53 Selaksa Makna

10.8K 593 20
                                    


Rony dan Salma sudah sampai di rumah sakit tempat Salma akan memeriksakan kondisi tangannya. Mereka memarkirkan motor Honda Astrea Star di parkiran rumah sakit yang bersebelahan dengan salah satu mall di Jogja. Sesaat setelah turun Rony membantu membukakan helm Salma, karena nampak perempuan itu kesusahan karena tangannya belum sepenuhnya pulih.

Bagaimana perjalanan mereka naik motor? Jangan berharap pada bayangan kemesraan dan morning riding yang seru. Keduanya saling diam. Tidak ada pelukan yang nyaman atau obrolan yang hangat. Bukan saling kesal, mungkin sama-sama bingung dengan respon Anang mengenai rencana perjalanan mereka.

Setelah mendaftar ulang di resepsionis mereka menuju poli orthopedi, bertemu dengan dokter yang menangani Salma dulu ketika kecelakaan. Mereka menunggu antrian sesuai nomor yang sebelumnya mereka ambil. Rumah sakitnya cukup ramai, dari 10 jatah periksa pasien oleh dokter ini, Salma kebagian nomor 9, ya, mereka kesiangan. Salma merutuki karena mereka naik si Capung yang tidak mungkin ngebut.

"Ih, banyak banget antriannya, ini baru nomor 4," keluh Salma.

"Ya ga papa, santai aja..." ucap Rony menenangkan.

"Kamu ini santai banget ya orangnya," ucap Salma dengan nada kesal.

"Kok ngegas? Kenapa si Sa...?" tanya Rony yang melihat keanehan Salma, perasaan udah makan tadi.

Salma hanya manyun, menggeleng pelan. Rony tau ada yang mengganggu pikiran perempuan itu.

"Galau ya, ada kemungkinan rencana kita cancel?"

"Kayaknya kita salah langkah deh, Ron," ucap Salma. Rony mengangkat sebelah alisnya, seakan bertanya, 'kenapa?'

"Ya, gue kan belum ngobrol sama papah-mamah, Lo tiba-tiba ngomong rencana kita, ya kaget lah mereka,"

"Gue cuma mau sat set, Sa. Mencoba berinisiatif, bukannya lebih cepat, lebih baik?"

"Ya liat sikon dong, Rony. Kalau nggak dikasih ijin gimana?"

"Kalau gue si ya ga gimana-gimana, kita bikin rencana lain, muter-muter Jogja doang juga gue mau,"

"Yah..." Salma nampak kecewa, dia sangat berharap dengan rencana besar mereka. Berharap Rony akan memperjuangkan rencana itu. Salah memang berharap pada manusia.

"Gue si ga kemana-mana juga asal sama Lo, udah seneng banget,"

"Tai! gombal aja teroos," ucap Salma namun tetap tersipu, yang segera ditahannya karena status yang tidak jua menemukan kejelasan.

"Salting, Lo!" Rony semakin menggoda.

"Lo udah bikin rencana kita kacau," Salma mendungus. Rony sedikit merasa bersalah karena sudah membuat Salma kecewa.

"Belum tentu, bokap Lo aja belum kasih jawaban,"

"Gue ngerti banget papah si, mesti nggak boleh. Huft, udah bayang-bayangin travelling kita lagi,"

"Lo kecewa ya?" tanya Rony, Salma mengangguk, murung.

"Ya, kita bisa rencanakan lagi lain waktu," Rony mencoba tenang, "Lagi pula rencana besar gue juga belum jelas,"

Seketika Salma memandang Rony, "Lo punya rencana lain? Kok ga cerita?" Salma sedikit bingung. Ya kali cerita semuanya, emang Lo siapa Ca?

Rony tersenyum, "Gue belum tau pasti gimana sebenarnya sikap bokap Lo ke gue,"

"Lah bukannya tadi pagi udah jadi si paling akrab sama papah?"

"Iya, papah emang sebaik itu sama gue. Gue inget omongan papah yang bilang gue tetep anaknya, apapun yang terjadi. Itu bisa bermakna banyak," cerita Rony. Dia menghela nafas panjang, Rony membingungkan selaksa makna sikap Anang padanya, "Anjing, kayaknya gue ketularan overthinking Lo,"

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang