"Ya ampun, Mas Anang, beneran datang kesini?" Maya memekik girang.
David memeluk sahabatnya, Maya merengkuh Santi. Seperti lama sudah tidak bertemu. Mungkin rasanya yang berbeda, ini soalan perkembangan rencana mereka. Sementara bagaimana reaksi Rony?
Aneh. Hatinya sedikit melompat, tapi kalah dengan ketakutannya. Salma mencium tangan David dan Maya kemudian memeluk Nabila, lantas mendekat ke Rony, dia memberikan tangannya seperti mau tos, Rony mengulurkan tangannya melakukan hal yang sama, kemudian jari mereka bertaut, saling menggenggam erat. Salma seperti ingin memberi kekuatan, semangat. Salma merasakan tangan Rony yang begitu dingin. Kedua pasang orang tua mereka menunjukkan keheranan melihat interaksi anaknya.
"Kok nggak ngabarin mau kesini, kan bisa dijemput," ungkap Maya lagi.
"Tadi kami turun di Halim, deket kok. Buru-buru, soalnya tadi pagi tiba-tiba ada yang bilang khawatir," Santi berseloroh. Semua mata melihat ke Salma. Mendapati Rony juga melihatnya Salma mencoba menyangkalnya.
"Caca khawatir kalau sunatannya tipu-tipu, jadi mau liat sendiri," ungkap Salma. Rony tahu bukan itu, dia mengingat beberapa pesan salma terakhir. Pun kedua orang tua Salma, mereka tahu kelakuan anaknya berbeda sepanjang perjalanan Jogja-Jakarta tadi. Tapi kedua keluarga justru hanya terkekeh. Salma duduk di sebelah Rony, di sofa yang berbeda.
"Ini sedang menunggu?" tanya Anang.
"Ini tadi udah check darah, nunggu hasil lab-nya baru nanti eksekusi," jawab David.
Salma memegang lengan Rony, melihat plester di bekas luka tadi. Rony membiarkannya, cewek ini nggak ada canggung-canggungnya, batinnya. Tiba-tiba pegang tangan, nggak tau bikin hati Rony kaget.
"Dingin amat tangan Lu, Ron?" tanya Salma, "Takut ya?" gengsi salma menyembunyikan kekhawatirannya.
"Bangsat, bilang aja Lu yang khawatir," balas Rony dengan suara seraknya.
"Kan Lo bilang liat aja besok, ya gue mau liat!"
"Beneran, Lo kudu ikut masuk nanti,"
"Tai!" Salma menggerutu. Pesan Rony terakhir semalam membuat hatinya sungguh ga karuan.
Rony hatinya sedikit senang, pesan terakhirnya ke Salma hanya minta doa, tapi bocah itu malah datang langsung ke rumah sakit. Tapi kehadiran seorang perawat membuat jantungnya berdegup kencang.
"Hasilnya sudah keluar, semua aman. Mari Kak Rony," ajak perawat itu. Rony tercekat, enggan bergerak.
"Ayo, Ron!" ajak papahnya.
"Sebentar," Rony melepaskan kacamata hitam berkaca kekuningannya, memberikan ke Nabila, nitip. Juga Hp dan dompet yang ada di celananya. Ragu dia melangkah mengikuti ke ruangan operasi. Diliriknya Salma sekali, Salma mengangguk...
"Halo Rony," seorang dokter laki-laki menyapa dari balik masker, tetiba teringat scene dalam film, hello friday...
Rony diminta menuju meja operasi, meja jagalnya. Dia ketakutan, di sebelah ranjang setinggi pinggang itu sudah ada dua orang perawat dengan pakaian operasi lengkap, nampaknya keduanya adalah laki-laki juga. Selanjutnya Rony diminta membuka celananya, David membantunya. Sesaat mamahnya hendak keluar, Rony meraih tangan mamahnya.
"Mah, temenin," pinta Rony lirih, mamahnya mendekat lalu merengkuh anaknya yang sudah berkeringat hebat. Disekanya keringat dikening anaknya itu.
Selembar Kain berwarna hijau kebiruan dibentangkan di atas Rony, menutup perut hingga lututnya, ada lubang di bagian yang akan dioperasi. Rony sedikit malu, risih, sisanya ketakutan. Tangannya erat menggenggam tangan mamahnya. David berdiri di sisi ranjang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan [End]
FanfictionCerita mengenai perjodohan lelaki dan perempuan yang tidak mudah. Perjalananan panjang untuk bersatu bertemu cinta. Seperti layaknya perjalanan, dalam prosesnya bertemu jalan yang berlika liku juga tanjakan dan turunan. Sebuah perjalanan menelusuri...