Tiga bulan berselang, Rony dan Salma hidup dalam bayang-bayang perjodohan yang absurd. Akhirnya tiba hari yang dirancang oleh kedua keluarga. Keluarga David akan mendatangi keluarga Anang, sahabat lama yang lama juga tidak bersua. Mereka telah berdiskusi, untuk menentukan hari pertemuan yang telah ditunggu kedua keluarga, kecuali dua anak mereka yang masih setengah hati, mungkin baru seperdelapan hati bahkan.
Rony, kedua orangtuanya dan adik perempuannya, Nabila sudah sampai di Yogyakarta, dimana Keluarga Salma tinggal. Sopir keluarga Salma sudah menjemput keluarga David di bandara yang ada di Kulonprogo, kemudian mengantarkan mereka ke hotel sebelum mereka berkunjung ke keluarga Salma. Pak Amin, sopir keluarga Salma hari ini ditugaskan mengurus keluarga Rony.
Tak kalah heboh, di rumah Salma sedari tadi sudah sibuk menyiapkan masakan untuk sajian makan malam. Iya, acara pertemuan ini dilakukan malam hari. Mamah Salma sudah sibuk menyiapkan pakaian baru untuk anaknya. Mengacak-acak lemari anaknya untuk memadu padankan pakaian dan pasmina yang pas untuk anaknya.
"Ini aja ya, Ca," saran mamahnya, yang melihat Salma seharian hanya berbaring di kasur tanpa antusias. Mamahnya sampai frustasi.
"Hemm," ungkap Salma tanpa melihat mamahnya.
"Ca, ayolah, ini udah mau maghrib, Kamu buruan siap-siap!" perintah mamahnya.
"Iya, Mah," Salma masih enggan, rebahan di tempat tidurnya.
"Ca, mandi dulu sana, nanti Keburu datang tamunya,"
"Iya mah, baru setengah enam, bentar lagi,"
"Nanti Rony sama keluarganya datang kan nggak enak,"
"Kalau udah datang ya suruh nunggu, ngapain sih susah amat," ungkap Salma ketus.
"Yaudah lah terserah Kamu, nanti kalau Kamu ketinggalan obrolan mamah nggak tanggung jawab," mendengar ucapan mamahnya Salma langsung beranjak, tidak bisa, batinnya. Dia harus menguasai permainan ini, dia harus terlibat dalam segala urusan menyangkut hidupnya, sebagai perempuan dia tidak mau hanya diatur oleh orang lain.
Salma mandi, kemudian memilih baju untuknya sendiri, mengabaikan pilihan mamahnya. Dia memiliih baju paling sederhana, sebuah dress berwarna putih tulang, dengan paduan kain tile bermotif bunga kecil di lengan dan dadanya, berwarna senada, dipadukan dengan jilbab berwarna biru muda. Dia tidak berias banyak-banyak, hanya sederhana. Meskipun demikian dia nampak cantik, natural.
Keributan kehadiran tamu sudah terdengar dari kamar Salma, dia melenguh kesal.
"Huft, berikan kekuatan ya Tuhan," harapnya paling serius. Dia memandang pantulan wajahnya di cermin. It won't be easy...
Kalau dia menuruti egonya, dia bisa saja kabur, menghindar, atau membuat keributan supaya hal ini tidak akan terjadi. Tapi kali ini dia menjadi anak yang baik, anak yang patuh, meskipun setengah hati dia mengingat rasa sayangnya pada papahnya. Keraguannya membuatnya enggan keluar dari kamar, kalau bisa bahkan dia tidak mau keluar dari kamarnya itu.
"Tok, tok, tok!" suara pintu diketuk.
"Mbak, sudah ditunggu makan di bawah," suara Mbak Asri, ART di rumah salma memanggilnya.
"Mbak Caca?" Mbak Asri mengulangi lagi memastikan ada Salma di dalam, Salma enggan.
"Mbak?" Mbak Asri mengulangi sekali lagi sedikit tidak tenang. Salma menghembuskan nafas.
"Iya, Mbak, sebentar lagi saya turun, makasih,"
"Baik Mbak,"
Salma menghembuskan nafas lagi, lalu beranjak dari duduknya. Melihat cermin, "Menikah?" tanyanya, kemudian ada seringai di ujung bibirnya, mengejek nasibnya yang dirasa sial sekali untuk soalan perjodohan ini. Ayolah Ca, kamu pasti ada ide brilian, ucapnya pada dirinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan [End]
FanfictionCerita mengenai perjodohan lelaki dan perempuan yang tidak mudah. Perjalananan panjang untuk bersatu bertemu cinta. Seperti layaknya perjalanan, dalam prosesnya bertemu jalan yang berlika liku juga tanjakan dan turunan. Sebuah perjalanan menelusuri...