Setelah kejadian kemarin, Sena pulang bersama Levlar. Sena menceritakan semuanya. Dan Rafa bersikap bisa saja seolah tidak merasakan apa-apa. Padahal Sena berharap Rafa terbakar api cemburu, ternyata dugaannya salah. Huh dasar menyebalkan!
~•°*****°•~
Sena buru-buru menarik tangan Rafa, memasuki rumah sakit.
"Ayo pak, buruan!" Sena berlari seraya menggenggam tangan Rafa erat-erat.
"Jangan lari-lari, malu di liatin orang," ucap Rafa seraya menyeimbangkan langkah kaki Sena.
Rafa hanya geleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku istri kecilnya itu.
Setelah Rafa mendapatkan telepon dari Arya bahwa istrinya akan melahirkan. Rafa memberitahu kepada Sena ketika pulang sekolah.
Sena langsung marah kepada Rafa, karena tidak langsung memberitahunya. Sena menyuruh Rafa untuk cepat-cepat sampai di rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit pun ia harus lari-lari, karena Sena yang tidak sabaran.
Sena terus berlari tak tentu arah.
"Eh stop deh, Pak!" Sena berhenti mendadak, untung saja Rafa langsung mengerem kakinya, Jika tidak, mungkin tubuh mungil Sena sudah tertimpa oleh tubuh kekar Rafa.
Rafa menaikkan alisnya.
"Kenapa?" tanya Rafa.
"Ruangannya di mana?" tanya Sena seraya terkekeh.
"Ini nih, saya bilang kan pelan-pelan. Semua yang terburu-buru itu tidak baik."
Sena hanya menyengir dan menggaruk tekuknya yang tidak gatal.
"Kamu tunggu sini, dulu sebentar." Sena duduk di bangku rumah sakit. Rafa melangkahkan kakinya meninggalkan Sena.
"Permisi mbak, pasien yang bernama Tia Wirda Akbar di mana ya?" ucap Rafa yang bertanya pada petugas yang menangani data-data pasien.
"Tunggu sebentar ya, Kak. Saya cari dulu," ucap staf rumah sakit itu seraya mengutak-atik komputernya.
Rafa menunggu sebentar.
"Di ruang vanila, lantai tiga," ucapnya seraya tersenyum kagum sekaligus menggoda.
"Baik, terima kasih." ucap Rafa sopan. Padahal Rafa tau, tatapan perempuan itu, tapi Rafa biasa saja.
"Ayo." Rafa menggenggam tangan Sena, mengajaknya berdiri dan berjalan menuju ruangan kakaknya.
Rafa mengajak Sena masuk ke dalam lift.
"Di lantai berapa, Pak?" tanya Sena.
"Lantai tiga." Sena memencet angka tiga di tombol lift.
Rafa dan Sena hanya saling pandang di dalam lift, karena hanya ada mereka berdua di sana.
"Tadi saya di godain sama staf rumah sakit loh, Sen," ujar Rafa seraya memperhatikan mimik wajah Sena.
"Di apain? Di cium?" tanya Sena memasang wajah sebal.
"Iya," ujar Rafa sengaja.
Sena membelalakan matanya seraya memukul dada bidang Rafa.
"Bapak, is!" Sena menyilangkkan tangannya di depan dada dan menjauh dari Rafa.
Menyebalkan!
"Loh!" Sena segera mendekat dan merangkul tangan Rafa. Entah mengapa liftnya berhenti di lantai dua dan lampunya pun mati.
"Pak ini kenapa?" ujar Sena cemas.
Sena yang tadinya kesal dan tidak mau berbicara dengan Rafa, tiba-tiba ia langsung merekat lagi dengan Rafa, bak lem besi.
"Tetap tenang." Rafa memeluk Sena dan mengelus bahunya, mencoba menenangkan gadis kecil itu.
"Sena takut." Air mata Sena ingin tumpah.
"Kamu ga akan kenapa-napa, percaya sama saya." Sena semakin mengeratkan pelukannya ke badan Rafa.
"Mungkin liftnya lagi rusak, sebentar lagi juga nyala," ujar Rafa dengan kata-kata yang menenangkan, semoga Sena bisa tenang.
Tetapi, tetap saja Sena tidak bisa tenang.
"Untuk yang berada di dalam lift, harap tetap tenang, lift sedang diperbaiki."
"Maaf atas ketidaknyamanannya." Suara itu terdengar dari pojok CCTV, yang sedang mengintruksikan kepada orang yang berada di dalam lift, agar tetap tenang.
"Dengar?" tanya Rafa seraya mengelus pucuk kepala Sena.
"Em'em." Sena mengangguk lugu.
"Tetap tenang ya, selama ada saya, kamu ga akan kenapa-napa." Rafa memberikan pelukannya kepada Sena.
Keadaan di dalam lift semakin panas dan oksigen di dalamnya semakin menipis.
"Pak." Sena memanggil Rafa, badannya melemas, Sena kekurangan oksigen!
"Sena!"
Tubuh mungil Sena merosot dari pelukan Rafa.
Dengan perlahan dan hati-hati Rafa mendudukkan Sena.
Rafa membuka dasi dan melempar jas yang sedang ia kenakan, Rafa juga merasakan apa yang sedang Sena rasakan.
Rafa membuka tiga kancing atas kemejanya, yang memperlihatkan dada bidang Rafa.
"Sena! Bertahanlah!" Rafa mengibas-ngibaskan jasnya agar Sena tidak merasa kepanasan.
Sena hilangan kesadaran.
"Tolong cepat lah!" Rafa berbicara dihadapan CCTV, Rafa yakin ada seseorang yang mendengarnya.
"Sen, bangun!" Rafa meniup dahi Sena yang berkeringat.
Gadis mungil yang mengenakan seragam SMA itu, terkapar lemas di pangkuan Rafa.
Rafa mengecek nadi di tangan Sena, nadinya melemah!
"AGRH!" Dengan marah Rafa menendang pintu lift yang mustahil untuk terbuka, jika hanya ditendang.
Rafa menaruh Sena di lantai lift.
Dengan hati-hati, Rafa meletakan tangan kanannya di dahi Sena dan tangan kirinya mengangkat dagu Sena, untuk mendongakan kepalanya. Hal ini bertujuan untuk membuka saluran nafas.
Kekurangan oksigen dapat menyebabkan kerusakan otak, orang yang mengalami hal tersebut dapat meninggal dalam waktu 10 menit, sehingga harus segera dilakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan nyawa.
Tanpa pikir panjang, Rafa langsung....
Bersambung....
Vote+komennya ditunggin sama author. Hehe.
Terima kasih buat yang udah sejauh ini baca Rafa sama Sena. Semoga tetep setia. Lope gede-gede nih dari author, hehe❤️❤️❤️
Yang baca Rafa sama Sena, Follow penulisnya dong, ayo lah.
Untuk dapat informasi tentang MTMH pantengin branda aku ya😁
Oh iya, jangan lupa jaga kesehatan, jangan kemana-mana ya, di rumah aja. Oke?
Kamis, 26 Maret 2020
17:17
Siti Fatimah❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher is My Husband
Teen FictionFOLLOW BIAR TAU INFORMASI DARI AUTHOR! FYI: SAAT MENULIS INI SAYA BELUM TAHU PUEBI DI PART AWAL. Kebanyakan pembaca mengalami baper berkepanjangan. Bebas ngeluarin unek-unek kalian di komentar. Baper? Keluarin aja. BEBAS! -WARNING ⚠️PLAGIAT JANGAN K...
