50 a Mom and Her Big Boy

11.4K 569 43
                                    


"Mah, boleh masuk?" ucap Rony di depan pintu kamar mamahnya yang sedikit terbuka. Dilihatnya Maya sedang duduk di atas ranjang menonton hp-nya.

"Sini sayang," Maya mempersilahkan anak lelakinya masuk.

"Lagi ngapain mah?"

"Dari pada bengong sendirian di rumah, mamah nonton webseries, hehehehe," jawab Maya.

David hari ini ijin keluar, ketemu dengan kawan-kawannya. Kali ini hanya para lelaki, jadi Maya tidak diajak. Anggaplah me time untuk suaminya. Sedihnya, kedua anaknya juga tidak di rumah. Namun cukup terhibur karena anak-anaknya mengingatnya, membawakan ayam goreng bikinan Salma tadi. Pun ayam itu enak. Maya cukup senang karena hubungan keluarganya dengan Salma semakin apik. Sedari pulang tadi gadis itu sudah undur ke peraduannya.

"Kok ga di TV mah? Kasihan matanya lho!" ucap Rony sambil mendekat ke ranjang mamahnya. Rony mendudukan diri disana.

"Sambil nontonin tiktok, hehehe," jawab Maya enteng. Maya menegakkan duduknya. "Kenapa sayang?" tanya Maya kemudian.

"Rony mau cerita, boleh?"

"Tentu saja," Maya mematikan hp-nya, meletakkannya di nakas samping tempat tidurnya.

"Mah, aku rencananya mau travelling ke sebagian Asia Tenggara, boleh ya?" tanya Rony memulai perijinannya.

"Emang kalau Mamah bilang nggak boleh, Kamu mau nurut?" Sesungguhnya Maya sedikit heran, sedikit meragu juga, "Sama siapa?"

"Caca. Dia suka travelling, tapi seringnya nggak boleh sama orang tuanya kalau sendiri,"

"Emang kalau sama Kamu bakalan boleh?" tantang Maya. Selain karena mengingat kejadian terakhir di Jogja, juga untuk mempertanyakan keyakinan Rony.

"Itulah, Mah. Aku insecure,"

Rony merebahkan tubuhnya, menyandarkan kepalanya ke pangkuan Maya. Maya mengusap halus rambut anaknya yang mulai lebih panjang dari biasanya. Merasakan kegundahan buah hatinya. Perjalanan percintaan anaknya tidak hanya berliku, namun juga naik turun.

"Seorang Rony insecure?" tanya Maya heran.

"Entahlah, soal Caca ini aku kek ga punya keberanian, she's too precious, Mah."

"Dulu kamu bilang mau memperjuangkan Caca kan? Kesempatan itu udah di depan mata, Ron. Terus kok sekarang malah kayak gini sikapmu. Kalian udah jadian belum si?"

"Itulah, Mah," kalimat pendek yang diulang Rony sekali lagi.

"Belum?" Maya membuat simpulan. "Why?"

"Tadinya aku ragu-ragu, karena aku nggak ngerti gimana perasaan Caca ke aku, Mah. Kek, Rony ga mau aja kalau mau membangun komitmen tapi cuma maunya Rony aja. Tapi setelah showcase kemarin, aku yakin Caca ada hati sama Rony juga," cerita Rony, Salma bilang cemburu kemarin.

"Ya terus gass lah!" Maya jadi mengompori.

"Itulah, Mah," Rony mengulangnya lagi.

"Hish, kenapa si, Ron?" tanya Maya sambil memandang mata anaknya yang sedikit nanar.

"Tadi aku banyak cerita sama Caca. Obrolan akhirnya ke cerita masa kelam Rony. Rony mau terbuka seluruhnya sama Caca," Rony menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya pelan. "Ada sedikit ragu di hati Rony, Mah. Rony malah takut kalau Caca kecewa sama Rony,"

Maya berupaya menjadi pendengar yang baik kali ini. Hal yang sensitif di keluarga mereka. Masa itu adalah masa perjuangan yang sangat berat dan panjang dalam keluarga Rony. Masa-masa seluruh keluarga memberikan perhatian penuh ke Rony yang terjebak salah jalan. Masa yang sangat kelam. Maya sampai mengorbankan karirnya yang sedang di puncak, demi anak lakinya, Rony.

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang