76. Kota Kanazawa

1.7K 97 27
                                        

"Kenapa bisa orang yang paling aku sayang kini menjadi orang paling tak ingin aku ingat?"

-Sena Laila Akbar


Setelah perjalanan selama 7 jam akhirnya  Sena sampai di Jepang.
Tak lupa juga Sena mengabari anak dari teman ayahnya, bahwa ia sudah sampai di Jepang.

Pertama kalinya Sena menginjakan kaki di Jepang. Udara yang sangat sejuk, bebas dari polusi, jalanan yang tidak ada sampah, dan air selokan yang benar-benar bersih. Sangat berbeda dengan tepat di mana Sena di lahirkan.

Sena sama sekali tidak mahir berbahasa Jepang, jadi ia bingung harus bagaimana. Ia kesini hanya modal nekat saja.

Tak lama orang yang Sena tunggu datang, laki laki dengan kemeja denim yang di balut dengan jaket panjang tebal khas jepang, berjalan di depan Sena.

"Sena?" Laki-laki itu bertanya di hadapan Sena.

Sena mengangguk dan membungkukkan badannya, menandakan bahwa laki laki-laki itu benar.

Yuto cepat menemukan Sena karna Sena yang paling mencolok di antar keramaian, bukan karna mencolok perhiasan, make up atau pakaiannya, karna Sena menggunakan hijab. Yuto juga sudah di beri tahu oleh papahnya bahwa Sena adalah orang muslim.

"Watashi no namae wa Yūto desu" Laki-laki itu mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri di hadapan Sena.

Sena menyambut tangan Yuto dan Sena juga memperkenalkan dirinya.

Sebenarnya Yuto juga bisa sedikit sedikit bahasa Indonesia, karna dulu saat papahnya menjalani bisnis dengan syakuro di Indonesia ia beberapa kali ikut, dan lumayan lama jika sedang di Indonesia. Ia memang bisa dan paham tapi tidak begitu mahir.

Apa lagi saat Yuto tau dari papahnya bahwa ia akan mempunyai teman dari Indonesia, Yuto beberapa kali belajar bahasa Indonesia dari internet, menurutnya agar lebih gampang saat mengobrol dan tidak ada kesenjangan bahasa di antara mereka.

"Apa kamu sudah makan?" Laki-laki yang berjalan di sebelah Sena bertanya dengan bahasa Indonesia tapi masih kental dengan logat Jepang.

"Woah kamu bisa bahasa Indonesia?" Sena tertegun kaget.

"Em haik haik... sedikit." Yuto menggaruk kepalanya, sepertinya ia malu.

Sena dan Yuto berjalan menuju warung sederhana. Yuto bilang bahwa penjualnya adalah seorang suami istri asli penduduk Kanazawa yang sudah lanjut usia. Tapi meskipun sudah lanjut usia makanannya tak pernah gagal, bahkan warung ini selalu ramai oleh pengunjung.

"Menu makanan paling best seller di sini adalah Jibuni yaitu masakan khas Kanazawa." Yuto menjelaskan makanan khas Kanazawa dengan bahasa indonesia yang terbatas. Meski begitu Yuto yakin  bahwa Sena mengerti apa yang ia ucapkan.

"Apakah ini halal?" Sena bertanya dengan ragu ragu.

"Jelas ini halal, karna aku tau kamu muslim."

Ah ternyata Yuto semengerti itu.

"Ada daging ayam dan daging bebek? kamu ingin makan apa?" Tawar Yuto setelah melihat lihat buku menu. Sena hanya duduk mengikuti perkataan Yuto karna Sena sama sekali tidak menggerti.

"Aku mau daging ayam saja." ucap Sena seraya memperhatikan tempat sekitar.

Jujur Sena tidak terlalu suka makan daging bebek. Makan, tapi tidak terlalu suka.

Memang negara Jepang tidak bisa berbohong, tempat makan yang sedang ia tempati sangat bersih dan rapih.

Yuto memesan ke pemilik toko yang terlihat seperti nenek yang memang sudah berumur tapi masih kelihatan segar. Wajar karna pola hidup di sini memang sangat terjaga.

"Kalau butuh apa-apa jangan pernah sungkan untuk menelfonku, karna Papa menitipkan kamu padaku."

"Ah ya." Sena hanya mengangguk mengiyakan.

"Lagi pula tempat tinggal yang akan kamu tempati tidak akan jauh dari tempat tinggal keluargaku." ucap Yuto seraya menatap Sena yang ada dihadapannya.

Sebenarnya Yuto sendiri tidak tau mengapa Sena memutuskan untuk pindah ke Jepang dengan usia kehamilan yang matang. Dan Sena pun belum cerita apa-apa ke orang yang ada di hadapanya ini. Yang Sena ingat hanya Uminya bilang ke Papa Yuto bahwa Sena sedang hamil agar Sena butuh pengawasan extra.

Padahal tadinya Sena akan tinggal serumah dengan Daichi, tapi Sena menolak karna dirumah Daichi ada anak laki-laki, Sena jadi tidak bisa leluasa. Dan yang Sena takutkan tentang ibadahnya, takut kalau keluarga Daichi terganggu karna mereka memang beda keyakinan.

Makanan yang mereka tunggu akhirnya datang. Ternyata Yuto memesan makanan yang sama dengan Sena.

Yuto tidak berani bertanya tentang apapun pada Sena. Karna pasti bukan masalah sampai ia harus meninggalkan tanah airnya dengan keadaan yang sedang hamil besar begini.

Yuto tidak akan bertanya sampai Sena sendiri yang bilang padanya.

Mereka makan dengan percakapan tentang pekerjaan di kantor Yuto. Ternyata Yuto anak yang lumayan asik untuk di ajak bicara. Meskipun baru pertama kali ketemu, Sena tidak merasa canggung. Karna Yuto tidak akan membiarkan ada celah untuk Sena merasa tidak nyaman dengan mereka yang diam-diaman. Yuto akan memulai percakapan duluan seperti memperkenalkan Jepang dan budaya lainnya pada Sena.

"Apa masih lapar?" Yuto bertanya setelah melihat Sena selesai makan.

"Ngga, ini udah lumayan kenyang." ucap Sena seraya menggelap bibirnya dengan tisu.

"Enak kan?" Tanya Yuto lagi.

"Enak banget, ini masuk ke lidah Indonesiaku." Ucap Sena seraya tertawa dan Yutopun begitu.

"Aku ga tau apa yang kamu alami, tapi tolong jangan sedih berlarut larut demi akachan yang ada di dalam perutmu." ucap Yuto seraya menatap perut Sena yang membuncit.

Sena terenyuh hatinya ia menunduk menatap perutnya sambil dielus, merasa bersalah karna selama hamil ia hampir tak merasakan bahagia, saat ibu hamil di luaran sana ingin di manja oleh suami mereka Sena malah mati matian menjaga mental gara-gara suaminya. "Kenapa bisa orang yang paling aku sayang kini menjadi orang paling tak ingin aku ingat?"

Bersambung....

Siapa ni yang tadi komen udah nungguin sampe setahun, setia banget ni aku liat-liat haha wopyu ya.

50 komen+100 vote baru aku update lagi. Deal?

see u guys




My Teacher is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang