45

76 1 0
                                    

Acara sekolah begitu ramai.

Setelah selesai liburan semester, kini mereka mengadakan acara pentas seni tepat di semester baru. Panitia OSIS juga sibuk sana-sini mempersiapkan rundown, properti, guest star, dan banyak hal lain. SMA Gelora Bangsa selalu memiliki gebrakan baru di setiap acara mereka. Beberapa sekolah lain juga ikut memeriahkan acara mereka sebagai bentuk ikatan persaudaraan.

Juga sebagai salah satu alasan Alaska memilih pulang lebih awal dari Singapore. Kepala sekolah mereka meminta Alaska sebagai perwakilan murid berprestasi di bidang fotografi untuk maju dan dokumentasi bersama bapak gubernur. Padahal mama sudah memaksanya untuk mencari teman yang lain saja. Lagian alasan Alaska tetap kekeuh pulang ke Indonesia juga karena dia malas saja. Selain sedang sibuk mengurus portofolio, Alaska juga sibuk mengurus studio kecilnya sendiri.

Sesi foto sudah berlangsung sejak tadi. Murid-murid berprestasi memang dipanggil untuk diajak foto bersama. Banyak guru-guru yang mengucap banyak selamat atas keberhasilan mereka hingga sampai di kancah internasional karena tentu saja sebagai faktor untuk mempertahankan akreditas sekolah. Teman-temannya juga banyak mengucapkan pujian, apalagi gadis-gadis yang diam-diam suka membicarakan Alaska yang cuek sekali tapi begitu manis. Sebenarnya banyak dari mereka yang takut, tapi tidak dipungkiri mereka menyukai Alaska.

Begitu pula dengan Karel.

Lelaki itu banyak mendapat pujian dan salam cinta dari gadis-gadis di sekolah sebagai kapten basket paling keren. Kemenangan yang mereka bawa tentu saja menjadikannya lebih banyak penggemar. Begitu banyak hadiah, coklat, beberapa jajanan sampai followers Instagram yang semakin melejit. Karel hanya menanggapi mereka dengan senyuman ramah. Teriakan lebay semakin menjadi-jadi saja, mungkin karena senyuman Karel yang dipadukan dengan outfit-nya hari ini. Siapa yang tidak terpesona melihat kaus hitamnya dibalut track jacket dan topi hitam di atas kepala Karel? Fiuh.

"Kuy makan. Jajan dulu bisa kali?" Zidan tiba-tiba datang merangkul Alaska yang sudah selesai dengan sesi fotonya. Sekarang panggung diisi dengan tarian tradisional dari jurusan Bahasa.

"Bener, sob. Laper banget, gila. Gue belum sarapan." Salah satu teman mereka, Faris, juga ikut nimbrung. Kalau Faris ini termasuk cowok aneh, sih. Dia dari jurusan Bahasa tapi lebih sering nangkring di gedung IPA bersama Zidan and his friend. Jurusan Bahasa tapi lebih hapal astronomi, kuantum, hukum newton ketimbang membedakan konotatif dan denotatif di kelas.

"Udah nggak laper. Kalian aja," jawab Alaska. Kemudian mendecak sebal ketika Zidan mencubit pipinya.

"Halah, sok-sokan. Cepet dah, ayok." Tanpa babibu, Zidan langsung menggeret Alaska yang sudah tidak bertenaga melawan. Cowok itu tertawa-tawa melihat wajah sebal Alaska. Kadang-kadang dia gemas melihat wajah sahabatnya itu. Wajah kesal Alaska justru terlihat lebih lucu.

Alaska hanya pasrah ketika menemani Zidan menjelajahi setiap stan jajanan dan makanan, juga minuman. Cowok tukang makan itu bahkan tidak bosan mencobai satu-satu setiap stan di sana. Kadang Faris juga menjahilinya tapi Alaska sedang tidak bertenaga untuk mengomel.

Suara-suara gemaan acara pensi perlahan meredup ketika Alaska memasuki ruang studionya dan menutup rapat. Menyalakan lampu temaram hingga beberapa foto yang baru digantung terlihat terang di bawah sinar kecil. Seperti yang pernah dikatakan dulu, Alaska merasa jika merangkai foto-foto dari kamera analog melalui serangkaian manual adalah salah satu bentuk dari healing-nya. Meski dia punya belasan kamera canggih keluaran terbaru, serangkaian dari cuci foto tidak pernah Alaska tinggalkan. Karena dia rasa, ada makna tersendiri ketika mengolahnya satu-satu.

Suara pintu terketuk. Cowok itu agak berdecak. Dia yakin Zidan pasti sedang ingin mengisenginya lagi, maka dari itu ia mengabaikan.

Tapi ketukannya semakin bertambah, keras dan agak memaksa. Alaska menghela napas kasar, lalu membuka kunci dan menarik pintu.

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang