Para Voter dan komentator serta para spamer-ku. Kambek sini. Happy baper :)
"Jadi, sekarang bagaimana kita membuat Ewan melunak?" tanya Ana dengan pertanyaan logisnya. Ia mengendikkan bahu dan terkekeh, "Ewan dan Banteng memiliki persamaan. Itulah bagian tersulit bagi kita sekarang, bisakah kita membuat para lelaki yang mengerjakan tugasnya?"
"Ana, alasan Gabe menyuruhmu untuk ikut andil dalam rencana ini adalah karena ia tahu bahwa hal ini tidak mudah untuk dilakukan," tegur Zia. Ia tersenyum. "Begitu pula dengan Max. Kita adalah solusi dari rencana Gabe. Suamimu harus membayar kami dengan sangat mahal."
"Lakukan saja yang kalian suka dan aku tidak akan mengeluh," jelas Ana sambil tertawa.
Saat mereka masih membicarakan mengenai apa yang akan mereka lakukan, mendadak mereka bertiga mendengar teriakan dan juga suara langkah kaki yang terdengar nyaring. Ketika pintu ruang tengah terbuka dengan kasar, mereka melihat Ewan dengan rambutnya yang berantakan, mata pria itu tidak fokus dan kemeja yang dikenakan Ewan terlihat berantakan.
Sementara itu Ewan menoleh kekiri dan kekanan seraya berjalan mendekat kearah mereka. Penglihatannya masih belum fokus dan ia terlihat kacau serta bingung. "Ana? Zia?" tatapannya terarah kepada Nathalie dan ia mengernyit, "Nathalie? Apa yang kau lakukan disini?"
"Aram belum memberitahu kalau kami datang?" tanya Nathalie. Ia beranjak mendekati Ewan dan mengusap puncak kepala pria itu dengan sayang, "Kau terlihat kacau, Ewan..."
Ewan mengusap matanya dengan punggung tangan, ia mengerjap-kerjapkan matanya beberapa kali untuk memfokuskan penglihatannya namun gagal. Perlahan, Nathalie menepuk kepala Ewan sekali lagi dan berkata, "Dia ada di belakang, atau mungkin ada di kamarnya."
Ewan berhenti mengusap matanya. Kali ini ia menatap Nathalie dengan tatapan nanar. "She loves you, Ewan-until now."
"She didn't ever mention it, Nath." Ewan menelan saliva-nya, matanya berubah menjadi tajam. "Dia tidak pernah sekalipun mengatakan hal itu, Nath... tidak sekalipun."
"Dia hanya butuh waktu..."
"Time for what?" tanya Ewan bingung. Ia mengacak-acak rambutnya dengan gelisah. "Time for what, Nath? Dia tidak membutuhkan waktu untuk menerimaku. Dia tidak perlu-"
"Bukan kau yang ditakutkannya, Ewan. Aku sudah mendengarnya dari Gabe." Nathalie mengusap lengan Ewan dengan gerakan lembut secara berulang. "Dan aku setuju dengan ucapan Gabe. Kalau dia meninggalkanmu, buat dia tidak bisa lagi meninggalkanmu."
Ana maju dan menepuk pundak Ewan, "Kalau dia bilang tidak menginginkanmu, buat dia menarik kembali kata-katanya. Bukankah kau sendiri yang bilang kepada kami Ewan? Untuk memberikan kesempatan kepada dirimu sendiri."
"Kesempatan sekali dalam seumur hidup," lanjut Zia setuju. "Dia mencintaimu dan aku berani menyakinkanmu mengenai hal itu, Ewan."
"Kalau dia mencintaiku, dia tidak akan meninggalkanku. Kalau dia mencintaiku, dia tidak akan mengatakan hal yang menyakitkan. Kalau dia-" Ewan tidak melanjutkan ucapannya. Ia mengepalkan kedua tangannya dan mendadak merasa ada sesuatu yang aneh dengan dadanya. "Sekarang, aku tidak lagi menginginkannya," ucapnya tegas.
Nathalie menggenggam tangan Ewan dengan erat seolah memberikan tenaga kepada pria itu. Lucu karena Nathalie bertubuh lebih kecil dari Ewan dan pria itu tidak terlihat seolah-olah memerlukan tenaga. Namun Nathalie tetap melakukannya, "Kiss her and make your choice, Ewan Wellington."
Awalnya Ewan merasa bodoh dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Nathalie karena ia tidak mengerti. Ewan merasa mendadak dirinya berubah menjadi idiot. Namun ketika Nathalie mendorong tubuhnya pelan kearah pintu, ia menoleh kearah wanita itu sejenak. "Kali ini kau yang harus membuat keputusan untuk dirimu sendiri, Ewan."
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...