72. Hujan di matamu

1.2K 115 13
                                    

Sena kini telah berada di tengah ibu-ibu, dan bapak-bapak yang duduknya terpisah.

Sena duduk seraya tersenyum, bersyukur banyak yang mendoakan ia dan bayinya.

Sahabatnya juga ada di sampingnya untuk menemani Sena.

Sena berdoa untuk dirinya dan anak yang ada dalam kandungan nya, semoga menjadi anak yang berguna untuk agama dan masyarakat, semoga anak ini lahir menjadi penguat Sena.

Acara pengajian 4 bulanan Sena sudah selesai, Fani dan Gina membantu Laila untuk membereskan rumahnya.

Sena juga membantu yang lainnya membereskan piring.

"Kamu istirahat saja sayang, gih naik ke kamar." Laila mengambil alih piring yang ada di tangan Sena.

"Ini kan acara Sena mi, Sena juga mau bantu beresin." Sena melanjutkan aktivitasnya yang sejenak di cegah oleh Laila.

"Tapi jangan cape cape." Laila memberi peringatan kepada Sena.

Laila sama sekali tidak pernah menanyakan Rafa pada Sena, Laila takut jika ia bertanya malah akan menjadi beban pikiran untuk Sena. Laila paham, Rafa dan Sena sudah bisa menyelesaikan masalah nya sendiri. Maka dari itu Laila tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga anaknya. Yang Laila tau, ia harus bisa menjaga Sena agar bayi dan ibunya tetap sehat.

"Siap umi." Sena memberi tanda hormat kepada Laila.

Sena yang mungil dengan perut yang kini sedikit buncit membuatnya tambah lucu. Andai Rafa ada di sampingnya pasti Rafa akan meledeknya.

Setelah semuanya beres, Fani dan Gina pamit pulang ke rumah masing-masing.

"Pamit ya Sen," ucap Fani seraya mengelus bahu Sena.

Fani tau betul bagaimana kisah mereka berdua semenjak SMA, Fani adalah saksi betapa bahagianya Sena saat bersama Rafa. Makanya saat tau Rafa begini Fani terkejut, sangat menyayangkan mengapa bisa laki laki yang kelihatannya sangat menyayangi Sena ternyata tega menghianatinya.

"Sehat sehat ya sayang, jagain umi." Gina berpamitan seraya mengelus perut Sena. Sena tersenyum seraya mengelus perutnya.

"Udah kalian ga usah khawatirin aku, aku ga suka di pandang dengan pandangan iba." Sena mendengkus sebal.

"Ngga siapa yang kasian, wle." Setelah mengucapkan kata meledek itu, Fani dan Gina berpameran pada Laila lalu mereka pulang.

Fani dan Gina tidak bisa menutupi rasa khawatirannya untuk Sena, mereka takut Sena kenapa napa dengan mentalnya yang nantinya akan berpengaruh ke anak dan ibunya.

Sena masuk ke kamar, menghelai napas panjang kemudian membuangnya gusar, ia duduk sebentar di pinggiran kasurnya, menatap ke luar jendela.

Sampai kapan ia akan begini terus? bukankah hidup akan terus berjalan?

Di rasa badannya sangat gerah dan lengket, Sena melepaskan jilbab dan bergegas mandi sore dan bersiap menunaikan solat magrib.

Selesai solat Sena melantunkan surah Maryam, kadang juga Sena melantunkan surah Yusuf. Karna Sena belum tau jenis kelamin anak yang di kandungannya. Sena juga sering mendengar murottal murottal agar anak yang di dalam kandungannya juga mendengar dan di harapkan akan menjadi penghapal al-quran.

Padahal dulu ia selalu berdoa, saat nanti ia hamil ada Rafa yang melantunkan ayat suci untuk anaknya seraya mengelus perut Sena. Tapi semakin di bayangkan semakin sakit.

Sena melepaskan mukenanya berjalan kedepan kaca lalu mengambil sisir, dan menata rambutnya.

Sena tersenyum ketika melihat tubuhnya yang kini mulai berisi.

Sena membuka jendela kamar nya, membiarkan angin sepoi sepoi masuk ke kamar melalui jendela.

Sena duduk di meja belajar yang dari dulu tak pernah ia ubah posisinya.

Sena mengambil pulpen dan buku, Sena menulis diatas kertas putih membuat aksara aksara indah seperti seseorang yang kini sedang ia rindukan.

Setelah selesai Sena menutup buku itu, iya bersandar di kursi nya. Mengusap wajahnya dengan gusar.

Sena menikmati angin yang menyapu wajahnya.

"Mas, Sena rindu."

Bersambung

Update semoodnya aku aja deh, aku lagi pusing mikirin ending enaknya gimana huhu. Sarannya jangan lupa di komen

See u💗

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang