R~ : Sa, sakit
R~ : obat gue di tas LoDeg! Hati salma kini yang terketuk.
Rony mendengar suara pintu dibuka dari kamar di seberang kamarnya. Hatinya melompat. Segera ia kenakan sarungnya kemudian keluar dari kamarnya.
Dia melihat Salma berjalan tergopoh kearahnya, nampak khawatir. Namun tetap tidak bersuara. Mata Rony nanar melihat Salma mau keluar dari kamarnya, rasanya ingin menangis. Sementara dia berjalan tertatih menahan perih. Mereka bertemu di dapur, ruangan antara dua kamar mereka. Rony terduduk di kursi pantry. Meringis, menahan sakit yang kian menjadi. Salma mengambilkan segelas air dan membantu Rony mengupas satu tablet. Rony meminum obatnya. Dia masih menunduk menahan sakit, menunggu obatnya bereaksi.
Melihat Rony yang kesakitan Salma terenyuh hatinya. Merutuki dirinya yang sudah begitu egois berdiam diri. Salma tidak beranjak dari tempatnya, duduk di seberang meja berhadapan dengan Rony. Salma terus memperhatikan Rony, menungguinya yang masih kesakitan, dia tidak tega melihatnya.
Lama Rony tidak mengangkat wajahnya. Salma menunggu dengan memainkan jemarinya. Hatinya degdegan, kakinya terus ia gerakkan karena gelisah. Kesal dan khawatir bebarengan.
"Gue mesti sakit dulu ya, Sa, baru Lo mau ketemu?" tanya Rony dengan suara seraknya, pelan.
"Udah better? ya udah," ucap Salma sambil beranjak dari kursinya. Rony meraih lengan Salma. Menghentikan langkahnya. Salma menghela nafas panjang. Duduk lagi.
"Bisa nggak si marahnya berhenti dulu?" ucap Rony pelan. Dia pun menghela nafas.
"Bisa nggak si berhenti nyalahin orang?" Salma menghardik. "Itu udah bisa ngatur-ngatur, berarti udah mendingan, gue masuk dulu. Gue nggak mau ribut," lanjutnya.
"Siapa si Sa, yang ngajakin ribut?" tanya Rony, perempuan ini benar-benar menguji kesabarannya.
"Let's talk!" ungkap Rony lirih dengan suara seraknya.
Salma menghela nafas panjang, dia mengambil gelas, membuat teh 2 gelas. Masih diam, tapi dia sudah tidak bersikeras kembali ke kamarnya. Setelah teh diseduh, dia membawa 2 gelas tersebut ke meja, lalu duduk menghadap Rony. Rony hanya mengamatinya dari tadi, menata hatinya.
"Hari ini kek rollercoaster banget ya?" tanya Rony.
"Banget," jawab Salma lirih. "Apa yang mau Kamu bicarakan?"
"Aku bingung, harus mulai dari mana," Rony menarik nafas, "Sepertinya kita perlu membicarakan hubungan kita lebih jauh, itu yang kita lewatkan sebelumnya sampai kejadian hari ini. Perasaanku naik turun ga karuan," ungkap Rony, saat serius begini dia nampak dewasa.
"Okey," jawab Salma, sambil mengaduk-aduk gelas tehnya.
"Ada yang mau Lo omongin dulu nggak?" Rony bertanya lebih dulu.
"Hari ini gue mengalami dan mengerti banyak hal, yang membuat gue berpikir banyak hal juga," Salma menjeda. "Banyak hal ini bikin gue harus berpikir ulang mengenai perjodohan kita," Salma menghela nafas panjang. Rony memperhatikan dengan seksama sambil sesekali dia meringis menahan sakit.
"Pernikahan bagi gue sesuatu yang spesial, Ron. Gue selalu membayangkan seperti apa pernikahan gue, pernikahan sederhana namun berkesan, bukan di gedung mewah tapi di tempat yang menciptakan momen yang indah. Bukan seberapa banyak orang yang diundang tapi seberapa intim interaksi dengan yang datang. Sialnya gue, gue terjebak dalam perjodohan ini. Untuk sesuatu yang spesial buat gue, gue nggak bisa memilih dengan siapa gue di momen spesial itu,"
"Ketika bokap gue bilang kenal siapa calon suami gue, hari ini gue justru merasa asing. Gue nggak ngerti kalau Lo nggak suka manis. Gue nggak tau kalau Lo lebih suka cheese cake daripada banana cake. Kalau minuman favorite Lo itu Es kopi hitam tanpa gula. Sementara gue malah pesenin kopi dengan cream," Salma nyengir kelu.
"Bahkan saat ini gue bikinin Lo teh bukan kopi," ada nada sendu dalam kalimat-kalimatnya.
"Kita bisa mulai pelan-pelan, Sa," Rony menimpali pelan, mencoba meredakan gemuruh hatinya.
"Umumnya waktu yang akan membentuk hal kayak gini secara natural, sedang kita? Entahlah, apakah kita punya waktu? Apakah waktu itu memang untuk kita? Kita belum saling mengerti satu sama lain, masih asing tapi hari ini justru dibenturkan dengan perasaan-perasaan yang ajaib, kesel, lucu, sendu berulang-alik,"
Rony tertegun dengan cara berpikir Salma yang dewasa, perempuan ini membahas masalahnya bukan case per case yang tadinya dibayangkan oleh Rony. Seperti mempertanyakan siapa laki-laki itu? Atau siapa perempuan-perempuan itu.
"Sa, gue sendiri bahkan masih kebingungan bersikap untuk segala sesuatu yang berkaitan sama Lo, ketika gue ketemu Shinta, gue bingung apakah Lo marah dengan hal ini? apakah Lo sakit hati? Gue cuma bisa menebak-nebak, dan sikap Lo bikin gue semakin bingung. Ketika Lo ketemu Diman, gue kesel, Sa. Gue bingung dengan perasaan gue, ga tau kenapa gue kesel banget. Tapi di saat yang sama gue mikir, apakah gue berhak menuntut Lo?"
"Status perjodohan ini bikin makin bingung aja. Gue nggak terima akan banyak hal tapi gue bingung, apakah karena gue benar-benar sakit hati, atau karena status perjodohan itu seakan-akan gue memiliki Lo. Apakah gue mesti marah hanya karena gue udah nurutin syarat Lo? menyedihkan sekali kalau relasi kita sekedar transaksional seperti itu,"
"Satu yang nyata, rasa sakit itu ada, Sa,"
"Huft, iya. Gue juga lagi," Salma mengakui.
"Gue tau, it's not going to be easy, Sa. Gue nggak tau harus mulai dari mana, tapi bisa nggak kita mulai ini pelan-pelan?" pinta Rony menggenggam tangan Salma.
"Bisa nggak kalau nggak pake marah-marah dan maksa-maksa?" tandas Salma.
"Iya, sorry, gue kalap," Rony menghembuskan nafas panjang.
"Mestinya kita bisa membicarakannya. Padahal gue tadi udah mau kenalin Lo sama Mas Andy, kalian bisa partneran sama Mas Andy,"
"Ya, Lo pake post kek gitu di IGs, emosi gue, pake bilang mau nonton Bella," Rony bersungut.
"Emang kalau gue bilang mau nonton Mas Andy Lo nggak kebakaran jenggot?"
"Haha, enggak si, Sa. Gue potong jenggot soalnya," Rony mulai ngobrol dengan lebiih santay, kemudian menyeruput tehnya, "Kebakar cemburu gua," lanjutnya, sebuah pengakuan.
"Haha, Tai Lu," kata Salma. Juga sudah mulai mengeluarkan tawa renyahnya.
"Jadi siapa Mas Andy itu?"
"Yakin mau tau?" tanya Salma, Rony mengangguk.
"Dia orang yang special," jawab Salma. Deg! Rony menyesal sudah bertanya. Rony menggigit bibir bawahnya, hatinya siap terjun dari rollercoaster malam ini. Salma menyadari Rony yang mulai was was.
"Dia orang yang mengenalkan gue dengan dunia menyanyi profesional, ya... not so professional. Dia orang pertama yang ngajak gue live music reguleran di Jogja sejak gue masih SMA. Udah 3 tahunan kami nggak ketemu, dia bilang emang pindah ke JKT. Eh malah jodoh ketemu semalam," tutup Salma.
"Kalau..."
"Heit, ga usah bilang jodohin aja sama Mas Andy!"
"Hehe, mestinya gue bilang makasih ya tadi ke Mas Andy?"
"Eh?"
"Udah bikin Kamu mengagumkan kayak tadi nyanyinya,"
"Huw, makanya jangan sumbu pendek! Dia aransemennya keren lho,"
"Huft, salah banget ya gue..." Rony benar-benar menyesal.
"Kapan-kapan kita ajak ketemu lagi aja,"
"Iya," jawab Rony pelan, lalu, "Gue mau nanya, Sa, boleh?"
"Apa?"
"Lo emang nggak kesel ketemu Shinta, Bella sama, Risa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan [End]
Hayran KurguCerita mengenai perjodohan lelaki dan perempuan yang tidak mudah. Perjalananan panjang untuk bersatu bertemu cinta. Seperti layaknya perjalanan, dalam prosesnya bertemu jalan yang berlika liku juga tanjakan dan turunan. Sebuah perjalanan menelusuri...