Lawang Ombo, sebutan untuk rumah milik Kapitan Lim Kim Sok oleh warga sekitar. Destinasi Rony dan Salma selanjutnya. Alasannya karena rumah ini memiliki pintu masuk utama yang lebih besar dari umumnya. Rumah ini mirip dengan rumah lainnya yang sudah dikunjungi Rony dan Salma, hanya di bagian rumah belakang merupakan bangunan berlantai 2, menunjukkan betapa kaya rayanya dia. Tiang kayunya juga besar-besar.
Rumah ini juga disebut Rumah Candu, karena Kapitan Lim merupakan salah satu tokoh pengedar candu pada masa kolonial. Salah satu sumber kekayaannya. Lokasi rumah ini ada di sebelah Klenteng tertua disini, Klenteng Cu An Kiong. Di seberang jalan merupakan Sungai Lasem. Berbeda dengan Rumah Merah atau Rumah Oei dan Rumah Nyah Lasem yang berada di Selatan jalan raya, Rumah Candu berada di kawasan Utara jalan raya.
Rumah ini sepertinya jarang dijamah, bau lembab menunjukkan jarangnya hawa manusia di sini. Lantainya yang dari terakota nampak lusuh dan berdebu. Di salah satu dinding ada sederet foto. Salah satunya foto Tukul Arwana, ketika mengadakan acara Mr. Tukul jalan-jalan, sebuah acara berkonsep misteri di TV. Salma menggamit lengan Rony karena bergidik. Meskipun demikian di tengah ruang pertama ada satu meja altar pemujaan yang cantik.
"Masih dikunjungi keluarga untuk beribadah, di belakang juga ada makam soalnya," terang Mas Gun melihat Salma yang nampak ngeri ketika memasuki rumah ini. Memang rumah ini tidak ditinggali.
Di tengah ruangan ada sebuah meja bundar, permukaannya ditutup kaca, di bawah kaca itu tersimpan beberapa benda alat penghisap opium, candu kala itu. Rony memperhatikan alat-alat mengkonsumsi candu dengan berbagai design. Dia teringat masa kelamnya.
"Dulu, candu itu salah satu komoditi perdagangan yang bernilai tinggi, legal. VOC membuat perjanjian dengan kerajaan Mataram untuk memonopoli import candu, waktu itu dari Benggala. Curang memang. Segala lapisan masyarakat di Jawa dulu mengkonsumsi candu. Bahkan ada yang cerita kalau 1 dari 20 orang adalah pecandu. Bisa dibayangkan rumitnya kala itu, itu juga yang menjadikan penjualan candu menjadi penghasilan yang besar buat VOC," terang mas Gun.
Rony lagi-lagi merefleksikan hidup masa lalunya, separah apa dia.
"Tempat-tempat mengkonsumsi candu pun dilegalkan. Salah satunya disini yang menjadi gudang candu. Namun Kapitan Lim juga menyelundupkan candu dari Singapura. Kita ke ruangan sana..." ajak Mas Gun menelusuri ruang selanjutnya.
Rony dan Salma mengikuti Mas Gun. Mas Gun menunjukkan sebuah lubang di satu ruangan di rumah itu.
"Ini ada lubang, ini nembus sampai ke Sungai Lasem di depan sana. Ada yang bilang, kemungkinan ini untuk menyelundupkan candu ilegal itu. Dari dalam sini dibungkus candunya terus disiram air, nanti di tepi sungai sudah ada yang menunggu untuk ngambil."
Mereka bergeser ke bangunan lainnya. Debu terasa lebih tebal disini.
"Disini dulu katanya tempat untuk menghisap candu. Lihat sekat-sekatnya," lalu, mas Gun mengeluarkan hp-nya, menunjukkan gambar-gambar lawas mengenai pecandu Jawa kala itu. Gambarannya kebanyakan adalah sekelompok orang, dengan badan setengah berbaring bersandar pada bantal, kaki berselonjor, memegang alat bulat panjang, alat penghisap candu. Ada alat pembakar di tengah kumpulan.
"Selain itu ada cerita juga kalau di pondok-pondok tempat candu ini juga, pecandu ditemani perempuan-perempuan yang melayani, maaf ya Mbak," ucap Mas Gun mencoba sopan ke Salma. Salma tersenyum kelu, mengingatkannya akan sesuatu.
"Kayak di film-film itu," canda Mas Gun.
Tidak hanya Salma, rupanya Rony juga kelu. Apalagi saat dipandang air muka perempuannya sudah berubah. Candu dan perempuan, seperti paket lengkap yang juga menempel pada Rony.
Hari sudah sore ketika mereka selesai dengan tour di Rumah Candu dengan cerita pembantaian Kapitan Lim dan keluarganya di salah satu ruangan. Pembantaian itu dikarenakan kapitan Lim ketahuan menyelundupkan candu. Salma makin ngeri di rumah itu, mood-nya merosot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katakan [End]
FanfictionCerita mengenai perjodohan lelaki dan perempuan yang tidak mudah. Perjalananan panjang untuk bersatu bertemu cinta. Seperti layaknya perjalanan, dalam prosesnya bertemu jalan yang berlika liku juga tanjakan dan turunan. Sebuah perjalanan menelusuri...