Hari menjelang siang ketika mereka berangkat menuju studio. Karena soalan kost sudah menemukan alternatif maka rencana itu di-skip. Jalanan jakarta cukup padat, ramai mobilisasi orang-orang yang mencari materi, mungkin juga ambisi.
Di dalam mobil menjadi tempat mengobrol mereka akhir-akhir ini. Lebih privat, lebih intim. Kabin mobil Rony menjadi penyimpan memory cerita-cerita mereka nantinya.
"Masih sakit ya?" tanya Salma ketika mereka sudah jalan beberapa saat.
"Apanya?" tanya Rony, dia kira soalan perasaan. Kemudian lelaki itu menyadarinya, "Sesekali aja ga yang terus-terusan kek awal-awal..." jawabnya sebelum Salma menjawab tanyanya.
"Kemarin sakit banget donk?"
"Mayan," Rony menjawab sekedarnya, Salma merasa bersalah.
"Lo kesel banget sama gue ya, Ron? Maaf ya...."
"Kenapa gue mesti kesel?"
"Ya, udah sunat, perjodohan batal. Ih, bokap gue seenaknya banget ya," Salma menjadikan ayahnya alasan.
"Iyah, bokapnya siapa sih?" lanjutnya, "Lo kesel ga perjodohan batal?" tanya Rony, tidak menjawab pertanyaan Salma.
Salma memanyunkan mulutnya. Bingung harus menjawab apa.
"Gue si kesel," ungkap Rony meski Salma belum menjawab, lalu ia menghembuskan nafas panjang, "Sama diri gue sendiri. Ya gue sadar si kalau segala sesuatu yang terburu-buru itu hasilnya nggak baik, kek mie instan!"
"Itu kata-kata gue,"
"Iya, gue terngiang-ngiang banget. Cepet bikinnya, cepet abisnya, cepet laper lagi,"
"Hahahaha...."
"Kalau kemarin lancar, kita udah lagi repot mikirin pernikahan sekarang," ungkap Rony.
"Mau Lu!"
"Lo ga mau ya, Sa?"
Salma terdiam, terkaget atas pertanyaan Rony, dia menatap ke depan. Melihat jalan yang seakan tidak berujung. Rony tidak memaksakan jawaban atas pertanyaannya. Dia juga hanya melihat jalan. Tahu diri. Melihat Salma? saat ini ia tak mampu. Inget Ron, teman....
"Bukannya ga mau sama sekali, cuma gue butuh waktu. Gue nggak bilang pernikahan cepat itu nggak berhasil, banyak yang berhasil,"
"Lo meragukan gue kan?"
"Gue kira sama, kek Lo dulu meragukan gue kan? Di luar itu, gue lebih meragukan diri gue sendiri kayaknya,"
Rony pun merasakan hal yang serupa.
"Eh, sebelumnya Lo mikir ga bakal nikah kapan?" tanya Salma tiba-tiba.
"Nggak pernah mikir, hahahaha.... gue males banget terkekang," Rony menjawab dengan terkekeh.
"Gue juga lagi, lebih ke nggak kepikiran. Bayangin males kalau diposesifin, karena gue orangnya semenjaga itu kepercayaan. Kalau ga dipercaya rasanya kesel. Kek sia-sia jaga kepercayaan itu,"
"Gue yang males ribet soalan itu,"
"Tapi gue liat-liat Lo posesif juga,"
"Sebenernya biasanya enggak,"
"Masa?" tanya Salma dengan nada menggoda. "Dulu, bang Diman aja sampai Lo tuduh gitu," Rony kikuk sekarang.
"Gue biasanya cuek, secuek itu, se-nggak peduli itu," Rony lalu menarik nafas panjang, "Sebenernya gue juga bingung dengan perasaan gue sendiri, karena hubungan kita yang nggak jelas. Perasaan gue juga nggak jelas arahnya,"
"Iya, lagi huft,"
"Kek pernah kita bahas tiap kali ada cewek yang deketin gue, gue selalu mikir. Ini Lo marah nggak, gue perlu jelasin nggak? Tapi kok gue kesel juga kalau Lo yang deket sama cowok lain, gue jadi bingung sendiri," terang Rony ke Salma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan [End]
FanfictionCerita mengenai perjodohan lelaki dan perempuan yang tidak mudah. Perjalananan panjang untuk bersatu bertemu cinta. Seperti layaknya perjalanan, dalam prosesnya bertemu jalan yang berlika liku juga tanjakan dan turunan. Sebuah perjalanan menelusuri...