33 Sibling's Goals

11.1K 586 12
                                    

Menjelang malam, Nabila baru pulang. Sebenarnya bareng sama Paul, Paul sudah mengetahui berita mengenai Rony, tapi Nabila memintanya untuk menunggu Rony siap. Kondisi Rony benar-benar sedang tidak karuan. Nabila dan Paul sudah banyak membahas mengenai Rony dan Salma. Mereka mendiskusikan analisa masing-masing dan ingin membantu Rony. Nabila yang hendak mengambil peran disini.

"Wish me luck Powl!" ucap Nabila ke Paul.

Nabila mengetuk kamar Rony beberapa kali, tidak ada jawaban. "Kak, Nab masuk ya,"

Lalu membukanya dia melihat sesosok pria berbaring di tepi kasur, dia tidak tidur. Rony tengkurap, sedang tangannya menjuntai ke lantai. Nabila membawa sekotak pizza margherita dan segelas lemon tea, sekotak rokok dikeluarkannya dari saku celananya. Rokok Rony. Meletakkan yang dibawanya di meja. Kemudian Nabila melintasi kamar Rony, membuka pintu yang mengarah ke teras kamarnya, membiarkan udara malam masuk.

"Ngapain Lu?" tanya Rony karena Nabila semenjak masuk ke kamarnya tidak bersuara apapun.

"Temenin gue makan pizza dong, Kak," ungkap Nabila sambil duduk di lantai di depan pintu ke teras.

"Males banget, Nab,"

"Ayolah, itu gue beliin rokok, abis kan rokok Lu?"

"Ah, mager banget gua,"

"Enak Lho ini pizza-nya," Nabila sambil memakan satu slice pizza.

"Bangsat!" Rony beranjak dari kasurnya, menuju meja dimana Nabila meletakkan rokok untuk Rony.

"Lemon tea?" Rony mengingat perempuan yang suka pesan lemon tea. 

"Buat Lo, mamah yang bikinin, bukan gue," ucapnya jujur. Ah, mamahnya menggodanya.

Rony mendekat ke Nabila, dia memilih duduk di luar kamar, dia mau merokok.

"Lu break up, Kak?"

"Lu pikir? bokapnya sampai menghentikan ini semua," Rony melihat ke taman, tatapan matanya kosong.

"Lu mau cerita sama gue?" kata Nabila. Rony masih kosong, Nabila melanjutkan lagi, "Atau saran dari gue?" tanyanya.

Rony mendengus, dia pusing sendiri. Galau akut. Anak kecil tau apa....

"Ya gue cewek, paling nggak bisa kasih perspektif lain," ucap Nabila seakan tau yang dipikir Rony.

"Terus, nggak kayak papah mamah yang punya tendensi dengan keluarga Om Anang, mungkin pandangan gue lebih objective," pendapat Nabila, kayaknya dia ada benarnya. Rony menoleh ke Nabila.

"Emang gimana pendapat Lo?"

"Pertama, Lo harus kuat dulu, baru gue mau ngomong. Makan dulu sini, enak ini,"

"Nanti gue makan, rasanya masih nggak karuan,"

"Oke terserah Lo, lo sakit nggak menyelesaikan masalah, malah nambah,"

"Gimana tadi pendapat Lo?"

"Lets break it down. Kak Caca marah, itu yang pertama,"

"Itu gue tau,"

"Why?"

"Dia nggak sengaja buka whatsapp Bella di hp gue, pas mau pesan pizza, padahal gue udah ga pernah buka pesan Bella, tapi malah dibuka sama Salma. Jadilah postingan itu,"

"Kayaknya nggak cuma itu si, Kak Caca tu pasti konfirmasi ke Lo dulu, dia nggak mungkin telan mentah-mentah. Gue inget cerita Lo soalan Shinta, atau kejadian di Coffee Break"

"Gue juga bingung, kayak nggak Caca biasanya. Pas abis buka pesan, dia masih becandaan sama gue, masih biasa,"

"Gue pikir twitter si,"

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang