75 Jogja Sedang Sendu

7.6K 482 49
                                    

Dimas....

Laki-laki itu duduk di sebelah Santi. Santi masih tertunduk. Tangannya menangkup wajahnya. Tangis pasti tak terelakkan darinya. Sedih yang mendalam saat orang terkasihnya dalam kondisi tak menentu. Ruang ICCU(Intensif Cardiology Care Unit), ruang perawatan intensif untuk penyakit jantung. Ruang itu terasa sangat dingin. Angkuh. Beberapa kelompok keluara pasien lain ada disana juga. Semuanya nampak lelah, namun dipaksa siaga.

Salma melepas genggaman tangan Rony, berlari kecil menuju mamahnya yang langsung disambut pelukan oleh Santi. Pelukan saling menguatkan. Salma menangis lirih, Santi pun sama. Melihat pemandangan itu Rony miris semiris-mirisnya. Dia hanya mendekat, berdiri tegak disana. Matanya menangkap sosok lain yang sedari tadi hanya dilihat siluetnya. Dimas.

Ada kekesalan di hati Rony yang tertahan. Kenapa ada manusia itu disana? Dimas, maksudnya. Ingin rasanya menjadikan Dimas samsak atas kekacauan perasaaannya. Rahangnya dikatupkan erat menahan segala kecamuk di hatinya. Tidak pantas jika meluapkannya di tempat itu, di momen sesedih itu.

Salma melepas pelukkan mamahnya. Duduk disampingnya. Santi mengalihkan pandangan ke Rony. Rony mendekat, mengulurkan tangannya ke Santi. Namun tatapan Santi tidak seperti biasanya yang ramah padanya. Dingin, sedingin ruang ICCU. Santi tetap menerima uluran tangan itu, Rony menciumnya. Dimas melihatnya dengan tatapan aneh.

"Mah...." ucap Rony lirih.

Lama tidak ada obrolan, percakapan, apapun. Rony menyandarkan dirinya di tiang kayu yang menyangga atap lorong dimana mereka berada. Suasana begitu kaku. Rony ingin sekali bertanya mengenai situasinya. Namun ditahannya kegundahan itu.

"Mah, gimana kejadiannya?" tanya Salma.

"Nanti aja ya ceritanya, Ca. Mamah masih kalut," jawab Santi.

"Ehm, iya mah," ucap Salma, "Mah, mending mamah sekarang pulang aja, Caca yang disini," Salma berusaha kuat.

"Mamah mau nemenin papah, Ca,"

"Iya, Caca tau. Tapi kita harus berbagi energi. Besok gantian Caca yang istirahat, mamah yang disini,"

Santi menatap Salma, anaknya itu juga pasti kelelahan setelah perjalanan jauh, "Kamu kan juga capek, Kamu yang besok aja,"

"Ga papa mah, sekalian capek, mamah mending istirahat dulu," ucap Salma. "Ada pak Amin?" tanya Salma.

"Enggak, tadi kesini sama Dimas," ucap Santi.

Salma melihat ke Dimas, dari tadi keduanya belum saling bicara. Rony melihatnya dengan hati yang tertahan, rasanya tidak rela meski Salma hanya melihat laki-laki lain. Apalagi laki-laki itu Dimas.

"Ca, aku bisa anterin mamah kalau perlu," ucap Dimas. Salma mengangguk. Rony tidak terima, tapi bisa apa?

"Mah, yah....?" tanya Salma sekali lagi. Santi memandang anak perempuannya.

"Caca sama Rony disini, iya kan Ron?" tanya Salma melibatkan lelakinya, sambil menggenggam lengannya.

"Iya, Mah. Rony temenin Caca. Mamah istirahat dulu, besok bisa bawain sarapan buat kami," ucap Rony memberikan argumen. Meski tatapan Santi tidak ramah pada Rony, namun akhirnya menurut juga.

Santi beranjak dari duduknya, dilihatnya pintu ruangan dimana suaminya dirawat. Salma mengikuti arah pandang mamahnya, dipeluknya erat perempuan itu. Keduanya sekali lagi berpelukan, saling menguatkan. Rony ingin ikut memeluk juga, tapi tatapan Santi yang tidak ramah membuatnya menahan itu.

"Aku antar mamahmu pulang dulu," ujar Dimas.

Rony hanya melempar tatapan sinis. Dia masih marah kerena telepon Dimas kemarin malam. Hal yang membuatnya semalaman tidak saling bicara dengan Salma. Tapi situasi ini memaksanya menjaga sikap. Dimas membalas tatapan yang tak kalah sinis, perang dingin sepertinya dimulai diantara keduanya.

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang