78 Stand by Me

8.7K 547 110
                                        


Paul dan Nabila baru saja mengurus mobil Anang ketika Rony mengirim pesan minta dijemput. Paul yang sepertinya sudah akur dengan Nabila langsung menuju ke Rumah Sakit, sesuai permintaan Rony. Dari pesannya, seperti kondisi darurat. Rony bilang nggak kuat.

Di depan pintu keluar Rumah Sakit, ada Rony bersandar pada dinding pagar, sedang menghisap rokok. Raut wajahnya berantakan. Matanya sembab. Nabila terkejut ketika rupanya Rony menangis. Hanya beberapa kali dia melihat abangnya menangis. Waktu abis sunat dan waktu Anang membatalkan perjodohan. Itu saja. Dimatanya lelaki ini setangguh batu karang.

Saat mobil berhenti, Nabila yang duduk di sebelah Paul turun dari mobil. Mempersilahkan abangnya yang duduk di depan, di sebelah Paul. Rony sudah menyembunyikan air matanya lagi.

"Jalan, Ul. Muter dulu, kemana kek," pinta Rony.

"Lo kenapa?" tanya Paul.

"Gue putus," jawab Rony singkat dan datar memendam banyak rasa.

Paul dan Nabila ternganga tak percaya. Tidak ada satupun kata yang diucapkan. Berita ini mengagetkan keduanya. Terlintas di kepala mereka kemesraan keduanya di Semarang yang membuat semua orang iri.

"Kak..." Nabila bersuara dari seat belakang.

"Jangan tanya dulu, gue belum bisa cerita," potong Rony mengusap wajahnya kasar. Menarik nafas dalam. Menahan air mata, semuanya bersamaan.

"Lo butuh nge-chill?" tawar Paul.

Rony menimbang. Dia tidak mau kejadian fotonya dan foto Paul terulang. Tapi dia mungkin butuh itu untuk melegakan sesak di dadanya. Tapi Nabila? Rony mengkode ke Paul akan keberadaan adiknya itu. Nabila kebingungan dengan interaksi dua orang laki-laki di depannya.

"Take away? Di penginapan aja, aman,"

Rony tidak menjawab, tapi Paul tau betul sahabatnya itu. Paul mencari tempat menjual minuman di aplikasi peta. Tak seberapa jauh dari rumah sakit dan penginapan mereka lokasi yang dituju. Dari Tugu Jogja ke Utara sedikit saja. Sebuah cafe yang sedikit tertutup.

"Lo mau merah apa item?" tanya Paul.

"Item," jawab Rony, merujuk pada Black Label.

Hanya Paul yang turun. Rony dan Nabila menunggu di Mobil. Nabila masih bingung sebenarnya apa yang direncanakan dua lelaki itu.

"Kak," panggil Nabila. Gadis itu memeluk Rony dari belakang, tanpa mengeluarkan suara. Mendesak abangnya bercerita bukan sikap yang benar. "Kalau Lo butuh gue nggak boleh sungkan!" ucapnya tanpa memberi penghakiman atau tuntutan.

"Iya, Nab. Makasih support Lo. Gue aman," ucap Rony berusaha tegar. Meski dalam hatinya tak karuan.

Laki-laki itu melihat hp-nya berulang kali. Ingin rasanya menghubungi Salma, tapi tak sampai hati. Apa perempuan itu juga sakit? Kalau ini menyakitkan, kenapa dia memilih jalan ini? Serumit itukah situasinya? Rony merutuki masa lalunya yang kelam. Kenapa mesti gini?

Paul kembali ke mobil dengan membawa paperbag berisi dua kotak satu hitam, satu merah. Satu pilihan Rony satunya lagi mungkin pilihan Paul sendiri. Lalu Paul memacu kendaraannya ke penginapan lagi. Rony menyuruh Nabila langsung tidur, sementara Paul memesan es batu dalam 2 gelas. Beberapa cemilan juga dipesan di cafe penginapan itu.

Rony dan Paul duduk di balkon yang membentuk setengah lingkaran. Ada dua kursi kayu dan meja yang berpenampang lingkaran juga. Rony sudah mendahului duduk disana, merokok. Mungkin juga sedang meratapi nasibnya. Paul datang membawa pesanan-pesanan tadi. Dua gelas disiapkan. Dikeluarkan sebuah botol dari kotak berwarna hitam. Saat Rony hendak menuangkan minuman itu, Paul mencegah. Meminta botol itu lalu dia yang akan menuangkan.

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang