75

507 79 3
                                    

Jeongyeon membawa Nayeon untuk berbaring di tempat tidur lalu kembali mengusap perutnya. Senyum terbit dari sudut bibirnya ketika merasakan gerakan aktif dari dalam perut itu.

"Sepertinya dia senang saat aku menyentuhnya. Kau lihat? Dia terus bergerak," ucap jeongyeon dengan wajah berbinar.

Nayeon memandangi wajah jeongyeon tanpa berkedip, lalu membelai wajahnya dengan lembut. "Sayang, aku mencintaimu," bisik Nayeon.

Jeongyeon tersenyum mendengar bisikan itu lalu mendaratkan kecupan di kening. "Aku juga..."

"Tadi kau bilang, kau pulang untuk mengatakan sesuatu. Apa itu?" Nayeon bertanya tanpa melihat ekpresi wajah sang suami yang sudah berubah. Dia membenamkan wajahnya di ceruk leher jeongyeon, dan menghirup aroma tubuh yang baginya sangat wangi.

"Sebenarnya... Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi kau..." jeongyeon menggantung ucapannya. Memikirkan akan seperti apa reaksi Nayeon jika tahu apa yang kemungkinan akan terjadi padanya. "Kau percaya padaku, kan?" tanya jeongyeon seraya mengeratkan pelukannya.

"Sangat!" jawab Nayeon singkat.

Jeongyeon melepaskan pelukannya sejenak, lalu menangkup wajah sang istri. "Kedepannya, apapun yang kau dengar tentang aku, tetaplah untuk percaya padaku. Aku hanya milikmu, selamanya. Kemanapun aku pergi, pada akhirnya aku akan tetap kembali padamu. Kau tahu kan, kau adalah rumahku, kau adalah satu-satunya tempatku pulang!"

Nayeon menatap jeongyeon dengan mata berkaca-kaca, kalimat yang diucapkan jeongyeon seolah seperti sebuah kalimat perpisahan baginya.

"Kenapa kau bicara begitu? Memang kau mau kemana? Kau tidak boleh kemana-mana! Kau sudah berjanji akan selamanya bersamaku, kan?

"Aku tidak akan kemana-mana, Sayang! Aku akan selalu ada untuk menjaga dan melindungimu." jeongyeon kembali memeluknya. Kali ini Nayeon tidak dapat membendung air matanya. Perasaannya semakin campur aduk mengingat mimpi buruknya semalam. Jeongyeon menghapus air mata yang mengalir di wajah Nayeon.

"Janji?"

"Aku berjanji. Tapi kau juga harus berjanji satu hal padaku," ucap jeongyeon dengan mengusap rambut sang istri.

"Apa?"

"Jadilah wanita yang kuat. Kau harus menjadi ibu yang kuat untuk anakku. Kau mau berjanji untukku, kan?"

"Kenapa... Aku merasa kau sedang mengucapkan kalimat perpisahan?" Nayeon melepaskan tangannya yang melingkar di tubuh suaminya, lalu menatap dalam-dalam wajahnya.

"Tidak, Nayeonku... Aku tidak mengucapkan kalimat perpisahan. Karena kita tidak akan pernah terpisah. Kau lupa kita adalah dua orang dengan hati yang sama?"

Dan, ucapan jeongyeon itu menerbitkan senyum di wajah sang istri, "Baiklah. aku berjanji! Aku akan jadi ibu yang kuat untuknya."

"Baguslah! Aku sangat mencintaimu!" jeongyeon memberi kecupan mesra di bibir, lalu kembali memeluk sang istri.

Jeongyeon terus memeluknya, sambil membelai rambut panjang itu, sesekali mengusap perut sang istri dan menunggu gerakan menendang bayinya. Hingga akhirnya, Nayeon tertidur dalam pelukannya. Jeongyeon membelai wajah Nayeon yang sudah tertidur itu dengan penuh kasih sayang dengan matanya yang berkaca-kaca.

Maafkan aku, Nayeon! batin jeongyeon

Setelah puas memandangi wajah sang istri, jeongyeon mengecup kening, mata, dan seluruh bagian wajah lainnya, lalu mengecup perut buncit Nayeon dan berbisik, "Maafkan ayah, Nak! Jadilah anak yang kuat untuk ibumu."

Jeongyeon pun beranjak dari pembaringan dan meninggalkan Nayeon yang masih tidur.

Saat menuruni tangga, bersamaan dengan Bibi lita yang baru akan menapaki anak tangga. Wanita paruh baya itu menghentikan langkahnya ketika melihat tuannya menuruni tangga.

[END] PRISON OF LOVE || 2yeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang