66

65 0 0
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul setengah empat. Alaska segera menyelesaikan esainya, lalu membereskan laptop dan peralatan lain. Dia mengecek ponsel, namun belum ada balasan dari Jinan seperti biasa. Jika jam pulang sekolah begini, dia akan menyuruh Jinan menunggu di halte atau minimarket depan sekolah untuk berteduh, atau kadang Jinan mengajaknya makan di warung dekat pohon. Tapi tidak ada tanda-tanda cewek itu membalas chatnya.

Alaska memutuskan untuk menyusul saja. Dia juga akan pergi setelah ini untuk kerja kelompok. Bahkan gedung IPS saja sudah sepi sebenarnya, tapi setelah sampai di kelas, Alaska malah menemukan Jinan masih membenamkan wajahnya di meja. Tubuhnya terlihat lesu dan tidak bersemangat. Kelas juga sudah sepi, hanya ada Jinan.

"Kenapa chat gue nggak dibales?" tanya Alaska seraya mendekat.

Jinan mendongak perlahan dengan wajah lesu. Lalu menghela napas malas. "Nggak mood."

"Hah?" Alaska heran, memperhatikan Jinan seksama. "Lo sakit?" Ditempelkannya tangan di dahi Jinan tapi tidak panas.

Jinan menggeleng. "Nggak. Gue pengen pulang..."

"Ya udah ayo. Gue nungguin tadi."

Jinan menghela napas malas, membereskan barangnya lalu berdiri. Tidak tahu-tahu malah melewati cowok itu dengan wajah bete. Alaska heran tapi dia hanya diam saja. Sampai akhirnya, cowok itu menarik tangan Jinan lagi untuk masuk ke dalam kelas. Jinan heran dan bertanya. "Kenapa?"

Alaska menggaruk belakang kepalanya canggung. Bingung menjelaskan. "Lo lagi nggak tau?"

"Maksudnya?"

"Itu..." Alaska melirik ke bawah, tepat di roknya. "Abis ini kita minimarket dulu."

"Emang kenapa, sih?!" Jinan tiba-tiba kesal. Dia sedang badmood dan lemas masalahnya. "Ngomong yang jelas!"

Helaan napas Alaska terasa berat. Dia bingung bagaimana menjelaskannya. Apalagi dia juga ingat sedang tidak mengenakam jaket atau apapun itu untuk melindungi sesuati di rok Jinan. Baru kali ini Alaska jadi merasa malu di hadapan Jinan. Cowok itu menunduk dengan mengatakan sesuatu pelan. "Rok lo... merah... "

Satu jentikan saja, Jinan langsung tersadar dan membulatkan mata. Tubuhnya menengang dan malu luar biasa sampai telinga memerah. Alaska segera menenangkan. "Jangan panik, oke? Gue nggak bawa jaket-

" Kok bisaaa?!" Jinan berteriak panik. Napasnya tersengal. "Ini bahkan belom tanggalnya, Al!"

"Ya mana gue-

"Anjingggg... gue maluuu..." Jinan menutup wajah seraya menghentak-hentakan kaki ke lantai. Merengek-rengek tidak mau disentuh Alaska saat cowok itu menyuruhnya diam. "Diem! Gue lagi maluuu. Mending lo balik duluannn, cepet!"

"Tenang dulu, Ji. Gue jagain lo dari belakang asal lo tenang dulu-Jinan, denger gue."

Jinan berangsur diam dari tantrumnya saat Alaska memerintah tegas. Membiarkan Alaska menurunkan tangannya dari wajah dan menjelaskan pelan. "Gue nggak bawa jaket, jadi lo jalan pelan di depan gue. Cepet. Kita harus ke minimarket."

Jinan mau menangis! Tapi lebih takut jika Alaska lebih mengomelinya lagi. Akhirnya, mereka berjalan depan-belakang dengan jarak yang tipis. Untung sekolah sedang sepi meski ada beberapa orang yang dikenalnya menyapa dan memandang mereka bingung. Jinan menggigit bibir menahan malu. Dia malu karena hal yang memalukan ini malah dilihat Alaska! Entah akan taruh dimana wajahnya nanti.

"Tunggu sini. Gue beliin pembalut."

Jinan makin lemas mendengar Alaska berbicara begitu.

Alaska baru saja akan menutup pintu mobil, lalu kembali lagi dengan wajah bingung. "Ji."

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang