Bab 44| Program Beasiswa

57 31 0
                                    

Setelah lebih dari setengah jam saling berkomunikasi lewat telefon dengan suaminya, Misca akhirnya memutuskan telefonnya tersebut, lantaran beberapa kali Misca mendengar bahwa Josh yang entah berada di ruangan suaminya atau di luar ruangan mengatakan bahwa 'rapat akan segera di mulai' dan karena hal itu sebagai istri yang baik dimana tak ingin mengganggu suaminya bekerja, Misca memutuskan untuk menyudahi telefon dengan Philip, walaupun sebelum ia benar benar memutuskan telefonnya sang suami terdengar sedikit mengumpat pada Josh.

Seulas senyum dan kekehan pelan keluar begitu saja dari belah bibirnya. Oh ayolah ia merasa senang kerap kali mendengar suara suaminya itu, terlebih setelah sore panas yang cukup panjang antara dirinya dan sang suami kala itu.

(Ringtones)

"Astaga! Apakah ia benar benar merindukan ku sehingga ia menghubungi kem-"

Misca menggantungkan kalimat nya setelah mendapati nama yang tertera pada layar hanphonenya itu.

"Daddy?" lirih Misca pelan menyadari bahwa bukan suaminya lah yang menelfonnya.

Tanpa berlama lama berfikir panjang, Misca segera mengangkat telefon dari sang ayah tercintanya.

"Hallo my princess," ujar Parvez yang terdengar merindukan Misca.

"Hallo Daddy, apakah Dad baik baik saja selama aku tak berada di sampingmu menjadi bayang bayang mu?" lirih Misca yang mulai sedikit menggoda sang ayah.

Parvez yang mendengar pertanyaan dari Misca mendadak mellow. Sungguh ia benar benar merindukan putri kecil nya yang selama ini selalu ada untuknya. Rasanya jika ia bisa mengulang waktu, ia ingin sekali mencoba menghentikan proses pernikahan yang di langsung kan di antara Misca dan Philip.

Hanya saja ... tak mungkin!

Hal yang sudah terjadi, tak mungkin dapat di putar kembali.

"Aku merindukan putri kecilku, selama kau tak ada Daddy terpaksa harus terbiasa dengan sarapan sendiri, walaupun terkadang kami berkumpul jika Brady yang memulai nya, tetapi tetap saja Dad merasa ada yang hilang karena kau tak ada disini."

Misca yang mendengar kalimat dari Parvez tersebut, tentu saja merasa tak enak hati dengan hal itu.

Perasaan Misca yang cukup sensitif dengan hal semacam itu membuat dirinya dapat merasakan apa yang tengah di rasakan oleh Philip.

"Ba--"

Belum sempat Misca mengungkapkan apa yang ingin ia utarakan pada Parvez. Sang ayah sudah lebih dahulu bertanya pada Misca mengenai hal yang ada di dalam pikirannya.

"Tak bisakah kau kemari mengunjungi Daddy?" lirih Parvez yang terdengar seperti memohon.

"Tentu saja! Jika aku sudah pulang bekerja dan di jemput oleh Benny, aku akan mengatakan padanya untuk mengantarkan ku ke rumah Daddy terlebih dahulu," lirih Misca dengan cepat mengambil keputusan atas pertanyaan yang baru saja di tanyakan oleh Parvez.

"Benny? Siapa Benny?" tanya Parvez yang cukup bingung dengan perkataan Misca.

Misca menepuk keningnya pelan. Ia lupa bahwa sang ayah tak mengenal Benny, yang dimana merupakan supir dari Philip.

"Nama supir dari Philip, suami cukup posesif dan selalu mengkhawatirkan ku sehingga aku tak di perbolehkan membawa mobil ke kantor, untuk itu Benny akan mengantar jemputku sekarang."

Parvez ber-oh ria mendengar penjelasan dari Misca yang menurut nya sangat wajar jika suami dari putri nya akan memanjakan demikian, paling tidak Parvez dapat sedikit tenang mengetahui bahwa nyatanya suami dari putri kesayangannya itu benar benar memperlakukan Misca dengan baik.

Misanthropy Vs Philanthropy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang