.

Semua orang bahkan sudah memiliki rencana ke depannya, tapi Jinan bahkan tidak tahu harus memulainya bagaimana. Tidak tahu mau kuliah dimana dan jurusan apa, atau bahkan apakah dia harus berkuliah. Sementara sang sahabat sudah mengoceh jika dia akan melanjutkan pendidikan di luar kota.

"Hhhh, benci banget. Ortu nyuruh di Jogja yang jelas-jelas bukan minat gue! Argh. Iya, sih, gue dibolehin ambil jurusan yang gue mau, Nan. Masalahnya gue nggak mau di luar Jakarta! Nanti gue sama siapa kalo nggak ada lo?" ocehnya seraya mengepang satu rambut Jinan. "Lo ambil kuliah bareng gue aja deh."

Jinan lantas mendesah melirik Neli yang mengepang rambutnya di belakang. "Jauh banget... gue nggak bisa selain di Jakarta. Lagian belom tau juga kuliah apa nggak."

Neli mengerucutkan bibir. "Kalo gue keterima di luar, lo sering kabarin gue, ya. Sering-sering telepon, awas aja sok sibuk. Gue beliin deh lo timet biar bisa nemenin."

"Lebayyy. Ahk, pelan-pelan, Neli." Jinan mencibir lalu mengusap kepalanya yang tidak sengaja ketarik.

Bukannya mjnta maaf, sahabatnya jtu malah tertawa. "Siapa suruh bilangin gue lebay? Udah, ni. Kan enak kayak gini, cantik terus rapih. Sini liat." Neli merapikan bagian depan rambut Jinan yang diberi sedikit sisa rambut di pinggir. "Cakep tau daripada diurai mulu kayak sawako."

"Bangke. Udah, ah. Kita ke bawah yuk, bentar lagi kerja bakti."

Mereka lantas menuju lapangan dimana semua murid bekerja bakti. Hari terakhir ujian dan mereka yang seharusnya olahraga atau jalan santai, malah disuruh bersih-bersih. Ada banyak murid berkumpul dari berbagai jurusan. Mereka berkebun, menanam, membersihkan sampah, meski banyak yang melipir ke pinggir karena tidak mau panas-panasan.

Sementara itu, Jinan lebih memilih mengumpulkam sampah ketimbang bercocok tanam di kebun khusus. Sampai dia menemukan pemandangan tidak mengenakan mata. Jinan bahkan sampai menjatuhkan karung sampah di tangannya.

Ada Alaska yang sedang tertawa bersama satu cewek. Parahnya lagi, cewek itu sengaja memegang tangan Alaska yang membantunya menanam bonsai.

Jinan langsung memaki dan terbakar api. Neli bahkan sampai terkejut. "Etdah, kenapa lo?"

"Lagi sebel." Jinan membanting botol dengan sebal. Itu adalah cewek yang pernah mengusirnya karena duduk di hadapan Alaska—karena memang kursi cewek itu juga, sih. Tapi tetap saja dia cemburu berat!

"Ih, sampahnya bececeran, Nannn." Neli mendumel seraya mengambil sampah-sampah itu.

Jinan sudah tidak peduli lagi. Yang membuatnya cemburu adalah cewek itu memang sering dekat-dekat dengan Alaska. Kelihatan sekali jika dia menyukai cowoknya. "Kita pindah aja, Nel. Di sini sampahnya udah bersih." Dia muak melihat itu, akhirnya mereka pindah.

Gedung Gelora Bangsa memang besar dan luas sekali, jadinya kerja bakti ini memang ditujukan semua siswa-siswi agar cepat bersih. Setelahnya, Jinan mencuci tangan di area sana. Ada keran khusus mencuci tangan. Gadis itu tidak sadar sampai seseorang membantunya meneteskan sabun.

"Eh, makasih—" Omongan Jinan terhenti saat sadar siapa pelakunya. Gadis itu mendesah halus dan kembali masang wajah cemberut.

"Emang udah selesai bersih-bersihnya?" Alaska bertanya dan ikut mencuci tangan. Area itu kebetulan lebih sepi karena agak belakang, sementara banyak siswa yang berkumpul di depan.

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang