69

55 1 0
                                    

Pagi sekali Jinan sudah bangun. Dia kesulitan untuk mandi dengan benar tanpa meringis ketika air menetes di lukanya yang masih basah. Dengan semangat, dia memanggang dua tangkup roti berisi lapis keju dan daging kornet. Begitu hati-hati sekali Jinan memasaknya—jaga-jaga jika lukanya ikut tersundut. Alaska datang menjemputnya, dan sesuai tebakan Jinan, mereka akan berdiam diri selama perjalanan di mobil.

"Udah sarapan belum, Al?"

"Udah."

Jinan mengangguk. Ketika mobil terparkir sempurna di tempat parkir, Jinan belum beranjak. Gadis itu merogoh tas dan menyodorkan kotak bekal pada Alaska. Cowok di depannya hanya mengangkat alis samar seolah bertanya. "Kalo sempet dimakan, ya? Kan biasanya lo telat makan kayak kemarin.."

Alaska masih diam menatap lurus padanya.

"Kali ini harus mau." Jinan tersenyum menampilkan giginya. "Ini enak tau."

Alaska menerima dan menaruh dalam tas. "Thanks."

"Ada vitaminnya juga di situ."

"Iya." Jinan hanya diam memperhatikan Alaska, hingga cowok itu membuka suara duluan. "Lo nggak mau turun?"

Jinan mengerjap. "Oh, iya. Hehehe..." Gadis itu turun mendahului Alaska setelah mengucapkan terima kasih. Karena Jinan malu, dia langsung pergi duluan menuju kelas meninggalkan Alaska.

..

Tiba-tina saja Jinan jadi suka membantu Bu Dewi di perpustakaan. Bahkan saat senggang, dia sendiri yang meminta tugas pada Bu Dewi tentang apa saja yang perlu dilakukannya. Bu Dewi, sih, senang-senang saja jadi dia beliau bebas menikmati jam istirahat dengan menonton drama Korea.

Jinan mendata yang seperti dikatakan Bu Dewi sambil sesekali melirik pada meja ujung. Dia menutup seluruh wajah dengan buku yang sengaja didirikan seraya sesekali melirik objek yang duduk di sana. Huft, dia sebal karena punggung perempuan di depan Alaska begitu menghalangi pandangannya. Jinan berdecak, lalu menggeser duduknya agar pandangannya semakin terlihat. Dia padahal sudah rela membolos di jam terakhir demi bisa memperhatikan Alaska dari jauh.

Gadis itu langsung menunduk dan makin menutup wajahnya dengan buku saat Alaska nyaris melihatnya. Tapi ternyata tidak, Alaska masih fokus dengan laptop. Dia akan keluar dari persembunyian ini jika teman Alaska yang songong itu segera pergi supaya dia bisa berduaan! Masalahnya sangat sulit.

Tiga puluh menit terlewati, dia malah mengantuk karena suasana ruangan yang adem. Jinan membenamkan wajah di tangan, membiarkan buku menempel di kepalanya. Gadis itu tersentak saat merasakan tangannya diketuk pelan. Otomatis Jinan mendongak kaget.

Lalu lebih kaget lagi saat melihat Alaska berdiri di hadapannya dengan satu tangan tenggelam di saku celana. Menatapnya tanpa ekspresi. "Eh, Al..."

"Udah selesai nguntitnya?"

Jinan menarik napas seraya menegakkan tubuh, berusaha mengumpulkan kesadarannya. Lalu teringat dengan tujuannya itu. "Ah, anu..."

"Siapa yang nyuruh bolos?"

Jinan gelagapan. Kepalanya berpendar ke sekeliling perpus yang sepi, hanya ada Alaska dan dirinya. "Ta-tadi... Bu Dewi—

"Bu Dewi lagi rapat."

Jinan menggigit bibirnya. Terpergok gini malunya berkali-kali lipat karena ketahuannya dengan Alaska. "Gue... "

Alaska mengangkat alis samar, seolah menunggu jawabannya.

Jinan merogoh saku rok, lalu mengulurkan sekotak susu—lagi—pada cowok itu. "Mau kasih ini..."

Alaska hanya melirik, lalu kembali menatap Jinan. "Balik ke kelas."

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang