BAB 48 ; Keputusan Hakim

8 1 0
                                    

UPDATE!!

HAPPY READING

•••

Selama di dalam sel tahanan banyak yang menimpanya seperti, dibuli oleh teman satu sel tahanan  atau bahkan sama tahanan lain di sel lain ketika mereka sedang bersih-bersih di taman. Abram hanya bisa menikmati masa-masa di dalam tahanan karena dia tahu dia bersalah. Apalagi jika saat-saat dia mulai membutuhkan ganja disitu tubuhnya sering kesakitan dan berkeringat, hanya satu obatnya yaitu narkoba. Dia cukup tahu jika dia memakan narkoba lagi secara diam-diam, sampai kapanpun dia tidak akan sembuh dan akan terus ketergantungan.

Abram capek, obat-obatan itu terus menyerang tubuhnya sampai menggerogoti tubuhnya dan nafsu makannya berkurang. Selama di dalam tahanan, nasihat demi nasihat orang tuanya masuk ke dalam otaknya. Orang tuanya sering berkata bahwa jangan sampai melupakan Allah dan sholatnya, karena manusia hanya singgah di bumi dan tugasnya hanya beribadah pada Tuhannya.

Saat itu, tubuhnya lagi-lagi membutuhkan obat-obatan. Abram kesakitan, wajahnya bahkan sampai memerah, sebagaimana pun dia harus bisa menahannya. Dibentangnya sajadah, lalu dia menunaikan sholat dhuha, dan saat itu pula Abram mulai membenarkan ibadahnya seperti menunaikan sholat lima waktu dengan tepat waktu, setiap malam dia selalu terbangun untuk menunaikan sholat tahajud, dan setelah piket pagi ia pun melaksankan sholat dhuha. Dalam sholatnya dia hanya meminta ampunan dan mempasrahkan dirinya dia akan menghabiskan umurnya disini.

Dalam sujudnya Abram menangis tersedu, banyak kesalahan dan kekhilafan yang mungkin tidak akan terampuni. Setelah menyelesaikan sholat tahajud, ia kira hatinya akan tenang namun rasanya semakin menyesakkan dada.

"Ya Allah, Ya Tuhanku, maafkanlah atas segala dosa-dosaku. Dosa yang mungkin tidak terampuni. Ya Allah, tolong jaga adikku dengan baik disana, aku adalah seorang kakak yang tidak pernah baik dalam menjaganya, aku hanya bisa menyakitinya. Ya Allah, berikan tempat terbaik untuk kedua orangtuaku, maafkanlah atas dosa kedua orangtuaku, aku sangat menyayanginya, semoga mereka pun bisa memaafkanku. Aamiin." Kedua tangannya dia usap pada wajahnya, tubuhnya kembali bersujud dan menangis tergugu.

Sekarang sudah masuk pukul 3 pagi, Abram meminta izin untuk ke mushola untuk menunaikan sholat tahajud. Awalnya, Abram tidak diberikan izin oleh pihak polisi, namun ada salah satu polisi yang cukup dekat dengannya dan memintakan izin kepada kepala sipir dia tahu sekarang Abram butuh sendiri untuk merenungi kesedihannya.

"Sudah?" Tanya polisi itu.

"Apakah sudah tenang? Keluarkanlah segalanya yang mengganjal dihati, laki-laki pun butuh menangis untuk menyalurkan segala gundah." Lanjut polisi tersebut.

Saat itu pula, air matanya dengan deras menyerubuk keluar dari kornea mata. Setelah beberapa menit lamanya mengeluarkan kesedihan, akhirnya hatinya bisa tenang juga.

"Pak, jika nanti adikku tahu apakah dia akan memaafkan saya?" Tanya Abram lirih.

Polisi itu tersenyum, "Kamu pernah bilang, nak, bahwa adikmu sangat dekat denganmu, dan ia sangat menyayangimu. Aku yakin dia akan memaafkanmu," ucapnya menenangkan.

"Saya harus bagaimana, saya sering menyakitinya. Banyak kesalahan yang mungkin tidak akan termaafkan. Saya menolak rehabilitasi itu karena saya tidak mau merepotkannya lagi, dan saya pasrah jika seandainya umurku habis disini," ungkap Abram pasrah.

"Kesalahan tetap kesalahan, bagaimanapun kamu harus mengaku dan mendapatkan konsekuensi. Tapi, coba kamu buka mata kamu, buka pandanganmu sebagai kakak. Maksud adikmu baik, sampai kapanpun obat-obatan itu akan membuat kamu kecanduan. Banyak diluar sana yang ingin rehabilitasi namun terkrndala biaya, kamu diberikan kesempatan untuk rehabilitasi. Anggap saja, ini untuk kesehatanmu. Kamu harus sehat, untuk masa tahanan biar hakim yang memutuskan."

SHENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang