~•18. First Kiss•~ ✓

114K 5.5K 40
                                    

Setelah selesai acara yang sakral. Dan sekarang keluarga Sena dan keluarga Rafa sudah pulang ke rumahnya masing-masing.

Untuk saat ini Sena akan tinggal di rumah ummi, mungkin besok siang akan pindah ke rumah yang sudah disiapkan oleh Rafa.

Entah lah, Sena juga tidak tahu rumah itu seperti apa bentuknya.

"Sen, besok pindah kerumah kita, ya?" Ucap Rafa.

"Rumah?" tanya Sena heran.

"Iya rumah, udah saya beli dari hasil tabungan kerja saya, untuk keluarga kecil kita," ucap Rafa seraya mengelus kepala Sena.

Jantung Sena benar-benar berdebar tak karuan. Ucapannya begitu manis sekali. Mungkin ini akan menjadi kebiasaan barunya.

Bukankah wanita akan lebih bahagia jika suaminya memberikan apapun dari hasil kerja kerasnya? Wanita akan merasa dihargai dan merasa diperjuangkan. Begitu juga dengan apa yang Sena rasakan.

Rafa membeli rumah itu untu Sena dan untuk keluarga kecilnya.

Sena sangat bangga memilikinya.

Menurut Rafa dengan pindah rumah, mereka tidak akan merepotkan ummi dan abi. Padahal ummi dan abi sudah bilang bahwa itu tidak akan merepotkanya. Tapi, tetap saja Rafa keukeh akan pindah kerumah yang baru ia beli.

°∞°∞°∞°

Tak terasa pertemuan singkat dan akan berlanjut ke jenjang pernikahan.

Bahkan Sangat singkat.

Namun mereka berhasil mengenal satu sama lain.

Mungkin perlahan-lahan mereka juga akan menceritakan masalalu.

Tapi, apakah perlu di ceritakan? Ada kalanya masalalu harus disimpan rapat-rapat dan ada kalanya dibuka lebar-lebar, agar tidak terjadi kesalah pahaman diantara keduanya.

'Ceklek'

Terdengar suara pintu dibuka. Menampilkan laki-laki gagah yang belakangan ini sering Sena lihat di sekolah dan sekarang akan sering dilihat juga di rumah.

Wangi maskulin menyeruak kedalam kamar Sena yang bercat biru laut dengan perpaduan warna putih.

Memang kamar Sena ini tidak besar tapi nyaman dan rapih.

Sekarang Sena harus apa? Bagaimana ini? satu ruangan dengan Rafa membuat Sena mati membeku. Pesonanya seolah membunuhnya.

Sena, Rafa, ummi dan abi baru saja selesai makan malam.

Dan Sena izin ke kamar lebih dulu. Mungkin Rafa juga akan mengobrol dengan abi atau hanya sekedar bermain catur.

Gugup!

Itu yang saat ini sedang Sena rasakan.

"Kamu sudah membereskan baju untuk besok?" tanyanya santai, seraya duduk di sebelah Sena.

"S-sudah," jawab Sena gelagapan.

"Gugup? Hahahaha." Rafa tertawa meledek.

Dia menertawaiku? Dasar bodoh.

Sena mendelik menatapnya.

"Kenapa gugup gitu? Biasanya juga kalo di sekolah cerewet," ucap Rafa serya memperhatikan Sena.

Sena dan Rafa memang berbanding terbalik. Saat di rumah Sena gugup saat bersamanya saat di sekolah Sena cerewet setengah mati, sedangkan Rafa saat di sekolah dingin seperti es dan di rumah bagaikan lelaki hidung belang yang suka sekali menggoda.

"Pak," panggil Sena mencairkan suasana.

Jujur Sena gugup, bisa terlihat dari tingkah lakunya yang sedari tadi diam seraya memilin-milin ujung jilbabnya.

"Hmm," jawabnya seraya membaringkan tubuh di kasur Sena yang sekarang menjadi miliknya juga.

