Happy reading peeps!
Dari dulu Ewan tidak menyukai penampilan Lidya dalam balutan gaun pesta. Ewan tidak menyukai bagaimana wanita itu tersenyum dengan bibir merah merekah seolah memancing seluruh pria untuk memandangnya. Ewan tidak menyukai bagaimana tengkuk Lidya terekspos dengan begitu sexy-nya. Dan hanya Tuhan yang tahu betapa ia tidak menyukai bagaimana jemari lentik wanita itu menutup bibirnya saat wanita itu tertawa. Ewan tidak suka...
Ia juga tidak menyukai bagaimana payudara wanita itu terlihat dari gaun malam yang dikenakannya.
Terlebih lagi, Ewan mengutuk bagaimana sempurnanya wanita itu dalam balutan gaun—gaun pilihannya. Dan bagaimana fantasi liar-nya yang menghantui mimpi indahnya selama lima tahun ini terlihat begitu sempurna, seolah-olah fantasinya itu keluar dan menjelma menjadi nyata.
She's perfect...
Ewan selalu mengetahui hal itu, dan wanita itu tidak pernah tahu betapa Ewan memuja seluruh dirinya. Ewan rela kehilangan segala yang dimilikinya hanya untuk melihat senyum wanita itu. Dari dulu... hanya wanita itu yang ada di benaknya.
And the whole heaven knows that he loves her.
"Bagaimana penampilanku?" Tanya Lidya sambil tersenyum lebar. Ia memutar tubuhnya dengan begitu lembut hingga membuat gaun yang membalut tubuhnya itu berayun dengan anggun. "Lizzie bilang kau memilihkan gaun ini dan..."
Ucapan Lidya terhenti ketika melihat tatapan Ewan. Ia mengenali tatapan itu. Sebuah tatapan penuh hasrat dan gairah. Lidya berhenti memutarkan tubuhnya, sementara kedua tangannya berada di balik punggungnya tengah mencengkram satu sama lain.
"Dia mencintaimu Lidya..." Ucapan terakhir dari Lizzie ketika mereka sedang berada di ruang ganti telah membuat dirinya lebih percaya diri. Kalau dulu hingga beberapa saat yang lalu ia masih sulit mempercayai kenyataan bahwa pria itu mencintainya, kini ia percaya.
Dan Lidya kini percaya bahwa tidak ada wanita lain di hati pria itu. Hanya dirinya...
Pemikiran itu membuat Lidya bergerak maju ketika Ewan masih terdiam dengan sebuah dasi di tangan kanan pria itu. Setiap langkah yang di ambil Lidya membuat hatinya membuncah, di penuhi dengan ratusan kupu-kupu yang membawakan kebahagiaan untuknya.
Ketika ia sudah berdiri tepat di hadapan pria itu, Lidya berhenti melangkah.
Ia mengulurkan tangannya kearah Ewan, mengelus jambang halus di rahang pria itu sementara ia menahan kebutuhan lebih atas Ewan. "Apakah penampilanku kurang menarik, Marshall?" bisik Lidya pelan.
"Bagaimana kau berpikir seperti itu?"
"Because you have not kissed me yet, Marshall." Jemari Lidya merayap di jas satin pria itu, dan bulu matanya secara natural mengikuti kegugupannya. Tanpa sadar bibir Lidya setengah terbuka ketika berkata, "Mars—"
"Kau tidak mau tahu apa yang ada di pikiranku sekarang ini, Agapi Mou."
Jemari Ewan merayap membelai bibir bawah wanita itu yang terbuka, ia sudah menahan keinginannya untuk mendorong Lidya ke dinding dan bercumbu dengan kasar hingga ia menuntaskan hasratnya. Ia juga sudah menahan setengah dirinya dengan akal sehat untuk tidak merobek gaun malam yang dikenakan wanita itu.
Demi Tuhan, ia berusaha untuk tidak merubah rencana Lizzie malam ini.
Setengah dirinya yang kalah oleh hasrat mulai memberontak. Ia membiarkan tubuh wanita itu menempel pada tubuhnya sendiri, sementara lengannya melingkar di pinggul wanita itu dan jemarinya merayap di bokong Lidya lalu meremasnya pelan. Sentakan nafas Lidya hampir membuat kewarasan Ewan hilang, namun ia masih menahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Temptress
Romance#4 in romance 130817 #1 in Love 100518 "Your heart, Skin, Breath, Blood, even your tears is mine. Don't ever think to give to somebody else." Ewan Marshall Wellington. Bagi Ewan kebodohan dan kesalahan hanya dilakukan sekali, karena itu saat l...