Setelah beberapa hari di rumah sakit akhirnya Karina di bolehkan pulang. Tentu saja tidak sendiri, kali ini dia pulang dengan bayinya. Karina tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya. Dia bahagia tentu saja, bayi yang awalnya akan di gugurkan itu akhirnya dia pertahankan sampai si tampan itu lahir ke dunia yang mungkin akan menjadi tempat paling kejam.
Karina mencoba untuk tidak memikirkan apa pun. Bayinya sudah lahir dengan selamat dan dia juga baik-baik saja. Bahkan semua kebutuhan putranya di tanggung Ardhani, Ayahnya. Ya, harusnya Karina tidak perlu memikirkan hal yang tidak perlu. Sayangnya dia tidak bisa seperti itu, Karina perempuan yang terlalu memikirkan hal yang seharusnya dia abaikan.
Ada banyak hal yang dia takutkan. Bahkan kali ini lebih mengerikan setelah putranya lahir. Karina memikirkan hubungan Ardhani dengan Jesica yang sepertinya baik-baik saja. Dia bersyukur akan itu, tapi setiap kali Karina menanyakan soal hubungan mereka kepada Ardhani, laki-laki itu seakan tidak ingin membahasnya. Tidak tahu kenapa. Kalau hanya untuk menjaga perasaannya itu tentu tidak perlu. Karena Karina sendiri tahu siapa dia dan apa posisinya. Dia hanya kebetulan seorang perempuan yang hamil dan melahirkan anak Ardhani saja.
Kedua, dia memikirkan masa depan putranya. Walau semua kebutuhannya sudah di tanggung oleh Ayahnya. Dan mereka juga kompak mengasuh bersama meski tidak dalam status yang seharusnya. Tetap saja, suatu saat anaknya akan bertanya soal hubungan mereka. Dan saat itu tiba, Karina tidak tahu apa yang akan dia katakan nantinya.
"Hai Rin."
Karina menoleh, dia tersenyum melihat temannya datang. Dan tidak sendiri, dia datang bersama putrinya. Sepertinya mereka baru kembali dari sekolah.
"Kamu baru balik dari sekolah?" tanya Karina. Melirik ke arah Naura yang sedang di gandeng Ersa. Anak kecil itu tersenyum, lirikannya seakan mencari-cari sesuatu.
Ersa mengangguk. "Ya," jawab Ersa. "Anak ini tidak sabaran. Dia ingin kemari dan bertemu adik barunya."
Karina tersenyum. "Naura ingin bertemu adik bayi?"
Naura mengangguk. "Ya Aunty. Di mana adik bayinya?" tanya Naura bersemangat.
Ersa berbisik. "Jangan berisik. Itu adik bayinya sedang tidur."
Naura menaikkan kedua alisnya. Anak kecil itu menjinjitkan kakinya untuk bisa melihat ke arah bayi Karina yang tertidur lelap di dalam box bayi. Tidak lama senyumnya memudar.
"Yah, adik bayinya tidur. Naura tidak bisa melihatnya," gumamnya, sedih.
Karina terkekeh. "Kenapa tidak bisa? Kalau Naura ingin melihatnya tentu saja boleh. Asal jangan di cubit ya, nanti adik bayinya menangis."
Wajah sedih itu langsung bersinar lagi. "Benar boleh?"
"Ya, asal jangan mencubitnya," sahut Ersa.
"Tentu saja Naura tidak akan mencubitnya. Naura anak baik," balas Naura.
Ersa dan Karina terkekeh geli. Ersa lalu menggendong Naura untuk mengantarkan putrinya itu ke arah Box Bayi dan melihat ke dalamnya. Bayi tampan itu sedang tertidur lelap sekali, bahkan dia tidak terganggu dengan suara berisik mereka.
"Bagaimana? Tampan kan?" tanya Ersa kepada Naura yang sedang berada di dalam gendongannya.
Naura mengangguk. "Ya, tampan sekali." Naura tersenyum lalu melirik ke arah Karina. "Siapa namanya Aunty?"
Karina tersenyum. "Aunty belum memberikannya nama."
"Kenapa belum diberikan nama?" tanya Naura ingin tahu.
Ersa mendesis. "Ish, tidak usah tahu ya anak kecil."
Naura menggembungkan pipinya. "Naura sudah besar. Sudah sekolah dan sudah bisa makan sendiri."

KAMU SEDANG MEMBACA
Limerence (TAMAT)
RomanceKarina harus menerima pil pahit ketika Dokter memberi tahu bahwa dirinya positif hamil. Fakta tentang kehamilan yang terjadi karena one night stand juga atas kesalahannya membuat Karina berantakan. ** Semuanya berawal ketika malam itu. Di mana Ardha...