"Kenapa bapak mau nikah sama Sena?" tanya Sena yang masih menunduk dan tidak berani menatap mata elangnya.

"Memangnya kenapa?" jawab Rafa yang masih berbaring dengan dua tangan yang digunakan untuk menopang kepalanya.

Alih-alih menjawab Rafa malah membalikan pertanyan itu kepada Sena.

"Pak! Selama Sena belum lulus sekolah, Sena punya perjanjian untuk bapak!" Tiba-tiba Sena teringat oleh syarat itu.

"Apa?" tanya Rafa dengan kening mengkerut dan bangun dari posisi tidurnya.

"B-bapak ga boleh apa-apain Sena," jawab Sena lirih. Tapi, Sena yakin Rafa masih bisa mendengarnya.

"Selagi kamu tahan ya ga apa-apa," ucap Rafa santai.

Apa maksudnya? apa maksud ucapannya barusan? Sena sama sekali tidak paham.

"Maksudnya?" tanya Sena benar-benar tidak mengerti.

"Sudahlah. Tidak perlu dipikirkan," ucapnya dengan seringai di bibirnya.

Rafa kembali merebahkan tubuhnya tapi kali ini menarik Sena untuk tidur di sebelahnya.

Jantung Sena bekerja lebih cepat dari biasanya. Tapi Sena menurut, ia tidur di sebelah suaminya.

Ya Allah dia mau apa?!

Kepala Sena ditopang oleh tangan kokoh Rafa.

Sena menyenderkan kepalanya di dada bidang Rafa.

Sangat nyaman. Sena ingin seperti ini terus.

Sena memandang langit-langit kamarnya dan Rafa juga melakukan hal yang sama.

"Aku sudah menyiapkan asisten rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan rumah," ucap Rafa yang masih pada posisinya.

"Sena rasa itu tidak perlu, Sena masih bisa melakukan itu sendiri," ucap Sena yang masih menatapnya.

"Aku ngga mau kamu terlalu lelah ngurus rumah."

"Ngga usah, biar Sena saja," ucap Sena keukeh.

Sena ingin ia yang mengerjakan pekerjaan rumah. Sena ingin hanya Snea yang melayani Rafa tidak mau ada yang lain.

"Kamu cukup fokus sekolah dulu saja, jangan memikirkan yang lain."

"Tapi Sena ga mau ada asisten rumah tangga di rumah kita!" ucap Sena kesal karena Rafa tetap keukeh dengan pendiriannya.

"Oke, kalau itu mau kamu." Rafa mengambil keputusan.

Bukan hal sulit untuk membiayai kebutuhan Sena, Rafa sebagai CEO di perusahaan pemberian Ayahnya itu sudah lebih dari cukup.

Tiba-tiba mata elang itu menatap Sena seperti melihat mangsa dan akan segera membunuhnya.

Rafa mendekatkan wajahnya ke wajah Sena.

Sena menahan dada bidangnya agar tidak terlalu dekat.

Tapi tenaga Sena tidak ada apa-apanya dibanding tenaga Rafa.

Deru napasnya terdengar jelas di telinga Sena, membuat Sena menahan geli. Dan dengan seketika bulu kuduk Sena meremang.

Sena memejamkan mata tidak berani melihat apa yang akan terjadi.

Terasa ada benda kenyal menempel di bibirmya. Sangat lembut dan manis.

Sena meremas kemeja krem yang sedang Rafa kenakan.

Bersambung.....

Maafin aku ya,
Karena aku suka bikin kalian penasaran hehe.

Entah kenapa aku ngetik part ini jadi baper sendiri. jadi pengen.......
Bakso, Haha.

Baper ditanggung sendiri wkwk.
Aku cinta pak Rafa Huwaaaaa:(

Maaf nih sekarang aku jarang update.
Semoga kalian tetep nunggu cerita ini ya.

ILY KALIAN:*

Siti Fatimah

My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang