Bab 4| Meminta Izin

189 61 2
                                    

"Dad, apakah aku boleh menikah?" tanya gadis remaja yang kini tampak serius menatap ke arah sang ayah.

Parvez yang mendengar pertanyaan aneh yang secara mengejutkan dari putri nya tentu saja membuat nya hanya menatap bingung pada putri bungsunya itu.

"Bisa kau jelaskan padaku, mengapa kau meminta izin padaku seperti itu? Apakah kau memiliki pasangan? Mengapa Daddy tak pernah melihatnya?"

Pertanyaan bertubi tubi Parvez tanyakan pada putri bungsu nya itu.

Misca tak langsung menjawab langsung pertanyaan sang ayah, melainkan ia melihat dengan baik bagaimana raut wajah Parvez terlebih dahulu.

Jujur saja raut wajah Parvez saat ini sulit di definisikan oleh nya.

Baru pertama kali nya ia melihat raut wajah itu dari ayah kandungnya.

"Kau tak menyukai nya Daddy?" tanya Misca pada akhirnya pada Parvez yaang tak merelakan gadis kecil nya jatuh ke pelukan laki laki yang tak ia kenal.

Jujur saja Parvez akan lebih mudah untuk nya jika ia mengatakan 'Ya' pada Misca, terlebih usia Misca yang masih terbilang muda, walaupun jangan salah di balik usianya yang muda, gadis itu mampu mendirikan sebuah badan perusahaan yang memiliki misi untuk kemanusiaan.

Cukup unik bukan?

Jika manusia pada umumnya cenderung lebih ambisius dalam meningkatkan kekayaan dirinya sendiri, tanpa mementingkan hal hal yang berbau kemanusiaan, maka tak dengan gadis itu.

Misca Jharna Johanson lebih menyukai hal hal yang dapat membantu sesama manusia. Hati yang tulus seperti tanpa noda itulah yang dapat di gambarkan untuk gadis berusia 22 tahun tersebut.

Lalu bagaimana bisa berita miring sebelumnya dapat tersebar kebalikannya, sehingga mengatakan bahwa Misca adalah anak yang di buang oleh Parvez?

"Dad, aku menemukan seseorang yang membutuhkan ku," ujar Misca pada akhirnya pada Parvez secara terus terang.

"Apa maksudmu sayang, mengapa kau mengatakan seperti itu? Bukankah kau sudah mempunyai Daddy yang membutuhkan dirimu? Kau masih terlalu dini untuk menikahi seseorang, apalagi Daddy belum mengenal nya."

Kali ini tanpa sadar Parvez mulai sedikit demi sedikit terbuka akan apa yang ada di dalam pikirannya yang belum terucap sebelumnya.

Misca menghela nafasnya pelan.

"Dad, aku tahu kau sangat menyayangiku, untuk itu kau mengatakan bahwa kau membutuhkanku, tetapi kurasa kakak kakak ku lebih membutuhkan mu, bukankah kau berjanji akan selalu membahagiakanku dengan memperbolehkan ku untuk memutuskan hal yang menurut ku benar bukan Dad?"

Seketika Parvez terdiam. Kali ini ia seperti menjilat ludah nya sendiri. Ia tak menyangka bahwa putri nya akan membalikan keadaan dengan mudah nya.

Jika seperti ini bagaimana bisa ia menolak permintaan putrinya itu?

Bukankah jika putrinya mengatakan seperti itu artinya gadis itu merasa akan bahagia dengan pernikahan yang baru saja ia katakan bukan?

Parvez tampak berfikir keras dengan hal yang baru saja ia dengar tersebut. Pria paruh baya itu mengambil nafasnya dalam dalam dan menghela nya secara perlahan.

Ia harus bersikap bijak, tak boleh gegabah dalam mengambil sebuah keputusan yang menjadi sangat riskan seperti sekarang ini.

"Baiklah kalau itu mau mu, maka Daddy tak dapat menolak nya, tetapi ingat bukan berarti Daddy akan lepas tangan begitu saja, jika seandainya Daddy tahu bahwa kau tak bahagia dengannya, maka Daddy akan maju lebih dahulu melindungimu."

Misanthropy Vs Philanthropy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang