79

40 0 0
                                    

Sore-sore sekali para cewek-cewek sudah ribut memikirkan outfit apa yang akan mereka pakai untuk main di tengah pantai, sementara para cowok sudah duduk di luar seraya menikmati es kelapa dan makanan mereka. Dari pagi tadi mereka sudah berpencar bermain di pantai dan beberapa games menyenangkan. Niatnya memang adalah pulang malam karena masih ingin menikmati senja nanti.

Menunggu matahari terbenam menjadi objek foto mereka nanti. Jinan dan yang kainnya sudah keluar seraya berlari excited ingin ke tengah pantai, apalagi air sedang naik meski tidak terlalu deras. "Ehhh, cocok banget bajunya, Ji. Warna kulit li bagus juga ternyata," puji Putri ketika mereka berjalan bersama ke bibir pantai.

Jinan terkekeh malu. "Ini punya Neli, tapi makasiii..."

Sejujurnya dia agak aneh memakai pakaian pendek begini. Celana kain pendek sebatas paha dan atasan dengan tali spaghetti dengan warna sepadan sebatas perut. Kainnya lembut dan dingin. Awalnya dia agak kurang percaya diri, tapi karena pujian Putri membuatnya senang. Dia jadi merasa bebas dan nyaman.

"Ckckck, mereka bajunya kekurangan bahan semua apa gimana dah? Nggak liat ada cowok-cowok apa!" protes Faris seraya menatap pada sekumpulan teman-teman ceweknya di sana.

"Biarin aja kali, Ris. Namanya juga have fun." Zidan menyahuti. "Ya kali pake baju seragam ke pantai."

"Kalo ada yang ganggu mah, kita bisa berantem. Pantauin aja dari sini." Wildan kali ini ikut menyahut.

Adit berdiri seraya terkekeh. "Gue mau gabung ah, mau main ama Putri."

"Anjirrrr, modus lo!" teriak Jonath pada Adit yang sudah berlari menuju tengah pantai.

Sementara itu Alaska hanya diam menatap pada sekumpulan perempuan di sana. Tepatnya pada Jinan yang sedang tertawa-tawa bermain air bersama yang lain. Tak lama ia menghela napas panjang.

Sejujurnya... dia membebaskan Jinan memakai pakaian apapun, toh itu hak Jinan. Gadis itu juga selalu cantik pakai apapun. Namun entah mengapa... ada rasa tidak nyaman ketika banyak laki-laki selain dirinya yang melihat itu. Apalagi pandangan Jonath yang tidak lepas seraya menggeleng kagum. "Gila.... badan Jinan bagus banget ya ternyata. Kayak model, udah tinggi, eksotis lagi. Hot banget, gila."

Wildan mengejeknya mengatakan bahwa Jonath itu mesum. Namun pandangannya jatuh pada Alaska yang melirik Jonath agak sadis dan Jonath tidak menyadari itu. Wildan meneguk ludah, merasa aneh dengan temannya satu itu. Kakinya menendang pelan Jonath. "Mending lo diem gila."

"Apa sih, anjir. Sirik aja lo, mending gue ke sana."

Tinggallah Wildan dan Alaska. Yang lain sudah bermain-main di tengah pantai seraya berfoto-foto. Alaska masih menyorot pada Jinan, sementara Wildan melirk temannya itu. "Al."

"Hm."

"Gabung, gih, sana. Lirik-lirik doang keburu diambil ama Jonath, tuh."

Alaska menoleh, mengerti apa yang mereka bicarakan. "Males."

Wildan mencibir pelan. "Males, males, tapi sebel juga ama omongan Jonath. Jujur dah, lo ama Jinan udah pacaran kan? Gue udah tau nih."

Sebenarnya, mereka tidak ada niat backstreet juga, sih. Tapi sebenarnya mereka berdua juga nyaman dengan hubungan yang tidak diumbar ini. "Selama nggak ganggu Jinan aja."

Mendengar itu, Wildan tertawa pelan. "Jinan bawa pengaruh banyak ya buat lo, Al."

"Maksud lo?"

Wildan mengedik bahu. "Gue liat lo lebih chill aja belakangan ini, lebih banyak bedanya lah. Gue seneng lo lebih kayak... menikmati hidup?"

"Selama ini gue menikmati hidup."

"Beda semenjak lo kenal cinta. Dulu muka lo surem terus kayak mau gigit orang aja bawaannya, sekarang makin banyak kayaknya yang terang-terangan suka sama lo." Wildan tertawa. Dia mengenal Alaska cukup baik, apalagi mereka sudah bersahabat semenjak SMP. Tentu saja dia mengenali perubahan Alaska. Sahabatnya yang bahkan tidak pernah mau berhubungan dengan cewek secantik atau semenarik apapun.

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang