74

60 1 0
                                    

Jinan mengerjap canggung, menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Bolak-balik melirik pada Alaska dan Neli yang saling berdiaman. Neli yang menunduk takut dan Alaska yang menyorot Neli tajam. Semenjak mereka bertemu di kantin tadi, Alaska langsung menyuruh mereka duduk meski makanan sudah habis dan hendak pergi ke kantin.

"Eung... mau pesen minum lagi, nggak?" Jinan mencoba mencairkan suasana—meski tentu saja tidak bekerja sama sekali. Tubuhnya menegang saat Alaska meliriknya.

Neli melipat bibir takut seraya mengikis pinggir kuku. Dia tahu Alaska pasti akan memarahinya. Tentu saja, cowok itu sudah mengomel padanya tadi. "Jangan kasih tau mama gue ya, Al." Suaranya serak karena takut. "Gue salah karena bawa Jinan... tapi cuma Jinan yang nggak bakal cepu."

Meski terdengar ada pembelaan di sana, tidak berarti untuk Alaska. Tetap salah. "Siapa yang bawa kalian?"

"Rama. Tapi itu karena gue yang nyuruh kok, gue yang minta dia ngajakin gue, huhuhu..." Neli segera saja menatap Alaska dengan memohon. "Gue janji nggak akan aneh-aneh lagi, tapi jangan kasih tau mama gue ya? Apalagi kalo sampe Mas Ethan tau, gue bisa abis!"

Dibanding mama, Neli lebih takut lagi kepada kakak tertuanya, yaitu Ethan. Tidak pernah marah, tapi jika ada satu pemantik dosa maka Ethan pula yang memantik api lebih besar. "Gue nggak bakal ngadu sama mama lo atau Ethan. Urusan lo sama gue atau Dandi. Apalagi kalo ada lo, Jinan."

Jinan yang sedari tadi diam, langsung syok saat Alaska mention namanya lagi. "I-iya, Al.."

Oh, tambahkan satu lagi. Selain mama dan Ethan, tahta ketiga yang paling dia takuti kena amuk adalah Alaska. Cowok itu seperti ular—tenang dan diam, sekali marah Neli langsung keracunan. Sifatnya mirip sekali dengan Ethan. Neli menggigit bibir. "Gue kapok, bantuin baikan sama Dandi dong, Al... Tadi malem abis jemput gue, dia nggak mau bales chat atau telepon dari gue. Kita juga abis... marahan soalnya."

Alaska mengedik bahu cuek. "Nggak mau. Itu konsekuensinya. Ya kan, Jinan?"

Dua kali Jinan syok. Gadis itu mengangguk kaku. "I-iya, Nel, bener katanya Alaska." Gadis itu yang merasakan sendiri tadi pagi bagaimana Alaska sudah memarahinya. Nyaris saja Alaska memutusinya. Baru diancam saja Jinan takutnya bukan main.

Neli ingin menangis saja rasanya seraya menatap Jinan dengan wajah mengerut. "Lo diapain sama Alaska?"

Jinan meneguk ludah, lalu berbisik. "M-mau diputusin... udah diancem, hehe."

Mata Neli membulat syok. Pertama syok karena Alaska memberi ancaman seperti itu—dan itu membuatnya takut. Kedua, syok karena mereka beneran pacaran dan Jinan mengakuinya! "A-anjing??? Lo berdua pacaran beneran???"

Satu cubitan mendarat halus di paha Neli. Mengingatkan lewat mata jika Alaska masih menatap mereka berdua dalam diam. Neli langsung berubah lagi. "Oke kalo gitu. Gue balik." Alaska rasa sudah cukup. Dia sudah menegur Neli dan Jinan agar dua cewek itu tidak seenaknya saja. Neli mencoba merayunya lagi agar mau membantu baikan dengan Dandi. "Tanya Jinan gimana caranya." Kemudian cowok itu pergi.

Neli ingin menangis tapi dia lebih ingin menyumpahi Jinan. "Eh, gilaaa. Lo beneran pacaran??? Tuhkan apa gue bilang, anjirrr."

"Ck, fokus, Neli. Pikirin tuh lo ama Dandi."

Neli mengerjap lalu merengek. "Jinaaan, gimana caranya lo baikan ama Alaska? Gue udah bawain Dandi bekal, didatengin juga nggak ada di kelas. Salah gue juga, sih, chat sama telepon nggak dibales soalnya gue ngambek besar ama dia. Apalagi Rama yang ngadu tadi malem gegara gue tipsy berat. Gue harus ngapai lagi, huhuhu...."

Jinan meringis. Dia juha bingung sebenarnya. "Gue mohon-mohon, sih..."

Mata Neli langsung membulat. "Gila lo?!" Cewek gengsi tinggi sepertinya mana mau mohon-mohon!

.niskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang