13 Post Factum

14K 708 13
                                        

Salma tiba-tiba mengangkat telepon.

"Iyo, Mas. Besok aku udah balik Jogja, kangen po?"

Rony melirik ke asal suara....

Salma sedang berbicara dengan orang yang menelponnya. Diam-diam Rony mengamati.

"Halah, ngomong aja Kamu udah kangen to sama aku," kalimat Salma berikutnya malah membuat Rony sedikit kesal.

"Iyo, Mas. Beneran besok aku flight pagi, jadi siang kita bisa ketemu,"

Kali ini Rony bingung karena merasa kesal melihat Salma telepon dengan senyum yang merekah. Siapa sih? Mas? Cowok? Aku-Kamu? Dia kesal karena kesakitan, sementara perempuan itu malah ketawa-ketawa sama orang lain.

Ini gue sakit gara-gara nurutin kemauan siapa sih? geramnya dalam hati. Dia tidak lagi menyimak obrolan Salma lagi. Dia benar-benar kesal. Ada rasa sakit lain yang muncul selain luka bekas operasi.

"Arrggh, Mah," penggil Rony sambil meraih lengan Maya yang duduk disampingnya.

"Kenapa, Ron?"

"Mah, kok ini panas banget ya? aduuh mah.... cenut-cenut," keluh Rony pelan, supaya tidak terdengar yang lain. Namun rupanya menarik perhatian orang-orang yang ada di ruangan itu.

"Sayang...." Maya menenangkan sambil mencari bantuan suaminya.

"Maaaaah, periiiih banget, aduuuuh..." rengek Rony ke mamahnya masih berusaha pelan. "Maah, ngilu, aduuh, aah, gimana ini,"

"Sabar Ron, kayaknya ini biusnya habis," sangka David, "Nab, panggil dokter Nab, cepet,"

"Aaaah, ini kena kain ngilu banget!" Rony berbicara lirih, sedikit malu. David membantu menekuk kaki Rony supaya sarungnya tidak mengenai lukanya.

"Aduuuh, ini capek banget kayak gini," keluh Rony lagi.

"Ron, sabar sebentar ini kita tanyakan ke dokternya,"

"Mah, ini perih banget! Mah, tolong kipasin, tiup, Maaah," Rony merajuk tetap dengan suara pelan.

Nabila mengeluarkan kipas plastik dari tasnya yang dia bawa kemana-mana. Mamahnya membantu mengipasi luka anaknya dari balik sarung. Saat dokternya tiba di ruangan itu diiringi seorang perawat.

"Ini biusnya habis. Obatnya udah diminum?" tanya dokternya, Maya mengangguk. Dokter itu menyingkap sarung Rony sedikit.

"Ini aman, tidak ada pendarahan. Ngilu ya? Ini soalnya Rony ini nggak pernah kebuka, jadi bagian kepalanya ini tadi ada perlekatan. Sekarang jadi sensitif sekali. Ya, ibaratnya masih ting ting," ungkap dokternya yang disambut gelak tawa yang hadir di ruangan itu.

"Periiih," kata Rony.

"Iya, ini juga kayaknya secara psikis Rony takut banget ya? Nanti saya tambahkan obat penahan rasa sakit. Tapi tidak boleh banyak. Nanti diminum kalau pas benar-benar sakit sekali, kalau nggak terlalu minum aja obat yang ini, boleh maksimal 3 tablet," dokternya menerangkan, pandangannya lalu beralih ke perawat disebelahnya, "Sus, nanti ambilkan ya, 3 tablet saja. Satu nanti langsung diminum sekarang, sisanya boleh dibawa pulang," terang dokternya.

Setelah Rony minum obat kecil berwarna pink dengan kemasan berwarna biru, Rony sedikit tenang dengan rasa sakitnya. Jam sudah menunjukkan pukul 10.00. Keluarga Salma berpamitan.

"Kok buru-buru?" tanya David.

"Pah, mereka ini baru datang, dan besok mesti pergi, kan mesti capek to, kamu ini. Makasih sekali lho, kalian malah datang kesini," kata Maya.

"Papah ini masih kangen tau, Mah,"

"Ya, semoga besok-besok bisa kesini lagi ya..." ungkap Anang.

"Rony, lekas sembuh ya nak ya... Nanti beneran deh tante doain tiap hari," ungkap Santi dibalas senyum tipis Rony.

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang