His Temptress | 16

132K 12.7K 541
                                    

Zia menunduk dan membiarkan waktu kepada Lidya untuk menjelaskan mengapa wanita itu memilih untuk membuat seorang Ewan marah. Dari awal Zia sudah tahu bagaimana perasaan Lidya, ia bisa melihatnya. Tatapan yang sama seperti saat ia begitu memuja suaminya, apa yang berbeda dengan wanita itu adalah... saat ketika Lidya memilih untuk memilih tanpa Ewan di sisinya.

"Aku tidak mengerti, Dee. Kenapa kau harus membuat Ewan membencimu, kenapa... kau tidak pernah mengatakannya kepadaku?"

Lidya menggeleng, ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Ia tidak mau mengatakannya, tapi Lidya merasa batasnya sudah habis dan apa yang diinginkannya sekarang adalah membuat seseorang mengerti alasannya dan mengapa ia memutuskan untuk melakukan hal itu... Kenapa... ia bisa menjadi wanita yang sangat kejam.

"Ayahku... tidak pernah menyukai ketika aku berteman atau dekat dengan pria manapun. Ia tidak menyukai saat aku mengenal Marshall, I mean, Ewan." Lidya mengepalkan kedua tangannya di samping tubuhnya. "Aku juga tidak tahu, bagaimana dan kenapa ayahku tidak mengeluarkan ultimatumnya. Kenapa... ayahku tidak menyuruhku untuk menjauhi Marshall."

Mata Lidya seolah berkabut ketika mengingat setiap kata yang jelas diucapkan oleh ayahnya ketika mengetahui hubungannya dengan Marshall. Lidya menggigit bibir dalamnya, menutup matanya sejenak dan berkata, "Ayahku malah berkata, Gunakan waktu yang kau miliki dengannya. Karena puteriku, kau tidak akan tahu bagaimana dia akan membuangmu suatu saat nanti."

"Ayahmu adalah pria yang sialan, Dee. Kau harus mengakuinya."

Lidya tersenyum miring, "Iya," jawab Dee. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Zia dengan pandangan sendu, "Saat itu aku berpikir, dia peduli denganku. Dia sangat peduli padaku hingga takut, aku akan terluka. Karena itu ia mengatakan hal seperti itu, Zia..."

"Dee..."

"Tapi aku salah..." Air mata Lidya mengalir lagi, setiap ia menarik nafas, ia merasakan seluruh nafasnya seolah pergi begitu saja. Ia merasa, semua ini adalah kebodohannya. "Dia tidak benar-benar peduli padaku. Dia hanya peduli bagaimana melebarkan perusahaan, bagaimana menjatuhkan perusahaan saingannya...!"

"Harletta mengatakan kepadaku, bahwa ayahku hanya menggunakanku. Aku tidak percaya, demi Tuhan, dia adalah ayahku. Satu-satunya ayah yang kumiliki. Satu-satunya..." Lidya menarik nafas dan perlahan menatap kearah Zia. Kemudian tangisannya meledak begitu saja, "Aku mencintainya... aku berbohong ketika mengatakan tidak menginginkannya, aku bohong ketika aku berkata aku tidak pernah menyesal, aku menyesal dan akan selalu menyesal. Dan penyesalan itu akan terus berada di sini, Zia..." Dee menunjuk dadanya yang kini terasa begitu sakit.

"Kau bisa mendapatkannya lagi, Dee. Tidak ada kesalahan yang tak termaafkan. Kau bisa membuat Ewan mengerti kalau-"

Lidya menggeleng.

"Kau bahkan belum mencobanya..." bisik Zia mengelus lengan Lidya yang gemetar. "Tidak ada yang mustahil kalau kau mau mencobanya, Dee. Segalanya mungkin terlihat mustahil, tapi kau-"

Lidya menggeleng lebih kencang dari sebelumnya. Ia menatap wajah Zia dengan wajah yang sudah basah karena air mata, "Aku tidak bisa melakukannya, hanya itu yang tidak bisa kulakukan..."

"Kau menyesal, dan masih tidak mau kembali padanya?" tanya Zia.

Lidya menggeleng.

Perlahan ia berdiri, berjalan kearah Harletta yang masih tertidur, tangannya terulur mengelus tangan Harletta yang tergeletak lemah. Ia menggenggam tangan itu dengan erat, sementara air matanya mengalir. "Aku tidak bisa kembali padanya, bukan karena aku tidak mencintainya, Zia Russell..."

His TemptressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang