27

59 4 0
                                    

"Beberapa hari lagi seleksi terakhir kita untuk maju di kompetisi besar. Gue harap, kalian udah siapin semuanya secara mateng-mateng supaya nanti nggak kelabakan, apalagi kekurangan satu apapun. Semuanya harus udah clear."

Semuanya mengangguk mantap mendengar penuturan dari Alaska. Pemuda itu kembali menjelaskan poin-poin penting mereka dan mengulas kembali komposisi untuk persiapan kontes fotografi terbesar se-Indonesia taraf internasional. Bukan hal yang mudah memang untuk mempersiapkan segalanya, tapi dengan kemampuan dan skill masing-masing, mereka sudah melewati 3 seleksi yang lumayan sulit. Alaska menjelaskan kelewat santai di depan slide yang terpampang di depan mereka.

Cowok itu tidak ingin hal-hal kecil luput dari perhatian mereka. Apapun itu.

"Website, gimana? Udah finish?"

Semuanya diam, sebagian menatap ke arah Jinan. Tapi yang ditatap tidak mendengar- atau mungkin memang tidak mendengar. Hanya menunduk menatap luar kelas.

"Jinan."

Gadis itu menoleh kejut pada cowok di sebelahnya. Ada Zidan yang mengangkat alis bertanya. "Gimana?"

Kerutan muncul di dahi Jinan. "Apanya ... yang gimana?"

"Website. Udah selesai?" Suara Alaska menyambar.

Mata Jinan mengerjap. "O-oh, iya .. udah."

Helaan napas samar dari Alaska. Cowok itu berdecak halus. "Gue saranin lo fokus. Dari tadi gue perhatiin lo sama sekali nggak dengerin apa yang gue bilang," Mata Alaska menatap Jinan dalam yang langsung membuat gadis itu terkesiap. Tidak terhitung Zidan beberapa kali memanggilnya jika Alaska mengabsen semua tugas-tugas mereka. Meski cowok itu menegurnya tenang, Alaska juga memendam rasa lelah mengingat banyak yang mereka kejar minggu-minggu ini.

Merasa beberapa yang lain ikut tegang, Alaska mencoba mencairkan suasana.
"Berlaku untuk yang lain juga, termasuk gue. Deadline semakin deket, gue cuma minta apapun masalah kalian di luar jangan dibawa dulu waktu kita lagi rapat atau kerja di sini."

Profesional adalah salah satu karakter Alaska yang ia pertahankan. Apapun masalahnya, dia akan selalu mengingatkan mereka untuk menjaga profesionalisme, sisanya belakangan.

"Maaf, Al." Jinan bergumam merasa bersalah.

Alaska tidak menanggapinya. "Zid, coba liat file-file yang kemarin lo simpen."

Zidan mengangguk, kemudian meminta pada Jinan. Kemarin Jinan tidak jadi memberikan pada cowok itu karena ia sendiri baru teringat ada beberapa yang belum ia tambahkan, termasuk data-data untuk kepentingan website.

Segera saja Alaska mencolokkan hard disk itu pada laptopnya.

"Ke mana semua filenya?"

Semuanya terkesiap mendengar itu. Termasuk Jinan yang langsung bingung.

"Kenapa, Al?" Zidan langsung bangkit dan berdiri di sebelah Alaska. "Lha? Foldernya kok kosong? Bukannya kemarin udah gue suruh lo untuk pindahin, Nan?"

Jinan menggaruk pipinya yang terasa tak gatal. "Iya, udah gue masukin semua kok. Kemarin emang ada yang gue mau tambahin, tapi ... seinget gue masih ada kok filenya."

Tak dapat dipungkiri, sebenernya Jinan juga berdebar takut. Hard disk mereka memiliki banyak file penting di sana. Ada banyak file yang baru dipindahkan dan belum di-copy ke tempat lain.

"Anjir, beneran ilang!" Zidan mengumpat. Mendongak menatap Jinan. "Ji, lo beneran nggak lo apa-apain ini hard disk? Mindahin file or something? Karena gue liat kemarin ada di sini."

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang