DT 36

9.3K 1.1K 11
                                    

DON'T FORGET TO CLICK VOTE BUTTON

🚛

HAPPY READING💛

.
.
.
.
.

ALL PIC BY PINTEREST




"Apa yang kau lakukan disini?"

"Kakak"

"Ada apa? Kenapa kau bersembunyi disini?" Eugene berjongkok, memandang wajah Alvin yang melihat kesegala arah dengan panik.

Eugene menengok kearah lorong, yang memang terdapat beberapa maid yang sedang bersenda gurau dengan bahagia. "Apakah kau mengintip para pelayan itu disini" Ucapan Eugene membuat Alvin melotot kesal. "Tidak. Aku tidak" Ujarnya, bibirnya melengkung kebawah dengan pipi yang memerah.

"Apa yang kau sembunyikan" Alvin mengeratkan tangannya kearah kertas di genggamannya, menyembunyikan kertas itu di belakang tubuh kecilnya.

"Ada apa?"

Alvin meruntuki kebodohannya, diam - diam kesal pada Gail yang tidak memberitahunya. "Ini" Ia menyerahkan kertas itu kepada Eugene. Kertas polos dengan sedikit bercak hitam tinta yang menghiasi bagian depannya "Apa ini?" Tanyanya. Alvin menunduk, memainkan jari nya dengan gugup. Alasan apa yang tepatnya ia berikan?? Otaknya memutar memikirkan alasan yang cocok ia katakan.

"Aku.... Itu.. Mmm.. Ah! Itu diberikan oleh bibi kepadaku" Ujarnya. Eugene mengangkat alis bingung, apakah ini surat cinta? Maid mana yang berani menyatakan cintanya pada bocah dibawah umur. Ingatkan ia untuk memenggal kepalanya nanti.

"Bisakah kakak bacakan untukku? Aku... Aku masih terlalu kaku dalam memahami huruf" Ujarnya malu. Wajah polos itu bersemu dengan tatapan yang menunduk, ini adalah tampilan seorang bocah labil yang pemalu. Eugene terkekeh pelan. Namun tak ayal, tangannya meremas kertas itu ditangannya.

"Baiklah, akan kubacakan" Dapat ia lihat wajah bocah itu yang berbinar gembira kearahnya. Eugene membuka surat itu membacanya satu persatu. Eugene menatap kertas itu, menelisik setiap kata yang tertera. Namun tatapannya kini berganti, terkejut, dan ada sedikit rasa gembira menyelimuti hatinya, wajah senang nya menatap Alvin lamat "Maid mana yang memberikan ini padamu?" tanyanya. Alvin memikirkannya, tangan itu memegang dagunya seolah - olah berpikir.

"Aku tak tahu. Wajahnya tidak jelas" Ujarnya pelan.

Eugene mengelus surai itu, mengacaknya dengan gemas. "Baiklah jika Alvin tidak mengingatnya, tak apa. Tapi aku juga tak bisa membacanya, aku harus memberikannya pada pak tu--maksudku pada ayahku, agar ayahku dapat membacakannya padamu hem?"

Alvin mengangguk bersemangat, tangannya menggandeng tangan yang lebih besar darinya, berjalan bersebelahan dengan wajah yang cerah. Eugene berpikir apakah bocah itu begitu bahagia hanya karena sebuah kertas? Padahal yang sebenarnya Alvin bahagia karena rencananya lebih cepat terselesaikan karena bantuan Eugene. Hah... Ia akan bersantai lagi.

Tak lama, Eugene dan Alvin memasuki ruangan kerja Felix. Terlihat Alaric dan Felix yang duduk berhadapan dengan beberapa kertas didepannya. Mengetahui jika ada orang yang masuk kedalam ruang kerjanya, Felix kini berbalik. Menatap kedatangan Eugene dan Alvin dengan tatapan penuh tanya.

"Ada apa?" Tanya Felix. Alvin kini sudah berlari kearah sang ayah, sedang Eugene menatap Felix dengan senyum lebar diwajah tampannya. Tangannya memegang kertas dihadapan Felix dan menyerahkannya, "Aku memiliki hadiah untukmu, ayah" Bisiknya. Felix mengangkat alisnya bingung, mengambil kertas itu dan membacanya. Wajah nya mengeras dengan tatapan dingin. Menggebrak meja didepannya membuat Alvin dan Alaric terkejut dibuatnya.

( TRANSMIGRATION) Dimensional TransmissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang