Jinan menatap Neli yang sedari tadi diam saja menatap suntuk pada buku besar. Persiapan SBMPTN. Ternyata gadis ini benar-benar serius untuk berkuliah. Mood Neli juga terlihat jelek, tidak ceria seperti biasa. "Kenapa lo?" tanya Jinan.
Helaan napas keluar dari mulut Neli. "Gue sebel." Bolak-balik dia membaca lembar demi lembar buku itu yang bahkan tidak dipahaminya. "Gue nggak semangat belajar kalo masuk kuliahnya bukan sesuai keinginan. Males banget, anjir."
Jinan mencoba mendengarkan seksama. Kalau sudah membahas perkuliahan, Neli memang sensitif. "Terus?"
"Tadi malem gue berantem lagi sama nyokap, debat masalah jurusan kuliah lagi. Capek anjir," dumelnya. Kali ini Neli menyandarkan punggung di kursi dengan malas. "Debat panjang banget sampe gue nggak ada teguran sama mama. Ya menurut lo aja, Ji, emangnya bisa jalanin perkuliahan di jurusan yang lo nggak mau? Di jurusan yang salah? Yang ada gue burn out, kuliah nggak bener, dan jadinya buang duit dan tenaga. Nyokap gue nggak pernah ngerti. Selalu deh, kakak gue aja tuh yang dibanggain. Sebel."
Jinan kasihan dengan Neli. Pasti sulit sekali jika menjadi anak yang belum memenuhi ekspetasi orangtuanya sendiri. "Gue nggak bisa kasih saran, Nel. Tapi gue ngerti sama perasaan lo. Gue juga nggak mau kuliahnya jadi berantakan gara-gara gue nggak suka."
"Ya makanya itu gue sebel karna nyokap selalu aja bawa-bawa pilihan ortu terbaik lah, inilah, itulah. Kan yang bakal kuliah itu gue, gimana, sih!" Neli mengacak rambut kesal. Wajahnya sudah memerah. "Mana Dandi ikutan ngomelin gue, bilangnya ikutin aja pilihan ortu, blablabla. Dukung gue kek, anjir."
Neli kesal karena sebagai pacar, Dandi malah tidak membelanya. Mentang-mentang tidak pusing dengan jurusan kuliah saja.
"Gue pengen hiburan, dah." Ni mengangkat wajah. "Sini ikut gue." Neli menarik tangan Jinan. Dia kira Neli akan membawanya ke kantin atau ke mana, tapi ternyata ke kelas IPS 1 di ujung sana.
"Ngapain, Nel?"
Neli tidak menjawab selain hanya masuk ke kelas yang ramai karena jam istirahat. Kelas ini didominasi laki-laki, membuat Jinan agak kikuk ketika beberapa dari mereka melihatnya terang-terangan dengan sungguh-sungguh. Beberapa dari mereka juha mention nama Aldo. Ternyata sudah sejauh ini namanya dikenal.
"Oi, Ram. Rama!" Neli msnepuk bahu Rama yang bermain kartu UNO tersebut.
Rama menoleh dengan setengah wajah yang sudah ditaburi bedak. "Lah, Nel? Ngapa manggil, gue lagi fokus ini!"
"Fokus, fokus." Neli mencibir. Cewek itu mendekat. "Klub nggak malam ini? "
Rama langsung melotot. "Anjing! Lo mau dugem?!"Neli melotot kecil. "Jangan teriak, bego!"
Rama memutar bola matanya bosan seraya menancapkan kartu seraya mengucap 'UNO' sehingga tersisa dua kartu di tangan. Lelaki itu menoleh lagi. "Napa tiba-tiba nanya? Lo mau ikut? Anjir, gue aduin cowok lo ya."
"Ya jangan bilang-bilang Dandi, anjir. Antara kita berdua aja dah. Minum lo gue yang traktir, asal bantu gue masuk." Neli memaksa sekali membuat Jinan tak berkutik. "Gue butuh hiburan. Lo kan sering maen di klub, tuh? Bantu gue lah."
"Ck, iye-iye, baweeeel. Malem nanti telepon gue udah."
Neli tersenyum senang seraya mengacungkan dua jempolnya. Kemudian pergi bersama Jinan yang masih terbingung-bingung. "Nel, li serius mau ke kelab malam? Itu kan nggak boleh, Nel. Emangnga lo pernah minum?"
Jinan hanya merasa Neli berbeda saja. Cewek itu terlihat sangat stres sampai seputus-asa ini, padahal dia sangat mengenali Neli. Gadis itu tidak akan mungkin menyentuh hal seperti itu. "Gue stres banget, Nan. Butuh sesuatu yang baru dan yang bisa ngasih itu cuma si Rama." Neli kali ini menatap Jinan dengan memohon. "Temenin gue ya, Nan? Pleaseee? Walaupun gue sok keras gini tetep aja takut kalo sendirian."
![](https://img.wattpad.com/cover/207812913-288-k360840.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
.niskala
Teen FictionHidup Jinan adalah sebuah perwujudan niskala. Abstrak. Tanpa tujuan. Penuh ketidakjelasan yang berarti. "Kamu adalah sebuah ilusi yang nyata, namun tak terkejar, tak tercapai, tapi benar adanya." Ketika ia dihadapkan dengan banyak hal, termasuk dua...