~•43. Kepergian Vito•~

71.2K 4.3K 180
                                    

Sekarang ataupun nanti, tetaplah bersiap-siap untuk yang namanya 'kehilangan'.

Kring ... Kring ....

Handphone Fani berdering menandakan ada telepon masuk.

Sena menatap Fani, seolah bertanya 'siapa?'.

Fani yang paham akan raut wajah Sena, ia menjawab, "Vito."

Ada apa Vito menelepon vidio call.

Fani mengangkat teleponnya dan mengarahkan handphone-nya ke arah wajah mereka.

[Assalamualaikum,] ujar Vito dari sebrang sana.

"Waalaikumsalam," ucap Rani, Fani dan Sena secara bersamaan.

[Kalian apa kabar?] Vito melambaikan tangannya seraya tersenyum manis.

"Seperti yang kamu lihat," ucap Rani.

"Vit, lagi di mana?" tanya Sena, pasalnya tempat itu terlihat ramai orang yang berlalu-lalang.

[Di bandara.]

"Hah?!" Mereka semua kaget sekaligus heran.

"Ngapain?!" Sena penasaran.

[Ke kampung halaman ibu,] ucap Vito santai.

"Seriously?" Sena bingung, untuk apa tiba-tiba Vito ke kampung halaman ibunya, di Roma.

[Iya serius, ini lagi di bandara.]

"Ngapain di sana?" tanya Fani yang penasaran juga.

[Keluargaku pindah ke Roma, aku juga bakalan lanjut kuliah di sana. Sekalian papa ngurusin perusahaan mamah di sana.]

"Vito kenapa ga bilang sama Sena!" Sena sangat marah, bisa-bisanya Vito tidak memberitahu Sena tentang kepergiannya ke Roma. Di antara Fani, Rani dan Sena, Sena lah sahabat yang paling dekat dengan Vito.

[Coba liat handphone kamu,] ucap Vito seraya menaikan alisnya menatap Sena.

Sena segera mencari handphone-nya di dalam tas.

Banyak notifikasi dari Vito, 10 kali panggilan tak terjawab dan 24 chat WhatsApp.

Sena menatap Vito.

[Iya, kan?] tanya Vito yang melihat raut menyesal di wajah Sena.

Sena mengangguk lesu.

Sena melihat isi chat-nya. Wajahnya perlahan menjadi sedih. Matanya berkaca-kaca. Sena sudah menganggap Vito sebagai kakak kandungnya sendiri. Vito selalu ada untuk Sena. Sena tak bisa jauh dari Vito. Yang Sena tau Vito adalah kakak yang selalu menjaga adiknya dengan baik, di sebelah Vito Sena merasa aman.

[Utututu ... Ga boleh nangis dong.] Vito mencoba menghibur Sena. Vito tahu betul Sena seperti apa.

[Aku udah beberapa kali telepon kamu, tapi ga di angkat, jadi aku telepon Fani aja.]

[Eh udah mau berangkat, nih.]

Tak ada satupun yang berbicara. Di sini Sena yang benar-benar merasa kehilangan.

[Jaga diri kalian baik-baik.]

[Belajar yang bener sampai jadi sarjana, nanti aku ke Indonesia kalian harus sudah sukses.]

[Oh iya, jangan lupain Vito yang ganteng ini, ya ...,] ucap Vito dengan percaya dirinya seraya tertawa.

Sena ikut tertawa namun dengan air mata yang sudah tidak bisa terbendungi lagi. Sena benar-benar kehilangan.

[Nanti aku ke Indonesia lagi, ketemu sama kalian.]

[Dadah ....] Vito melambaikan tangannya seraya menutup sambungan teleponnya.

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang