70. Sebuah Rumah Yang Bukan Lagi Aku Penghuninya

3K 137 15
                                        

Sena duduk termenung di depan jendela kamarnya.
Angin sepoi sepoi masuk kedalam kamar, dari celah celah jendala.
Menggerakan rambut hitam kelam Sena, kesana kemari.

Apa yang Sena lakukan ini sudah benar?
Sena bertanya tanya dalam benaknya.
Tapi bukankah firasat seorang perempuan tidak pernah salah? Apalagi Rafa adalah orang yang sangat sangat Sena sayangi, Sena tau betul gimana belakangan ini sifat Rafa berubah, memang tak banyak tapi Sena merasaknnya.

Suara ponsel membuat Sena tersadar dari lamunannya.
Sena melihat layar ponsel nya.
'Fani? '

Sena segera mengangkat telponnya.

"Assalamu'alaikum, Sen."
Fani memberi salam dari sebrang sana.

"Waalaikumsalam, fan. Tumben banget, ada apa?"

"Loh malah nanya ada apa, harusnya aku yang nanya kamu. Kamu kenapa ga masuk kuliah belakangan ini?"

Sena baru ingat, sudah 3 hari ini ia tidak masuk kuliah. Ada yang harus Sena hindari.

"Aku sedikit ga enak badan." Alibi Sena.

"Loh ko kamu ga bilang aku," Fani terdengar mencebikan bibirnya.

"Aku mau bilang tapi ya lupa." Sena beralibi lagi, ia tidak sakit, hanya saja Sena masih butuh istirahat sebentar. Sena tidak boleh kelelahan entah itu masalah fisiknya, batinnya, ataupun otaknya.

"Ayo lah Sen, kalo udah sembuh langsung masuk ya, jangan males malesan, nanti lulusnya di undur emang kamu mau?" Fani mengancam Sena, karna Fani tau Sena takut tidak lulus tepat waktu.

"Ih ga mau la, iya nanti aku kuliah."

"Oh iya kalian pindah ke apart, ya?'

"Ngga, kenapa emangnya?"

"Loh aku ketemu pak Rafa ko di lobby apart, pas aku mau nyapa ga keburu, karna aku jauh di belakang nya."

"Salah orang kali kamu." Sena mencoba untuk berfikir positif.

"Ngga ko, bener kayanya, aku liat itu perawakannya pak Rafa banget."

"Oh, ada kerjaan dia waktu itu di sana."
Sena sebenarnya tidak tau Rafa sedang apa di sana, tapi Sena berusaha menutupi masalah rumah tangganya.

"Oh gitu, yaudah ya Sen, aku udah ngantuk nih, jangan lupa jaga kesehatan."
"Assalamu'alaikum,"

Sena menjawab salam dan memutuskan sambungan telepon nya.

Sena menaruh kembali handphone nya di atas nakas. Kembali memikirkan sedang apa Rafa di sana. Bukan kah Sena tidak pernah mencari tau? tapi mengapa Allah memberi tau Sena lewat orang orang terdekat Sena.

"Ya Allah." Sena menghembuskan nafasnya kasar, mengusap wajahnya dengan gusar.

Sena beranjak dari meja belajarnya, beralih merebahkan dirinya di atas kasur, mencoba memejamkan matanya, meski terasa sangat sulit. Entah mengapa hal hal yang menyakitkan terus perputar di kepala Sena.

***

Bulan kebulan telah berlalu, sekarang sudah 4 bulan Sena tanpa Rafa dan sebaliknya.

Perut Sena sudah mulai kelihatan membuncit, mood Sena suka mulai tidak karuan. Keinginan Sena sudah mulai banyak, ingin ini ingin itu tapi jika sudah dibelikan kadang Sena tidak makan dan tidak Sena pakai.

"Ayo Sen pulang," Fani mengajak Sena pulang.

Setelah pulang kuliah Sena, Fani dan Gina berencana ke rumah Umi Sena, karna mereka akan mengadakan Syukuran 4 bulanan sena.

Karna saat usia kandungan menginjak 4 bulan, Allah memerintahkan malaikat untuk menuipkan ruh kedalam rahim ibunya.

"Fan lewat rumah aku dulu ya," Sena tiba tiba mengajak Fani untuk melewati rumahnya.

Rumah yang saat itu ia tinggali bersama Rafa.

Fani dan Gina jelas bertanya tanya, untuk apa? Pasalnya rumah itu adalah rumah yang paling Sena hindari.

Tapi Fani dan Gina hanya bungkam, meraka tidak ingin mengorek lagi luka Sena. Meskipun memang sebenarnya belum sembuh.

Mereka hanya mengikuti apa yang Sena inginkan. Mereka berusaha menjaga Sena sebisa mereka. Mereka juga menghindari percakapan percakapan tentang pacar mereka untuk menjaga hati Sena.

Mereka berjalan melewati rumah yang sudah 4 bulan ini tidak Sena injak sama sekali.

Sekarang seperti apa dalamnya? Bagaimana kondisinya? Apakah tetap bersih dan rapih?

"Berenti dulu Fan."

Fani langsung memberhentikan mobilnya.

Sena memandangi pekarangan rumah itu, entah mengapa Sena sedang ingin singgah sebentar ke rumah itu.

Setelah beberapa lama Sena tidak ingin melihat rumah itu, akhirnya kini Sena memberanikan diri melihatnya. Sepertinya Sena sedikit rindu akan kehadiran laki laki itu. Laki laki yang katanya kini mencintai perempuan lain yang bukan dirinya.

Terlihat ada mobil Rafa terparkir di depan rumah itu, rumah yang dulu ia tempati bersama Rafa, rumah yang penuh cerita, rumah yang penuh gurauan Rafa dan penuh tawa Sena.

Bunga mawar yang dulu ia tanam di pekarangan rumah bersama Rafa kini sudah mulai layu dan mati.
'Apa Rafa tidak merawatnya?'

Suasana hening di dalam mobil. Fani dan Gina tidak berani menatap Sena. Karna mereka tau luka itu, luka yang tidak pernah Sena ceritakan.

Mereka hanya menunduk, sedangkan Sena fokus kepada rumahnya.

Kenangan-kenangan itu berputar bagai kaset rusak di otaknya, kenangan saat Rafa menggodanya, kenangan saat Rafa menggenggam tangan Sena saat jogging, kenangan yang mungkin tidak bisa di ulang lagi.

Fani dan Gina senoleh kearah rumah Sena setelah melihat ada seseorang keluar dari sana.

Ternyata ada Rafa yang keluar memasuki mobil, tapi....

Ada seorang perempuan cantik mengikuti Rafa dari belakang.

Bersambung....

Sedih ya jadi Sena:(
Aku gatau ko bisa bawa Sena sampe sesakit ini ya.

Life after break up itu cape banget ya guys. Kita harus mikirin gimana cara ngelupainnya, harus mulai dari mana dulu, gimana cara apus kenangannya. Doain aku bisa lewatin itu semua ya, ga nyangka aku bakal di posisi ini lagi:) haha, tetep semangat pokonya, terutama aku yang sedang potek wkwk Gabeda jauh la ceritanya sama yang aku tulis di atas:) sakit bngt kan huhu

See u next time guys

VOTEEE DON'T FORGET!!! ❤

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang