36

549 90 10
                                    

Jeongyeon terkekeh sinis mendengar ucapan Nayeon, "Talak? Kenapa aku harus mengucapkan talak padamu? Aku tidak pernah menganggapmu istriku. Jadi aku tidak perlu mengucapkan talak padamu..."

Bagai petir menyambar di siang bolong, Nayeon bergetar mendengar ucapan suaminya itu. Matanya yang sudah bengkak karena terlalu banyak menangis itu harus kembali dipenuhi cairan bening. Namun, Nayeon menahannya sekuat tenaga dan memilih menutupinya dengan senyumannya.

Ya, itu benar... Kenapa jeongyeonku harus mengucapkan talak padaku? Jeongyeonku tidak pernah menganggapku sebagai istrinya.

"Baiklah, aku akan selalu berdoa agar kau mendapatkan kebahagiaanmu. Selamat tinggal..." ucap Nayeon dengan suara bergetar lalu beranjak meninggalkan jeongyeon yang masih mematung di ambang pintu kamarnya.

Nayeon pun kembali ke kamarnya dan membaringkan tubuh di kasur lipatnya. Dikamar itulah Nayeon terus menangis, berharap air matanya habis malam itu dan mengering, sehingga di hari berikutnya dia tidak akan lagi punya daya untuk menangis.

Jeongyeonku, aku sangat membutuhkanmu untuk memelukku malam ini. Aku benar-benar tidak kuat lagi untuk bertahan. Aku ingin menyerah dan melepaskan diriku dari kesakitan yang akan membunuhku perlahan ini.

Sementara jeongyeon di kamarnya sedang merenungi nasibnya. Kehilangan nala benar-benar membuatnya terpuruk. Dia menghubungi mina dan menanyakan kembali informasi tentang nala.

Setelah bicara dengan dahyun, dia meminta mina dan Chaeyoung untuk mencari informasi tentang nala. Dia ingin melihat sendiri bagaimana nala menjalani hari-harinya dan tidak ingin nala-nya hidup kekurangan. Dia ingin memastikan nala hidup dengan baik bersama suaminya.

Di lain tempat, seulgi sedang berada di sebuah ruangan yang temaram. Hanya ada satu lampu yang menyala untuk menerangi matanya yang sedang membaca sebuah buku.

Seulgi membaca buku harian yang dia berikan untuk Nayeon. Dia membaca lembar demi lembar buku itu dengan berderai air mata. Nayeon bukan hanya menuliskan apapun gejala yang di alaminya, namun dia juga menuangkan seluruh perasaan cintanya pada jeongyeon ke dalam buku itu. Seulgi pun terfokus pada satu nama seseorang yang sangat dikenalnya yang tertulis dalam buku itu.

"jeongyeon?" gumam seulgi yang dipenuhi pertanyaan dalam benaknya. Apakah jeongyeon yang di maksud dalam buku itu adalah jeongyeon yang sama.

"Gadis bodoh... Kenapa kau begitu terpenjara oleh cintamu pada seseorang yang tidak pernah menginginkanmu?" gumam seulgi

Seulgi menyeka air matanya dengan tissue, ketika tepukan tangan seorang wanita di bahunya membuyarkan lamunannya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya wanita yang menjadi istrinya itu.

"Aku tidak apa-apa, irene..." jawabnya. Wanita itu kemudian duduk di depan suaminya itu.

"Apa itu buku milik Nayeon?" tanya irene saat melihat buku di tangan suaminya.

"Iya, ini catatannya," dia menghela napas panjang, "Kau tahu rene, dia memenuhi buku ini dengan nama suaminya. Gadis kecilku yang malang, aku benar-benar ingin menghajar laki-laki bodoh yang menjadi suaminya itu. Dia bahkan tidak menyadari bahwa Nayeon sedang berjuang melawan mautnya," ucapnya dengan suara lirih.

Wanita itu kemudian bangkit dari duduknya lalu memeluk sang suami. Seulgi pun menangis dalam pelukan wanita itu, "Bukankah Nayeon menyembunyikan sakitnya dari suaminya?"

"Iya, irene... Dia tidak mau membebani siapapun. Dan aku... Aku sudah gagal! Aku kalah, gadis kecilku sekarat dan aku tidak bisa berbuat apa-apa untuknya."

"Kau tidak gagal, kau sudah melakukan semua yang kau bisa untuk menjaga Nayeon agar tetap hidup. Jika takdir menginginkan yang lain untuk Nayeon, itu bukan salahmu. Bukankah dia akan tetap menjadi adik kesayangan kita?"

[END] PRISON OF LOVE || 2yeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang