72 Day 10: Lasem, Tuban dan Kenangan

8.1K 585 122
                                    


Pagi hari di Rumah Oei terasa begitu dingin. Siapa yang bangun duluan, Rony atau Salma?

Salma. Dia lekas menidurkan dirinya karena kesal. Mereka sekamar, Salma bingung jika harus melanjutkan perdebatan semalam. Cemburu Rony itu sangat aneh, seperti malam sebelumnya bagaimana Rony memintanya percaya, harusnya dia mengerti hal yang sama. Bukannya malah mencaci maki. Harusnya mereka bisa saling menguatkan kalau ada godaan dari luar, bukankah itu kata-kata Rony?

Belum tenang hatinya soalan candu dan perempuan, malah dipermasalahkan soalan Dimas. Dia terlalu lelah untuk memberi ruang untuk overthinking.

Kehadiran Dimas yang sebenarnya ingin Salma bahas dengan Rony. Dimas tidak pernah menghubunginya selama ini. Dia cukup gentleman untuk tidak mengusik Salma. Tapi semalam dia menghubunginya. Tentu hanya sebagai teman, menurut Salma. Dia bilang karena dia peduli padanya. Ada apa sebenarnya? Kejadian semalam begitu tiba-tiba.

Salma sarapan terlebih dahulu, dia meninggalkan Rony yang masih tidur. Dilihatnya sebentar lelakinya. Sangat lusuh, bahkan dia tidak berganti pakaian semalam. Salma mengingat pesan Rony yang dibacanya setelah bangun tadi pagi, dikirim jam 3 pagi. Dia tau lelakinya begitu menyayanginya. Tapi cemburu itu berlebihan. Salma hanya menghela nafas panjang, pergi sarapan sendiri.

Rony terjaga 2 jam kemudian. Dia baru bisa tidur pukul 03.20 pagi. Sekarang pukul 08.00. Kepalanya begitu riuh, pertanyaan dan jawaban yang dirangkainya sendiri saling bersahutan. Saat dilihatnya tidak ada Salma di kamar itu dia langsung panik. Bergegas ke kamar mandi untuk cuci muka, Lalu keluar dari kamar.

Dari pintu keluar dilihatnya Salma sedang duduk sendiri, dengan cangkir ditangannya. Rony tidak bermaksud menemui perempuan itu. Rony hanya perlu memastikan keberadaannya. Dia kembali ke kamar untuk bersiap sendiri.

Dia masih kesal dengan Salma, bisa-bisanya masih ada Dimas yang mengganggu hubungan mereka. Cowok itu berani-beraninya meminta Salma meninggalkannya. Menyuruh Rony meninggalkan Salma? Yang benar saja...

Rony gusar. Itukah hal yang dikira penting oleh Salma?

Tapi lebih dari itu. Semalam justru dia memikirkan ucapan-ucapannya sendiri. Rupanya tidak mudah membangun percaya, semudah yang ia minta ke Salma saat Bella menghujani Salma dengan serapah. Instan karma?

Kekhawatiran soalan nomor yang di-block juga menghantuinya. Jangan-jangan semalam Salma sudah membuka block nomor Dimas. Rasanya kacau sekali pikirannya, mungkin pertanyaan seperti itu juga yang membuat Salma kesal kemarin malam. Tapi Salma begitu baik memaafkannya. Sedangkan dia?

Cowok brengsek. Kalimat pendek itu terus terngiang. Kembali ia memikirkan bagaimana perasaan Salma ketika mendapat serapah dari Bella. Salma pun memaafkan itu. Tapi, bagaimana dengan Rony? Bisakah dia memafkan?

Rony keluar dari kamar untuk sarapan setelah bersiap. Dilihatnya Salma masih di teras, sibuk dengan hp-nya. Melihat Salma dengan hp-nya saja membuat banyak pertanyaan hadir di kepalanya. Sial, dia benar-benar cemburu. Rony mendekati perempuan itu.

"Sarapan?" tanya Rony singkat.

"Dah," jawab Salma lebih singkat, bahkan tanpa melihat Rony.

Rony kesal, tapi dia juga tidak berusaha memperpanjang obrolan. Ego beradu ego. Dia berlalu mengambil makan untuknya sendiri. Saat kembali ke teras penginapan untuk makan, Salma sudah tidak berada disana lagi. Rony benar-benar dibuat tak karuan. Mungkin masuk ke kamar, pikirnya. Rony yakin perempuan itu tidak akan pergi. Tapi hati Rony begitu sakit karena diacuhkan. Rony sarapan sendiri. Tidak ada sinkronisasi rasa, maupun sinkronisasi rencana pagi ini. Hampa rasanya.

Katakan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang