Rony memutuskan untuk jalan ke gedung dimana tadi Salma masuk. Baru menyebrangi setengah parkiran ada Salma yang sedang berjalan ke arahnya.
"Mau kemana Ron? pengen kencing dulu?" tanya Salma polos, rupanya dia belum membuka hp-nya. Melihat Rony yang dingin Salma bertanya kembali, "Kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?" Salma tampak mengkhawatirkan Rony. Rony jadi setengah marah, setengah senang karena diperhatikan.
"Kamu nggak ada kabar, gua takut lo kesasar," Rony tidak jadi meluapkan marahnya.
"Eh, Ron, tau nggak gue ketemu siapa? ayo tebak!" ungkap Salma sambil tertawa.
"Diman!" Rony menjawab ketus sambil berbalik ke arah mobilnya. Sedikit lega kalau Salma sengaja bertemu Diman pasti dia memilih menyembunyikannya.
"Iya, dia cerita? Kan kalau jodoh mah nggak Lu kasih nomornya aja ketemu," cerita Salma yang bikin Rony makin bersungut.
"Bang Diman tadi nganterin muter-muter liatin beberapa ruangan studio musik sama perpustakaan, kampusnya asik si Ron, banyak pohonnya, adem,"
"Kalau emang berjodoh sama Diman, sana Lo minta bokap lu jodohin sama Diman aja!" Rony menumpahkan kesalnya tanpa melihat Salma.
Jalannya terhenti sejenak, menahan ngilu yang dari tadi ditahannya. Tapi karena jalannya terlalu cepat ngilu itu berubah nyeri. Tubuhnya sedikit menunduk menahan sakit, tangannya di paha menopang tubuhnya.
"Eh, Ron, Lo kenapa? sakit?" tanya Salma mendekat, meraih lengan Rony dan hendak membantunya jalan. Tapi lengan Salma ditepisnya. Salma bingung.
Dia meminta Salma masuk ke mobil dengan aba-aba tangannya. Salma menurut, dia semakin bingung dan tidak mengerti. Selanjutnya Rony mengikutinya. Dia duduk di belakang sekarang di sebelah Salma. Sedari tadi Rony duduk di sebelah pak Aris, sopirnya.
"Ron, Lo nggak papa?" tanya Salma.
Rony diam sambil mencari obatnya di shoulder bag-nya. Sekaligus dia makan dua tablet obat penahan rasa sakit. Salma membantunya membukakan botol tumbler air minum, tapi Rony tidak menggubris. Salma mencoba tidak bereaksi, mungkin Rony marah karena menunggunya terlalu lama. Salma nge-charge hp-nya yang rupanya mati. Begitu sumber daya mengisi, hp-nya menyala. Bubble chat Rony lantas masuk. Salma tercekat dengan pesan terakhir.
"Ya ampun, Ron! Maksud lo apa gue ngibul?" tanya Salma. "Astaga! Lo kira gue janjian sama Bang Diman?" pekik Salma ketika menyadari sesuatu. Rony tidak menyahut, dia membuang muka ke jendela.
Ketika Rony menyadari mobil tidak juga beranjak baru dia bersuara, "Jalan aja dulu Pak, kemana kek," pintanya, Sopirnya mengangguk dan berjalan menuju arah pulang. Pak Aris sudah mencium bau gosong, ada yang terbakar. Ya ampun anak muda, belum juga mulai udah ribut duluan.
"Ron, gue beneran kebetulan banget ketemu bang Diman, dia aja kaget. Dia itu kan temen Lo, masa Lo ga percaya sama dia? Dia juga ngabari Lo kok, jadi nggak ada yang ditutup-tutupin. Dia juga ngajakin ke cafe bareng yang lain, katanya sama Lo juga," Salma bingung, kenapa dia malah repot menjelaskan, padahal nggak ditanya.
"Lah Lu malah diem, ngomong dong Ron," Rony tidak bersuara sama sekali, anaknya suka silent treatment rupanya...
Berjeda beberapa lama, lalu Salma melanjutkan ngomong sendiri, seolah bermonolog, "Atau Lo nggak suka kalau gue kenal Bang Diman lebih jauh? Lo juga nggak mau temen-temen Lo tau kan relasi kita seperti apa," tandas Salma.
Lanjutnya, "Oh ya, Lo juga mungkin malu kan kalau temen-temen Lo kenal gue," ucap Salma lirih, namun masih terdengar oleh Rony. Teringat tadi dia tidak mengenalkannya pada Shinta.
Sekitar 15 menit Salma tidak mendapat respon dari Rony, matahari sudah bergulir ke Barat. Salma menyibukkan diri dengan hp-nya. Rupanya dia membuka aplikasi maps.
"Pak Aris, ini kalau belum tau mau kemana saya mau turun di halte depan aja. Tolong berhenti ya, Pak," pinta Salma sopan. Dia memendam rasa senangnya karena tadi di ajak ke cafe bersama teman-teman Rony, dia senang, merasa diterima. Tapi sikap Rony merubahnya. Mungkin Rony justru nggak suka...
Rony malah tersentak, panik. Dia memalingkan wajahnya ke arah Pak Aris dan Salma bergantian, nekat juga ni cewek...
"Tapi ini udah sore mbak,"
"Nggak papa, saya mau langsung balik kok, nanti saya naik taxi, masih banyak lah jam segini," Salma kembali berargumen.
Mendekati halte yang dimaksud Salma, Rony bersuara, "Jalan terus Pak, ke Coffee Break, tempat biasa," perintahnya tidak minta dibahas.
"Kita ke cafe, ketemu anak-anak," Rony memberi pemberitahuan, bukan menanyakan pendapat.
"Nggak, Pak, saya kayaknya nggak ikut, jadi kalau di depan ada halte lagi tolong berhenti ya," Salma sekarang yang bersuara, keras kepala juga ini cewek, batin Rony. Pak Aris kebingungan sekarang, bisa-bisa minta pensiun dini kalau jadi sopir mereka berdua.
"Nggak Pak, lanjut," Rony tidak kalah batu.
"Ron, nggak usah nggak papa, gue bisa pulang sendiri kalau Lo mau nongkrong dulu," Salma berucap pelan, dia mulai nggak enak dengan Pak Aris. Salma juga tidak enak kalau mengganggu kesenangan Rony.
"Gue nggak malu ngajakin Lo bareng temen-temen gue. Mereka udah tau relasi kita seperti apa," tandas Rony yang membuat Salma tercekat, dia akhirnya luluh. Apa yang Rony ceritakan ke teman-temannya?
Obrolan terjeda lagi disaat lampu-lampu kota beberapa mulai menyala meski matahari belum terlalu dekat dengan peraduannya.
"Shinta," ucap Rony tiba-tiba, tanpa konteks, menyebut nama perempuan.
"Eh?" Salma bingung.
"Yang tadi di bakery namanya Shinta, dia temen kuliah gue dulu. Sempet ada yang bilang dia deketin gue, tapi gue lagi nggak pengen pacaran waktu itu," terang Rony. Salma sedikit ge er karena Rony memahami perasaan ketidakadilannya, tapi Salma malah kebingunan meresponnya. Oh, orang yang mau deketin Lo, terus gue mesti cemburu nggak si ini?
"Ya kali Lo kepo tadi," Rony buru-buru melanjutkan keterangannya karena melihat Salma yang nampak kikuk, dia pun.
"Oh," Salma hanya merespon pendek.
"Jadi ini gimana Mas? Mbak Salma jadi berhenti?" tanya pak Aris saat melihat halte di kejauhan.
"Nggak pak, ke cafe biasa aja," Rony yang menjawab, dia tidak menerima bantahan.
"Dih, semaunya sendiri," Salma menggerutu.
"Atau gini aja Mas, mobilnya Mas bawa, saya yang turun nanti pulang naik taxi." ungkap Pak Aris yang kebingunan.
Tawa Salma pecah, tawanya renyah, "Ih, pak Aris, jangan dong, saya takut kalau berduaan doang," ungkap Salma.
"Oh, jadi takut kalau berduaan? Kok tadi ga takut berduaan sama Diman?" goda Rony dengan suara pelan, tanpa ekspresi.
"Apaan si Ron!" pekik Salma sambil melempar boneka bantal yang memang selalu ada di mobil itu ke arah pangkuan Rony.
"Ah, Sa! ati-ati," sekarang Rony yang memekik, menjaga antara dua selangkangannya dari timpukan boneka bantal tadi.
"Waaa... Ron, sorry, gue lupa, duh, ga papa kan?"
"Aman," ungkapnya lirih, lanjutnya, "Lu udah aman belum?" tanya Rony pelan.
"Anjing Lo," pekik Salma lirih takut kedengeran Pak Aris. Mengetahui hal tersebut membuat Rony terkekeh sendiri, lucu, masih mikir atittude juga ni cewek, jadi ngomong nggak sopannya di chat doang?
__________
Sampailah mereka di sebuah cafe yang fasadnya terbuat dari kaca, sayup sayup di kejauhan terdengar suara musik jazz diputarkan. Rony mengarahkan kemana mereka berjalan, 'tempat biasa' katanya. Oh, Rony biasa ya nongkrong disini.... Mereka melewati sebuah ramp panjang, yang di ujungnya membelok. Rony jalan duluan pelan-pelan, Salma terhenti sejenak memastikan barang-barang yang diperlukan sudah masuk tasnya.
"Ronnyyy!!!" teriak seorang perempuan cantik datang ke arah Rony.
Si perempuan belum mengetahui keberadaan Salma, dia merangkul Rony, melingkarkan lengannya ke leher Rony. Salma memperhatikan dari kejauhan.
Ehm, aku aja belum pernah dipeluk, berharap Sal? Oh, mungkin ini cara Jakarta, batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan [End]
FanfictionCerita mengenai perjodohan lelaki dan perempuan yang tidak mudah. Perjalananan panjang untuk bersatu bertemu cinta. Seperti layaknya perjalanan, dalam prosesnya bertemu jalan yang berlika liku juga tanjakan dan turunan. Sebuah perjalanan menelusuri...