"Philip?" lirih Misca pada suaminya yang tak juga mendengar jawaban dari Philip atas pertanyaan nya itu.
Seulas senyuman yang sulit di artikan kini justru terlihat dari wajah Philip ketika melihat wajah sang istri yang sangat menantikan jawaban dari nya itu.
"Mengapa kau justru tersenyum?"
Jujur saja Misca tak mendapatkan sebuah clue atas respon yang kini di berikan oleh Philip.
"Keinginan mu terkabul sayang," ujar Philip sembari mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut kening Misca.
Sebuah kecupan manis mendarat begitu saja di kening Misca.
Tangan Misca yang tergeletak pada ranjang nya kini Philip angkat menuju perut Misca sendiri.
"Di dalam sini ada bayi kita," ujar Philip penuh rasa bangga.
Pecah sudah tangisan Misca seketika. Suatu kejutan yang tak pernah ia bayangkan untuk ia dengar hari ini.
Rasa sakit yang sempat ia rasakan seketika menguap, dan Misca tak mempedulikan rasa sakit itu kembali.
Ia benar benar senang mendengar kan berita itu.
"Kau tak sedang mengerjaiku bukan? Aku benar benar akan memiliki bayi kecil yang menggemaskan?" lirih Misca kembali berusaha memastikannya pada Philip, suaminya.
Philip tentu saja tak akan berbohong jika menyangkut hal semacam itu, bagaimanapun juga berita itu adalah berita yang ia sukai.
Misca menangis sejadi jadinya. Tangisan itu bukanlah tangisan kesedihan, melainkan tangisan kebahagiaan karena pada akhirnya mereka akan menjadi sebuah keluarga yang utuh.
"Sudah sayang jangan menangis seperti ini, bagaimana jika bayi kita merasa bahwa ibu nya menangis karena tak menginginkannya?" lirih Philip asal berharap gadis itu menyudahi tangisannya.
Benar saja tepat seperkian detik atas perkataan Philip, tangisan Misca berhenti total.
"Kau jahat, mengapa mengatakan seperti itu pada bayi kita? Aku menyukai nya mengapa aku bisa dibilang tak menginginkannya? Aku justru sangat menginginkannya."
Jika saja ia tak ingat bahwa istrinya terlalu naif, maka dapat di pastikan ia telah terpingkal mendengarnya. Namun apa daya Philip yang sangat hafal betul tingkah sang istri, kini berusaha sedemikian mungkin tetap tenang dan berwibawa tentunya.
"Aku tak jahat sayang, aku tadi hanya menasihati, karena kau tak henti hentinya menangis."
Misca mempoutkan bibir nya lucu ketika mendengar ucapan itu.
"Apakah ada kalimatku yang salah?" lirih Philip pada Misca.
Gelengan pelan Philip lihat sebagai jawaban dari Misca.
"Philip, aku ingin pulang."
Kalimat itu yang justru keluar dari belah bibir Misca.
Philip langsung menggelengkan kepalanya. Pemuda itu tentu saja tak menyetujui perkataan Philip lantaran jika menyetujui perkataan Philip itu artinya ia membiarkan Misca begitu saja padahal kondisi Misca sudah jelas dalam keadaan tidak baik.
Misca menatap penuh Philip dan berusaha sebisa mungkin terlihat dapat di kasihani oleh Philip.
"Mengapa kau tak kasihan pada diri mu sendiri? Apakah kau tak ingat bahwa bayi kita perlu istirahat? Bukankah kau akan lebih baik jika berada di sini?"
Sebuah kalimat yang seakan sengan tegas tak mengisyaratkan Misca untuk pulang terlebih dahulu.
Melihat jawaban Philip yang jauh dari kata persetujuan, pada akhirnya Misca membiarkan keputusan Philip tersebut, lagi pula Philip adalah kepala keluarga di dalam keluarga kecil nya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misanthropy Vs Philanthropy [END]
RomanceBlurb : Pernahkah kalian menyadari bahwa ada segelintir orang yang menganggap bahwa manusia hanyalah pengganggu, dan penuh kemunafikan? Manusia umum nya tentu saja akan bergantung satu sama lain dengan manusia lainnya, karena bagaimanapun juga man...