58 Confess : Let's make it up

10.8K 655 111
                                    

Malam kedua...

Hari sudah senja ketika Rony memacu mobilnya menyusuri jalan menanjak keluar dari arus utama. Jalanannya berkelok, pun menyempit. Salma sedikit senang saat di atas nampak lampu-lampu yang menunjukkan peradaban desa, mungkin kota kecamatan.

Berulangkali perempuan ini mengecek maps pada layar untuk memastikan jalannya benar karena keraguannya.  Sedangkan malam sudah benar-benar gelap. Radio pun sudah kehilangan sinyal. Salma menggantinya dengan playlist di hp-nya yang tersambung dengan bluetooth, untuk mengurangi suasana mencekam.

Namun perasaannya kembali tidak tenang ketika jalanan semakin mendaki dan jalan aspal berganti jalan yang hanya dilapisi cor-beton. Bangunanpun semakin jarang. Lampu temaram hanya tampak dari beberapa rumah warga. Diselingi tanah kosong yang gelap, mungkin ladang atau kebun. Penerangan jalan sangat minim apalagi terhalau kabut tipis. 

"Ron..." sebut Salma.

"Dikit lagi, Sa..." Rony mencoba menenangkan. Meski dia sendiri mulai tidak ragu. Namun ia teguh pada rencana.

"Tapi, Ron..." Salma mulai meragukan pilihan teman seperjalanannya. 'Teman'? Iya, bukankah perjalanan ini diniatkan 'as a friend'?

"Percaya sama gue," ungkap Rony sambil meraih tangan Salma untuk menggenggamnya meyakinkan. Genggaman itu segera dilepaskannya karenan jalanan yang menemui lika-liku. Rony mesti lebih sigap untuk mengontrol kemudinya.

Suasana mencekam terus terasa hingga mereka sampai pada destinasi yang ditujukan maps. Sebuah lokasi yang diterangi lebih banyak lampu. Umbul Sidomukti. Rony memarkirkan mobilnya. Memberi kode ke Salma untuk turun. Saat keluar dari mobil, hawa dingin khas pegunungan menyentuh kulit mereka. Musim kemarau membuatnya terasa lebih dingin.

"Bawa sekalian backpack-nya, kita tidur disini," Rony memberi perintah.

"Eh?"

Salma masih bingung, masih syok karena perjalanan yang mencekam buatnya. Terlintas untuk meminta cari penginapan lain, seperti semalam. Namun mengingat perjalanan tadi, Salma memilih menurut, menurunkan segala ekspektasinya. Lagi pula di parkiran ada beberapa kendaraan lain, membuatnya sedikit tenang.

Rony menuju resepsionis. Rupanya lelaki itu sudah membuat reservasi. Salma sedikit terkejut, karena lelaki ini sebelumnya tidak menyarankan menyusun rencana, namun ini seperti sudah terencana. Setelah melewati resepsionis seorang pemandu menunjukkan arah kamar yang sudah dipesan oleh Rony. Saat melewati area lobby, yang semi terbuka, baru Salma terkejut untuk selanjutnya. Bentangan pemandangan yang luas dihiasi lampu kota.

Terdapat beberapa deret kamar, setiap deret berada di level tanah yang berbeda. Banyak yang lampunya menyala menandakan banyak kamar yang di sewa. Kamar mereka berada di salah satu deretan. Rony membuka kunci pintu kamar, lalu masuk. Semacam paviliun dengan mezanin. Satu bed di bawah dan satu lagi di mezanin. Namun hanya ada satu kamar mandi di lantai dasar. Salma suka, ini hal yang dicarinya tadi malam.

"Lo di atas apa di bawah?" tanya Rony. Tempat tidur, maksudnya.

"Keknya gue di bawah aja, bakal sering ke kamar mandi," pilih Salma yang sedang datang bulan.

"Bebersih sekalian, abis ini kita makan di resto, gue laper banget,"

Salma mengangguk sekarang, "Gue mandi duluan," pintanya, Rony mengangguk dan langsung ke lantai mezanin membawa barangnya.

Selesai giliran Rony bebersih dia menunggu di luar untuk merokok. Salma masih bersiap, mengenakan jaket. Hawa dingin benar-benar menusuk tubuh mereka. Mungkin juga karena lapar. Segeralah mereka ke restoran untuk memesan makanan. Dari restoran yang semi terbuka ini nampak pemandangan indah yang mengejutkan Salma tadi, juga kawasan tempat ini, ada kolam renang berbentuk melingkar juga rupanya. Cukup banyak yang datang kemari. Untungnya tidak terlalu riuh, mungkin karena weekdays.

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang