Nayeon berbaring di tempat tidur dengan kondisi fisiknya yang masih lemah, matanya menatap nanar langit-langit ruangan itu. Sekelumit bayang-bayang masa lalu menari-nari di benaknya.
"Kenapa aku merasa melupakan sesuatu?" gumamnya seraya mengingat hal apa yang sedang dia lupakan. "jeong...jeong... Jeongyeon... " Nayeon menggumamkan nama itu berkali-kali, mencoba mengingat nama yang pernah disebutkan oleh kakak dokternya, nama itu terasa sangat familiar di telinganya. "Siapa dia?"
Semakin Nayeon berusaha mengingat nama itu, semakin kepalanya terasa pusing. Gadis itu kemudian memejamkan matanya. Berusaha menghilangkan nama itu dari pikirannya.
Dia kemudian teringat mimpinya yang datang setiap malam dan membuatnya ketakutan saat terbangun di pagi hari. Mimpi tentang seorang pria yang menembaknya dan membuatnya harus hidup dalam batasan selama bertahun-tahun. Seorang pria yang membuatnya harus mengubur semua mimpinya. Semakin Nayeon ingin melupakan pria itu, kebenciannya semakin membesar.
Sayang sekali aku tidak bisa mengingat wajah orang itu. Seandainya saja aku bisa mengingatnya dan menemukannya suatu hari nanti, aku akan membalas semua perbuatan jahatnya padaku. Nayeon membatin.
Tanpa dia sadari, sepasang mata sedang menatapnya dari balik pintu yang terbuka setengah dengan senyum tipis yang menghiasai wajahnya. Jeongyeon boleh bernapas lega, sang istri tercintanya telah sadar dari koma. Meskipun sekarang kondisinya masih lemah, namun setidaknya bisa dikatakan Nayeon telah lolos dari maut.
Sejak Nayeon tersadar dari komanya, jeongyeon hanya dapat mengawasinya dari jauh karena setiap dia melihat jeongyeon, Nayeon akan menjerit histeris dan ketakutan.
Tiba-tiba tepukan tangan seseorang mengagetkan pria itu."Kak irene, mengagetkan saja!" ucap jeongyeon seraya mengusap dadanya.
"Kenapa kau mengintip di sini?" tanyanya, lalu ikut mengintip ke dalam sana.
Jeongyeon kemudian sedikit menjauh dari pintu, "Aku hanya bisa menatapnya dari jauh, beberapa hari ini dia histeris jika melihatku. Makanya aku diam-diam mengawasinya. Aku tidak mau dia kabur lagi."
Ada rasa iba menjalar di hati wanita itu melihat betapa adik iparnya itu memendam kerinduan pada sang istri. Irene belum pernah melihat jeongyeon sedih seperti sekarang ini.
"Bersabarlah, keadaan ini hanya sementara, Nayeon pasti akan kembali mengingatmu suatu hari nanti. Kau lihat, dalam beberapa hari dia sudah ingat banyak hal, termasuk meninggalnya ayahnya. Aku datang untuk memberitahunya bahwa beberapa hari lagi dia bisa pulang. Aku akan mengajaknya tinggal bersama kami," tutur irene diikuti anggukan kepala oleh jeongyeon
"Aku akan menunggu dengan sabar."
"Baiklah, aku akan menemui Nayeon dulu." irene kemudian masuk kedalam ruangan itu membuyarkan lamunan gadis polos itu. "Kak irene..." Nayeon bangun dari posisi berbaringnya lalu memeluk wanita yang sudah dia anggap kakaknya itu. "Aku sangat merindukanmu, Kak..."
"Bagaimana keadaanmu, peri kecil?" tanya irene membuat Nayeon tersenyum, irene dan seulgi masih memanggilnya dengan nama peri kecil, walaupun Nayeon bukan lagi seorang gadis remaja berusia 15tahun.
"Aku merasa lebih baik..."
Irene kemudian menggenggam tangan gadis polos itu, lalu membelai wajahnya yang masih pucat. "Kau bisa pulang beberapa hari lagi. Kau mau kan, tinggal bersama kami? Yeri pasti akan sangat senang bertemu denganmu."
"yeri?" tanya Nayeon dengan wajah bingung.
"Anakku. Dia sekarang sudah besar. Dulu kau kan sering bermain dengannya." Nayeon berusaha mengingat nama yeri yang disebut irene
"Ah, aku ingat." ucap Nayeon dengan senyumannya. Dia ingat dengan yeri, anak perempuan irene dan seulgi yang dulu sering bermain dengannya saat irene membawanya ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] PRISON OF LOVE || 2yeon
Romance📢 SEDIKIT MENGANDUNG BAWANG !!! Demi menghindari perjodohan dengan seorang pria yang merupakan mafia, ia menjebak seorang montir dan memaksa menikahinya. Tanpa disadari olehnya, bahwa sang montir ternyata adalah bekas seorang bos mafia. Bukannya b...