43

603 86 8
                                    

Dua minggu sudah Nayeon menghilang, jeongyeon terus mencarinya tanpa henti. Mina yang mengerahkan seluruh bawahannya untuk mencari tidak juga membuahkan hasil. Chaeyoung pun begitu.

Nayeon hilang bagai ditelan bumi. Tidak ada jejak atau info sekecil apapun tentang keberadaannya. Bahkan mereka telah melibatkan kepolisian untuk mencarinya. Namun, semua usaha pencarian itu seakan sia-sia.

Iklan pencarian pun kembali beredar ke seluruh pelosok negeri. Barang siapa yang menemukan atau bisa menginformasikan keberadaan Nayeon lavanya akan diberikan imbalan dalam jumlah besar. Telah banyak orang yang mengaku melihat Nayeon, namun tak ada satupun yang terbukti benar.

Siang itu, seulgi datang mengunjungi jeongyeon di rumah sederhananya. Dengan membawa sebuah buku di tangannya, pria itu memasuki rumah yang pintunya tidak pernah ditutup. Jeongyeon selalu membuka pintu rumah itu, berharap Nayeon segera pulang.

Jeongyeon sedang termenung di dalam kamar Nayeon ketika dia mendengar suara laki-laki memanggil namanya. Dengan langkah gontai, jeongyeon menyeret kakinya menuruni tangga. Seulgi berdiri di bawah sana menunggu adiknya itu.

"Ada apa? Kenapa kau kemari?" tanya jeongyeon yang masih berdiri di anak tangga pertama.

Seulgi kemudian memilih duduk di sofa, meletakkan buku itu di pangkuannya. "Duduklah dulu, ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu."

Jeongyeon pun melangkah mendekat, lalu duduk di sofa itu. Seulgi memandangi wajah jeongyeon yang tampak lesu dan pucat, dengan bulu halus yang tumbuh di sekitar wajahnya. Sejak Nayeon menghilang, dia tak lagi memperhatikan penampilannya.

Seulgi kemudian meletakkan buku itu ke atas meja dan menggesernya ke hadapan jeongyeon. "Apa itu?" tanya jeongyeon yang menatap buku itu dengan perasaan bingung.

"Ini buku catatan Nayeon," ucap seulgi. "aku memberikan buku itu padanya beberapa bulan lalu. Aku memintanya mencatat semua gejala yang dia alami di dalam buku itu. Kau simpanlah buku itu, mungkin kau juga harus membacanya."

Jeongyeon meraih buku itu dengan tangan bergetar, lalu membuka lembar pertama. Di sana tertera nama Nayeon Lavanya yang ditulis dengan tinta berwarna emas diikuti sebuah kalimat di bagian bawahnya.

Tersenyumlah, Nayeon... Tuhan mencintaimu lebih dari yang kau tahu...

Sebelum kau mengeluhkan rasa makananmu, pikirkanlah orang lain yang bahkan tidak punya apapun untuk dimakan.

Jeongyeon mengusap tulisan itu dengan jarinya, matanya kembali dipenuhi cairan bening. Dia merasa seakan tidak sanggup membaca isi dalam buku itu. Catatan harian dimana Nayeon menuliskan setiap kesakitan yang membelenggunya.

"Simpanlah buku itu..." ucap seulgi seraya bangkit dari duduknya. "Aku pergi dulu, aku harus segera ke rumah sakit." seulgi menepuk pundak jeongyeon beberapa kali sebelum akhirnya melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu.

Tinggallah jeongyeon sendiri dengan buku milik Nayeon yang berada di tangannya. Dia lalu membuka catatan pertama yang Nayeon tuliskan. Saat itu, jeongyeon mengusirnya dari rumah karena mengira Nayeon memanfaatkan kepergiannya keluar kota dengan bersenang-senang. Padahal saat itu, Nayeon dirawat di rumah sakit.

Aku berdarah...

Bukan fisikku yang terluka, tapi hatiku.
Darah yang mengalir ini tidak berarti, lukaku tidak seberapa.
Aku hanyalah seorang pengemis yang memohon pada takdir untuk dikasihani.

Jeongku... Maafkanlah aku...
Hatiku yang lemah ini tidak berdaya untuk jauh darimu.
Aku bisa kuat menahan sakitku ini, tapi untuk jauh darimu aku tidak akan sanggup walaupun hanya satu detik.

[END] PRISON OF LOVE || 2yeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang