~•4. Persiapan•~ ✓

96.5K 5.5K 59
                                    

Aku lemah jika sudah menyangkut air mata Ummi.

~•°∞°∞°∞°•~

"Maaf Bu, saya yang suruh dia ke sini."

Alhamdulillah akhirnya guru itu datang juga. Jadi Sena tidak perlu repot-repot memikirkan siapa namanya.

"Ayo masuk ke ruangan saya." Dia mengajak Sena masuk ke dalam ruang kerjanya.

Siapa dia? Mengapa dia diberi sebuah ruangan. Guru istimewa kah?

"Ini ruangan kerja saya, karena saya yang mengawasi sekolah ini, dan menegur murid-murid yang suka tidur di jam pelajaran seperti kamu ini, jadi saya di beri ruangan khusus, agar bisa lebih fokus," ucapnya sambil duduk di kursi.

Seolah bisa membaca pikiran Sena, dia menjawab apa yang sedang Sena tanyakan di dalam hatinya. Sena juga sedikit kaget. Tapi, ia berusaha tidak memperdulikannya.

"Ada apa Bapak manggil saya ke sini?" ucap Sena seraya duduk di hadapannya.

"Apa kamu sudah biasa tidur di jam pelajaran?" tanyanya dengan ekspresi datar.

"Tidak Pak. Kalo di jamkos mah, iya." jawab Sena Santai.

"Di kelas 12 ini kamu harusnya lebih fokus belajar untuk menghadapi ujian."

"Baik pak." Sena masih menunduk. Tak bisa rasanya berlama-lama di tatap oleh mata elang itu.

"Kalo kamu masih tidur di kelas saya tidak segan-segan untuk menghukum dan memanggil orang tua mu."

Sena mendangak menatapnya.

"Eh, J-jangan pak. Saya janji ga akan tidur di kelas lagi."

Apa-apaan dia padahal baru ini Sena tidur dikelas. Sena tertidur juga kan ada sebabnya. Karna, semalam Sena memang tidak bisa tidur. Padalah matanya sudah di paksa untuk terpejam tapi tetap tidak bisa.

"Oke. Kamu bisa keluar dari ruangan saya."

Sena keluar dengan menutup pintu sedikit keras sehingga terdengar suara gebrakan.

Masa bodo. Ia tidak peduli.

Sena segera kembali ke kelas.

"Sen, dihukum?" tanya Fani.

Aku hanya menggeleng.

"Trus diapain? Ena-ena?" tanya Rani.

Sena membulatkan mata ke arah Rani.

"Bercanda kali sen. Ah elah." Rani menatap Sena takut-takut.

"Apa sih dia! Guru baru aja udah kek gitu."

"Gimana istrinya nanti. Bisa tekanan batin kali." ucap Sena kesal.

"Sutt! Ga boleh gitu nanti kamu loh yang jadi istrinya."

"Ih naudzubilah deh aku mah"

~•°∞°∞°∞°•~

Sore ini Ummi sibuk memasak banyak masakan. Karna teman Abi akan datang makan malam ke rumah Sen.

Dan akan mengkhitbah Sena juga.

Melihat Ummi seperti itu Sena jadi kasihan. Ingin sekali Sena membantunya.

Sena berjalan ke dapur menghampiri Ummi yang sedang menggoreng ikan.

"Ummi ada yang bisa Sena bantu?"

Tadinya Sena memang tidak ingin bicara dengan orang rumah. Tapi, ketika melihat Umminya Sena sangat tidak tega dibuatnya.

Ummi mematikan kompor
Memegang pundak Sena dan menguruhnya untuk duduk.

"Ummi cuma minta sama kamu. Tolong kamu terima pengkhitbahan nanti malam. Abi dan Ummi yakin ini yang terbaik buat kamu sayang," ucap Ummi seraya memegang kedua tangan Sena dan ia melihat air matanya akan tumpah.

Sena sangat tidak suka melihat Umminya menangis. Apalagi menangis karena dirinya. Belum sempat Sena membahagiakannya ia malah membuat Umminya menangis.

Maafkan Sena ya Ummi.

"Iya iya Sena janji. Tapi Ummi juga harus janji Umi tidak boleh menangis seperti ini." Tanpa sadar kata 'iya' terucap dari bibir mungilnya. Mungkin karna Sena tidak tega melihat air mata Umminya.

"Terima kasih, sayang," ucap Ummi seraya memeluk Sena dengan erat.

Sudahlah. Sena lemah jika menyangkut soal Ummi.

Biarlah Sena akan mencoba menerima semuanya. Menerima kenyataan meskipun tidak sejalan dengan harapannya. Sena harus siap bagaimana kedepannya nanti.

"Sudahlah Ummi jangan kaya drakor deh," ucap Sena seraya melepas pelukan Ummi. Yang terlihat berat untuk melepaskannya.

"Ayo, Sena bantu memasak."

"Terima kasih, ya sayang," ucap Umminya lagi.

"Iyah Ummiku," jawab Sena manja.

Setelah semuanya siap Sena menata semua masakannya di meja makan.

Sudah setengah Enam dan Sena belum mandi.

"Ummi, Sena mandi dulu ya?"

"Iya sayang, mau ketemu calon suami harus wangi ya."

"Apaan si Ummi." Sena mencebikan bibirnya kesal karena terus digoda oleh Umminya.

Sudahlah biarkan saja garis takdir berjalan semaunya. Tugas Sena hanya menjalankannya saja.

Sena menerima semua ini. Sena juga harus menerima resikonya nanti.

Aku pasrahkan semua ini kepada mu ya Allah.

Bersambung....



Siti Fatimah

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang