08.

76 18 5
                                    

"Jinan mana?"

Neli bertanya pada ketua kelas yang kala itu berbincang dengan teman sebangkunya-Dean. Pemuda itu memandangnya bingung. "Jinan? Kayaknya belum masuk."

Neli mengucap terima kasih sebelum beranjak dari sana. Pasalnya, sudah hampir jam pertama dimulai namun tidak ada tanda-tanda kehadiran Jinan. Biasanya gadis itu akan menelpon Jinan jika telat, tapi masalahnya nomor Jinan tidak aktif.

Bahkan ketika istirahat kedua yang artinya sudah hampir tiga mata pelajaran terlewati, Jinan tetap tidak ada.

"Ck, Nan, nggak biasanya lo begini." Neli bermonolog. Mungkin dia takut terjadi sesuatu pada Jinan mengingat temannya itu tertutup sekali. Neli bahkan tidak tahu di mana rumah Jinan.

"Alaska."

Alaska berbalik badan, menatap Neli yang mendatanginya di ruang ekskul sehabis pulang sekolah. Pemuda itu mengangkat alis bertanya. "Hng?"

Neli memperhatikan sekilas ruang ekskul yang tidak terlalu ramai itu lalu mendekati Alaska yang memperbaiki lensa kameranya. Sekilas, fokus Neli teralihkan. "Buset, banyak amat lensa lo."

"Koleksi." Alaska menjawab singkat.

Neli mengangguk paham. Meski mereka berada di jurusan yang berbeda-Neli dan Jinan di IPS dan Alaska di IPA-, dia cukup mengenal Alaska. Mereka satu komplek perumahan yang kebetulan satu sekolah semenjak SD. Dulu waktu jaman power rangers, bisa dikatakan mereka adalah satu tim. Malah bisa dikatakan mereka adalah keluarga jauh. Jauh sekali.

"Keren," puji Neli. Memang keren mengingat bagaimana kemampuan cowok itu dalam bidang photographis. Jika disebutkan satu-persatu akan panjang sekali pencapaian Alaska.

"Udah tau," sahut Alaska yang membuat Neli berdecak kesal. Khas cowok itu jika dipuji. "Btw, ngapain lo ke sini? Jauh amat."

Seketika Neli langsung teringat tujuan awalnya. "Lo ada liat Jinan nggak, Ka?"

"Hah?" Alaska mengerutkan kening. "Lo aja nggak liat apalagi gue."

"Seriusss."

"Gue juga serius." Dengan gerakan lihai ia memasang lensa pada DSLR-nya. Dia melirik Neli sekilas sebelum mencoba membidik kameranya. "Temen lo satu itu aja jarang ke sini, gimana bisa lo nanya gue."

Neli menghela napas. "Dia nggak masuk dari pagi. Nggak biasanya tau dia nggak ngabarin, malah hapenya nggak aktif."

"Yaudah, datengin aja rumahnya."

Barulah Alaska melihat sekilas kegusaran di wajah Neli. "Masalahnya ... gue aja nggak tau di mana rumah dia. Tadi udah nanya di TU, tapi itu alamat rumah dia yang dulu. Jadi rumahnya yang sekarang gue nggak tau."

Dulu Jinan pernah berkata bahwa sebenarnya, alamatnya yang lama adalah rumah sementara saja. Sebelum akhirnya dia menetap di rumah yang sekarang. Tapi datanya tidak dirubah. Entahlah, mungkin karena Jinan malas, pikir Neli. Dia pernah ingin mengantar Jinan pulang tapi gadis itu menolak.

"Tunggu aja besok, Nel. Paling kesiangan doang," ucap Alaska. Mencoba menenangkan pikiran gadis itu. "Lagian lo baru sehari aja udah kayak berbulan-bulan." Alaska tertawa pelan. Pemuda itu beranjak dari sana menuju loker. Mengambil macbook-nya.

Neli mencibir. "Gimana nggak khawatir, Ka. Anaknya tertutup banget 'kan gue takut ada apa-apa."

"Terakhir dia dateng sih kemarin. Heran, tumben banget dateng tanpa gue paksa." Alaska menyandarkan punggungnya pada kursi, memasang flashdisk di laptop.

Alaska sebenarnya tidak terlalu mengenal cewek itu. Mereka bertemu hanya sebatas di ekskul yang sama sehabis itu selesai. Kecuali jika kadang mereka bertemu di waktu-waktu lain.

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang