46 Rumah

11K 594 7
                                    


Ketika hari sudah pagi, Salma bangun dari tidurnya. Dia sudah dalam posisi berbaring di sofa. Sebuah jaket varsity menutupi sebagian tubuhnya. Dia merenggangkan tubuhnya lalu memandang sekitar. Novia dan Neyl masih di posisi yang sama ketika mereka terlelap semalam. Tapi ada yang berbeda. Lelaki yang semalam terlelap di pangkuannya entah dimana.

Rony rupanya terjaga lebih awal. Kebiasaannya bangun pagi selama sebulan terakhir membuatnya terbiasa untuk rutinitas paginya. Dia sedang duduk di teras bersama Rahman dan Danil. Menikmati kopi, sebatang rokok terselip di bibirnya. Mereka sepertinya sedang mengobrol seru. Salma lalu ke kamar mandi mencuci wajahnya. Membuat lemon tea, lalu bergabung dengan Rony dan kedua temannya di teras.

Rony memandang Salma ketika perempuan itu mendekat. Senyum manis, tanpa sepatah kata. Hari ini terasa sangat cerah. Salma mendudukan dirinya di kursi, di seberang Rony. Di sebelah Rahman.

"Badan gue pegel," keluhnya.

"Tanggung jawab Ron!" Danil yang berkomentar. Rony tidak menyahut, hanya tersenyum, mengingat semalam.

"Ron, hari ini jadi ya? Bisa?" tanya Salma.

"Apa?" Rony mengingat apa dia punya janji, penjelasan? gue kira udah ga perlu, Sa... batinnya yang hanya memunculkan senyum tengil di sudut bibirnya.

"Liat rumah, atau Lo masih sakit?" jawab Salma memastikan.

"Owh, aman. Bisa, bisa. Ya udah nanti pulang dulu,  sekalian sarapan,"

"Kalian beli rumah?" tanya Rahman kepo.

"Enggak, dia mau tinggal di rumah gue jaman kuliah. Dia kan mau kuliah di sana,"

"Rumah Bujang?" tanya Rahman. Rumah itu rupanya punya nama. Rony mengangguk.

"Wah, kangen rumah itu, lama juga ya ga kesana, 3 tahun?" Danil yang komentar.

"Jadi inget, banyak memory disana ya," Rahman menyahut.

Salma jadi sedikit berpikir berlebihan, memory? Masa lalu Rony?

"Ya udah, yok jalan!" melihat Salma tercenung dia langsung mengajak Salma beranjak untuk merealisasikan rencananya.

Mereka pulang ke rumah orang tua Rony hanya sebentar saja. Berbersih, ganti pakaian, sarapan, lalu jalan lagi menuju Rumah Bujang. Rony membawa satu pack kopi dan teh sedang Salma meminta lagi sebuah lemon pada Maya.

_________

Rony memarikirkan mobilnya di tepi jalan di depan sebuah rumah kecil. Lokasinya tidak terlalu jauh dari kampusnya dulu. Pagarnya dari besi berwarna hijau. Rumah ini tingginya tidak lebih tinggi dari rumah sekitarnya, Lebar mukanya mungkin hanya sekitar 10 meter saja. Ada sebuah pohon mangga didepannya. Tidak terlalu besar namun cukup berumur. Meski rumah ini katanya tidak di huni namun nampak terawat.

Keduanya tidak langsung memasuki rumah tersebut. Rony mengajak Salma berjalan kaki ke rumah Mbak Sri, orang yang dipercaya merawat dan menjaga rumah Rony tersebut. Mbak Sri pula yang memegang konci rumah itu. Rumah Mbak Sri tidak terlalu jauh dari rumah Rony, selang beberapa rumah ada gang kecil yang hanya bisa dilewati motor, mobil tidak bisa masuk. Gang kecil tersebut menuju deretan rumah lengket, tanpa pagar tanpa halaman. Rumah Mbak Sri berada paling ujung dari gang tersebut. Beberapa anak kecil sedang bermain di depan salah satu rumah, gang itu menjadi ruang bermain.

"Permisi," ucap Rony sedikit keras, di depan rumah Mbak Sri. Pintunya tidak sepenuhnya tertutup.

Perempuan paruh baya tergopoh keluar dari rumah itu.

"Eh, Mas Rony.... Kok nggak ngabari dulu kalau mau datang. Ibu sudah bilang, tapi nggak bilang kapannya,"

Mbak Sri menyalami Rony, "Ya ampun mas, tambah ganteng aja. Lama banget nggak ke sini, sibuk ya Mas?" ungkap Mbak Sri itu memberondongnya dengan berbagai ungakapan, mungkin rindu. Rony hanya tersenyum pada perempuan yang bersetia padanya untuk merawat rumahnya.

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang