~•3. Menyebalkan•~ ✓

104K 5.8K 72
                                    

Hati-hati, yang menyebelin itu biasanya ngangenin loh.

-Rafael Andri Naufal.

"Sen, bangun." Terdengar samar-samar suara Fani.

"Apaan si Fan, aku ngantuk tau," jawab Sena yang masih menelusupkan kepala di atas meja.

"Hari ini ga jadi jamkos. Ada guru baru yang gantin Pak Yanto." Sena masih tidak bergeming dan memilih untuk melanjutkan mimpinya.

"Kamu harus liat, Sen," ucapnya lagi.

"Assalamu'alaikum." Terdengar salam terngiang di ruangan dan seketika anak-anak menjadi hening.

"Wa'alaikumsalam," ucap mereka serempak.

"Saya di sini menggantikan Pak Yanto guru matematika."

"Iya pak ga pa-pa ko kalo bapak yang gantiin. Bapak mah ganteng pak Yanto mh udah bau tanah," ucap samar-samar salah satu teman sekelasnya.

"Eh ga boleh gitu."

Kemudian terdengar suara seisi kelas tertawa.

Sena dengan terpaksa membuka matanya yang terasa sangat berat.

Terlihat guru yang Sena tidak kenal namanya siapa dan Sena juga tidak pernah melihatnya di sekolahan ini, ia sedang berdiri di depan Sena dangan celana bahan hitam, kemeja putih, dasi hitam, rambut yang klimis dan bau maskulin yang menyeruak ke indra penciumannya.

Mata teman-temannya mengarah pada Sena.

Oh shit! Mereka semua menertawai Sena.

"Sopan sekali kamu. Di jam pelajaran, kamu malah enak-enakan tidur," ucap guru itu dengan suara dan wajah datar.

"Semalam kamu habis ngapain?" tanyanya yang masih menatap Sena dengan mata tajam elangnya.

"S-saya..."

"Saya apa? Hm?"

"KELUAR SEKARANG!"

Hah! Sena masih melongo di tempat. Bagaimana bisa guru baru itu sudah membenta Sena di depan teman-temannya.

Seandainya ia tau bahwa Sena semalam tidak bisa tidur karena terus memikirkan nasibnya yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Wajah teman-temannya yang tadinya tertawa melihat Sena, kini berganti ekspresi menjadi tegang.

Mungkin mereka tidak percaya dengan guru yang satu ini. Wajahnya yang tampan tidak selaras dengan sifatnya yang tegas dan terkesan galak.

Sena masih melongo tidak percaya.

"Saya tidak segan-segan untuk menghukum anak yang melanggar di jam pelajaran saya. Tidak ada toleransi! Biasanya kalian jika diberikan toleransi kalian malah ke enakan," ucapnya yang kini menatap murid-muridnya.

"Dan kamu!" ucapnya seraya menunjuk Sena.

"Cepat keluar!" Sena menatap Fani bingung.

Fani menunjuk pintu keluar dengan dagunya.

Apa-apaan guru ini, menyebalkan sekali!

"Dan pada jam istirahat kamu harus temui saya di kantor guru."

Sena tidak menjawab dan melengos saja pergi dari kelas yang menurutnya sangat membosankan.

Sena harus kemana?
Memang Sena adalah salah tau murid yang sangat menyukai jamkos, tapi lebih baik jamkos di dalam kelas dari pada di luar luntang-lantung tidak jelas.

Mungkin Sena akan kekantin mengisi perutnya yang keroncongan karna tadi pagi Sena tidak sarapan apapun.

Semenjak kejadian Abi dan Ummi membicarakan perjodohan itu sifatnya menjadi dingin dan tidak ingin berbicara dengan orang rumah.

"Hei. Kamu!" Sena yang sedang berjalan di lorong, ingin menuju kantin tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya.

Sena menengok kebelakang, mencari siapa yang tadi memanggilnya.

"Sedang apa kamu di luar kelas?" Ternyata Bu Lola yang memanggilnya. Guru yang judes dan mendadak baik ketika ada guru tampan dan lebih terkesan cari perhatian.

Bu Lola berjalan menghampiri Sena.

"Saya sedang dihukum, Buk."

"Pelajaran siapa?" tanyanya dengan wajah ketus.

"Tidak tahu." Sena menaikan bahunya.

"Loh kamu ini gimana? Guru sendiri ko tidak tahu?"

"Kayanya guru baru," ucap Sena tidak peduli.

Tiba-tiba bibir merah bak habis minum darah itu tersenyum.

Loh? Ada apa dengannya.

"Dari pada kamu bulak-balik tidak jelas. Lebih baik bantu saya membereskan perpustakan."

"T-tapi bu.." jawab Sena ragu.

"Tidak ada tapi-tapian!" tegasnya.

Agrhhh mengapa hari ini sangat menyebalkan.

Bu Lola jalan di depan Sena menuju perpustakaan dan Sena hanya mengikutinya saja.

"Kamu bereskan semua buku-buku di perpustakaan ini, sedangkan ibu akan melihat catatan pengeluaran pembelian buku."

Bagaimana bisa ia membereskan semua buku sebanyak ini sendirian.

~•°∞°∞°∞°•~

Bel istirahat berbunyi.
Sena tidak menghiraukannya.
Setelah selesai membereksan buku di perpustakaan Sena duduk dan membaca novel yang ia pinjam dari perpustakaan.

"Sen," ucap seseorang yang menepuk pundaknya, Sena menengok sekilas dan beralih membaca novel kembali.

"Aku nyariin kamu kemana-mana tau ga." ucap Fani.

"Oh iya, sen. Kamu kan di suruh ke Kantor guru pas jam istirahat," ucap Rani.

Sena terdiam dan melebarkan kelopak matanya.

Ah iya! Bagaimana Sena bisa lupa.
Mampus!

Sena segera menutup novelnya, menaruhnya dengan sedikit membanting di meja dan sedikit terdengar suara yang nyaring.

Sena segera berlari menuju kantor guru.

Sena takut sekali dengan guru yang satu ini.

Caranya berbicara terlihat sekali dia sangat menjunjung tinggi nilai ke disiplinan.

Sena mengetuk pintu kantor.

"Assalamu'alaikum," ucap Sena ketika sudah sampai di depan pintu kantor guru.

"Wa'alaikumsalam," ucap guru-guru yang saat ini sedang memandangnya.

"Cari siapa nak?" ucap Bu Ratna yang lebih tua dan memiliki sifat keibuan.

"Cari i-itu bu.."

Sena mencari siapa? Namanya saja dia tidak tahu. Ah! Bodoh.

Dia belum sempat memberi tahu namanya.

"Maaf bu, saya yang suruh dia kesini,"  ucap seseorang yang baru datang dari sebuah ruangan.

Bersambung....

Siti Fatimah

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang