Alaska sudah di sini satu jam yang lalu, tapi Jinan masih juga burn-out. Masih uring-uringan menghadapi banyak contoh soal dan catatan materi untuk ujian besok. Sementara Alaska sudah menyelesaikan belajarnya dengan santai. "Mau sampe kapan bukunya diliatin terus, coba?"
Jinan mendesah lelah, mengangkat kepala dari atas meja. "Pusing, Al... materinya kenapa sebanyak ini, sih..."
"Ya emang segitu materinya. Dicoba dulu, lo aja belum jawab contoh soal-soalnya." Alaska menunduk dari atas sofa. "Sini naik."
Jinan menurut dengan wajah kusut acak-acakan. "Males belajar, ih. Biasanya kalo ujian gue nggak belajar tau."
"Beda cerita kalo lo nggak mau lulus."
"Alaskaaa! Jangan nakutin gitu. Bego banget dong kalo sampe nggak lulus," dumelnya.
Alaska mengambil alih soal-soal Jinan yamg sudah di-print beserta catatannya. Sembari membacakan contoh soal, Alaska menjelaskan isi materinya. Pelan-pelan, sampai Jinan mengerti. Bahkan kini Jinan menyandarkan kepala di bahu Alaska. "Ngerti, nggak?"
Jinan mengangguk asal. "Ngerti."
"Apa? Jelasin ulang." Kalau Alaska sudah mode penguji begini, Jinan merengek sebal.
"Lupaaa kalo ditanya kayak gitu, Alaska. Udah yuk, kita cuddle aja sekarang." Kemudian gadis itu meringis ketika Alaska menepuk pelan puncak kepalanya dengan gulungan kertas. "Awwww!"
"Gimana pelajaran bisa masuk kalo pikiran lo aja mesum terus?"
Bibir Jinan mengeriting. "Kepala gue rasanya mau pecah. Udahlah, yang penting masih masuk KKM."
"Sadar nggak ini ujian kelulusan? Nggak boleh main-main," tegas Alaska. "Gue nggak biarin lo tidur ya kalo nggak belajar dulu."
Jinan langsung merengek-rengek dan menenggelamkan wajahnya di buku. Meski begitu, dia tetap menuruti Alaska untuk membaca catatan dan latihan soal yang disiapkan Alaska. Ketenangan mengambil alih Jinan meski dia burn out sendiri. Ia menoleh pada Alaska yang ternyata memperhatikannya di samping. "Al..."
"Hm?"
"Capek..."
"Belum limabelas menit loh, Ji."
Kepalanya bersandar di bahu Alaska. "Bingung..."
"Yang mana yang bikin bingung?"
"Semuanya..." Gadis itu mendongak. Memperhatikan Alaska yang membaca latihan-latihan soalnya. Kemudian mengendus tubuh Alaska. "Wangi banget. Enak."
Alasan Jinan suka memeluk Alaska selain karena pelukannya nyaman adalah cowok itu selalu wangi. Entah dari parfum, sabun, atau mungkin shamponya. Kulit Alaska begitu lembut, sama seperti bibir merah mudanya. Kadang dia melihat cowok ini seperti lelaki yang soft, tapi di saat yang sama juga keras. Akan sulit menebaknya.
"Jangan dihapal aja, harus dipahamin juga kinsep dasarnya." Suara cowok itu juga sebenarnya lembut dan dalam, meski sering terdengar jutek dan bosan.
Jinan menerima latihan soal itu sementara dia mendengarkan penjelasan Alaska yang padat. Lebih mudah dimengerti ketimbang gurunya sendiri. Apalagi Jinan bukan orang yang pandai menghapal pelajaran seperti ini. Gadis itu duduk tegak seraya menelengkan kepala.
"Pegel?" tanya Alaska.
"Dikit, hehe."
Alaska lantas mengubah posisinya menjadi bersandar di pinggiran sofa, kemudian menarik Jinan untuk duduk di pangkuannya membelakangi dirinya. Tentu Jinan terkejut dengan perlakuan tiba-tibanya ini. Kepalanya dibiarkan bersandar pada dada bidang Alaska yang nyaman. "Kerjain dulu coba. Nanti gue periksa."
KAMU SEDANG MEMBACA
.niskala
Genç KurguHidup Jinan adalah sebuah perwujudan niskala. Abstrak. Tanpa tujuan. Penuh ketidakjelasan yang berarti. "Kamu adalah sebuah ilusi yang nyata, namun tak terkejar, tak tercapai, tapi benar adanya." Ketika ia dihadapkan dengan banyak hal, termasuk dua...