Kekurangan oksigen dapat menyebabkan kerusakan otak, orang yang mengalami hal tersebut dapat meninggal dalam waktu 10 menit, sehingga harus segera dilakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan nyawa.
Tanpa pikir panjang, Rafa langsung menutup hidung Sena. Rafa menarik dagu Sena agar mulutnya sedikit terbuka. Rafa menarik nafasnya dalam-dalam dan mulutnya terpaut ke dalam mulut Sena untuk menyalurkan oksigen.
Dada Sena naik, Rafa terus melakukan hal itu. Namun oksigen di dalam lift sudah menipis dan hampir habis sehingga Rafa pun mengalami hal yang sama dengan Sena, yaitu kesulitan bernapas.
Rafa melepaskan pautannya, ia bersandar lemas, dengan peluh yang membasahi badannya.
Rafa mencoba untuk tetap sadar, agar bisa menjaga Sena, Ia berusaha untuk tidak panik, ia mengambil napas sedikit dan berusaha untuk tidak menarik napas.
Rafa hanya bersandar pasrah seraya mengelus-elus pipi Sena yang sudah basah karena peluh.
Tak lama kemudian terdengar suara grasak-grusuk, pintu lift berusaha dibuka secara paksa.
Rafa segera bangkit dengan sisa-sisa tenaganya, ia mencoba membantu petugas untuk membuka pintu secara paksa.
"TOLONG CEPAT SEDIKIT!"
BRAKKK
Pintu berhasil terbuka.
Rafa langsung menggendong Sena menuju kamar rumah sakit.
Tak peduli kepada petugas yang sudah berhasil membuka pintu lift itu, yang terpenting sekarang adalah keselamatan istrinya.
Rafa menggendong Sena dengan sedikit sempoyongan karena diri sama pusingnya seperti Sena.
"Saya dan istri saya terjebak di lift." Rafa hanya mengucapkan itu saja dokter sudah mengerti.
"TOLONG PASANGKAN TABUNG OKSIGEN!" teriak Rafa geram, karena dokter yang bertugas seperti memperlambat waktu.
Rafa tidak ingin kehilangan istrinya hanya karena hal sepele.
"Bapak bisa tunggu di luar, biar kami yang menanganinya."Seorang suster mendorong Rafa untuk keluar dari kamar rumah sakit.
Rafa duduk gelisah di bangku tunggu. Rafa segera menelpon Arya.
["Assalamu'alaikum,"] ucap Arya dari sebrang sana.
"Wa'alaikumsalam," ucap Rafa.
["Ente di mana, Fa? Ente ga pa-pa kan?"] Dari suara Rafa seperti ada yang tidak beres,makanya Arya bertanya seperti itu.
"Ane____"
"Nanti ane telpon lagi." Rafa memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.
"Bagaimana, Dok?" Begitu dokternya keluar, Rafa langsung menghampirinya.
"Istri anda, tidak apa-apa, dan sekarang sudah siuman."
Rafa langsung berlari masuk ke dalam ruangan, sampai menabrak perawat yang hendak keluar.
"Sena." Rafa mengecup kening Sena bertubi-tubi.
"Pak." Sena hendak melepaskan selang oksigen yang di pasang di hidungnya, namun dengan segera Rafa menahan tangannya.
"Kamu ga pa-pa?" tanya Rafa yang masih sibuk memperhatikan keadaan Sena.
"Sena ga pa-pa kali pak, ga usah berlebihan gitu." ucap Sena dengan senyum cerianya.
Baru kali ini ngeliat pak Rafa segitu perhatiannya sama Sena.
Tak bisa di pungkiri Sena senang dengan kekhawatiran Rafa.
"Oh iya, Kak Tia gimana, Pak?" Sena baru ingat tujuannya untuk datang ke rumah sakit.
Sena langsung bangun dari tidurnya.
"Pelan-pelan Sena." Rafa membantu Sena untuk duduk.
"Ayo pak, ketemu Kak Tia," rengek Sena.
"Istirahat dulu," ucap Rafa.
"Ga usah, lagian juga Sena ga pa-pa," ucap Sena dengan melingkarkan tangannya di tangan Rafa, manja.
"Lagian cuma naik satu lantai lagi, apa susahnya istirahat dulu?" Percuma Sena merengek seperti apapun, jika kata Rafa tidak ya tidak. Rafa tidak suka jika perintahnya dibantah.
Sena melepaskan rangkulan tangannya dari tangan Rafa.
"Ya udah deh," ucap Sena seraya menunduk.
"Saya ga mau kehilangan kamu," ucap Rafa seraya mengambil tangan Sena untuk dikecup.
Sena mendongakkan kepalanya, untuk menatap Rafa.
"Seandainya kamu ga ada gara-gara kejadian ini, saya memilih untuk meninggal sama kamu di dalam lift itu." Rafa terus mengecup punggung tangan Sena.
"Suttt," Sena menempelkan jari telunjuknya pada bibir Rafa. Sena menatap manik mata Rafa yang penuh dengan rasa cemas dan kekhawatiran.
"Seandainya Sena ga ada, bapak harus tetap hidup demi Sena," ucap Sena seraya menatap manik mata Rafa dalam-dalam.
"Ngga, saya ga bisa hidup tanpa kamu." Rafa menggeleng lemah.
Rafa duduk di kasur rumah sakit seraya memeluk tubuh istrinya erat-erat.
Inilah alasannya, mengapa Rafa sering melarang Sena untuk ini dan itu, Rafa tidak mau kehilangan sesuatu yang berharga bagi hidupnya.
Rafa tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika harus tanpa Sena.
Sebisa mungkin Rafa akan menjaga Sena, Sena harus tetap menemaninya sampai kapanpun.
Bersambung......
Astagfirullah kok jadi sedih begini🤧 ga tau lah, orang jarinya maunya begini.
Part 2 dihapus dan prolog dipublish. Karena part 2 ga terlalu penting dan prolognya ga nyambung sama jalan cerita. Aku juga ga tau kenapa bikin prolognya begitu😂
Seneng deh kalo ada yang spam komen❤️😗
Jangan lupa VOTE DAN KOMENNYA❤️
Sabtu, 28 Maret 2020
15:51Siti Fatimah
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher is My Husband
Ficção AdolescenteFOLLOW BIAR TAU INFORMASI DARI AUTHOR! FYI: SAAT MENULIS INI SAYA BELUM TAHU EUPBI DI PART AWAL. Kebanyakan pembaca mengalami baper berkepanjangan. Bebas ngeluarin unek-unek kalian di komentar. Baper? Keluarin aja. BEBAS! -WARNING ⚠️PLAGIAT JANGAN K...